Mohon tunggu...
Muhamad Tajul Mafachir
Muhamad Tajul Mafachir Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Omdurman Islamic Univ

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Majlis Liqo' : Soeparman, Dasiyo, Suwito dan Waluyo Bandem Dursosono

29 November 2012   20:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:28 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Puluhan burung pipit, gereja, dan jalak –tentunya, dengan warna khas mereka, berlarian di sela taman, dan pepohonan. Tak sesekali mereka bersamaan berputar diatas, mengitari Ki Kramat yang sedang asik dengan koleksinya; Keris pusaka Nagasasra dan Sabuk Inten.

**************************

Pertemuan akbar, acara jamu makan makan di bale Soeparman masih berlanjut hangat. Apalagi dengan kedatangan orang-orang dekatnya; Dasiyo, Suwito dan Waluyo. Mereka lah yang selalu menceriakan kehidupan Soeparman. Benar, bertemu teman dan sahabat, ternyata benar benar menghalau kesedihan.

“Panjenengan, panjenengan masih sibuk dengan urusan ternak ayam to?”, sela Waluyo, memulai percakapan, Waluyo, sahabat Soeparman yang paling muda diantara ketiganya.

“ah, Sudah ndak kang, sekarang saya sibuk ternak burung ….!??”, jawab Soeparman sumringah, disambut sulutan Taji Mas.

“Hati hati dek Parman, sekarang lagi musim flu burung. Apa tidak takut dek parman tertular, kan eman kalau Drasmi janda muda”, sambil terkekeh Suwito menghangatkan dingin malam.

Pertemuan diantar sekawanan; Soeparman, Dasiyo, Suwito dan Waluyo ini. Merupakan pertemuan yang langka, terakhir mereka bertiga bertemu Soeparman di kedai Kopi milik bu kaji Nurtati, di emperan jalan Prapapanca, kecamatan AbalAbal, Kota AinginAngin –Kota yang terletak ditengah (kawah) kitaran gunung Condromukti dan Sidoresmo, sekitar kurang lebih 180 kilo dari kota Santren.

“Dek Parman kan masih emut to, Istrinya kang Naluri, Sulastri. Sekarang Men-Janda lho. Suaminya mati kena Plu Gemek, katanya orang desa Ambirangun, Dusun sebelah”, Lanjut Suwito.

“Iya, tapi itu dulu kang Wit, sekarang sudah ndak. Ngestino sudah tidak memberitakan issue itu. Itu sudah disamber kabut Wedus Gimbal”, tangkas Soeparman.” Malah yang lagi dibicarakan pak Sesno, -Wartawan senior Koran Ngestino, itu mengenai kebebasan pers..”, Lanjutnya.

“oo… Kuwi….”, Dasiyo mulai angkat bicara. “jan jane, itu sudah sudah mulai dirintis semenjak lama lho,  Komisi Hutchins (1042-1947) nan.  Ya, Hutchins itu yang cetuskan teori tanggung jawab Sosia”,  Lanjut Dasiyo, penuh semangat.

ngeng, undang –undange baru diblur- kan tahun 1999 (1), jaman palenggahan Ki Kramat”, tandas Waluyo.

“ya iyalah dek Waluyo, Rojo Jowo ndak mungkin berani me-Fakta-kan sesuatu pun di pemerintahannya”

Ki Kramat, dalam masa pemerintahan yang singkat. Namun member kontribusi besar dalam revolusi Negri. Gaya mindset-nya yang selalu berbau kontroversi, sering menimbulkan Laqob “Dewa Mabuk”. Ki Kramat, yang masih berdarah raja Hadiwijaya, masuk pencalonan Presiden, mendapatkan dukungan dan Lindungan kyai kyai Santren.

Terlepas dari terhubungnya Ki Kramat dengan kerajaan Pajang. Dalam pengambilan keputusan, sewaktu menjadi Pamong Negari, selalu mengacu pada UUD 1945, dan falsafah, penilaian Sosial –History Dharmasila ;Pancasila.

Terkait dengan dibukanya, kebebasan pers 1999, dimana tak ada lagi kejadian pembredelan media, pembungkaman informasi (seperti masa Palenggahan Raja Jawa Abhi Nistha), membuka celah positip bagi rakyat untuk mulai melihat segalanya dalam bentuk transparan,selain juga membuka potensi penjamuran media, dalam pemaknaan kata “bebas” yang Nabras-Nabras dan kurang massif.

“tapi ya, bagus begitu to.. Ini style Senggama cara baru”, kata Soeparman.

“tapi saya sangsi, nanti kebebasan itu ndak terkontrol. Dan merajalela. Sekarang, buktinya mediasakumbyuk, mencari kesohoran, bukan kejujuran. Belum lagi, saya dengar, bahkan, germo germo Guyangan, Tunggorono, Jarakan juga mulai memanfaatkan media sebagai alat promo, nah ini apa tidak mareki geni?”, Cetus Waluyo.

“oh, benar juga. Tapi jangan dipikir seperti itu. Lha kalau media tidak dibebaskan, dek Waluyo mau kita ditipu lagi, uang pajak ditilep?, celetuk Suwito,

“lagi pula, kalau memang germo bikin majalah biru, saya ya seneng to, bisa cari gundik baru, pariasi”, lanjut Suwito dengan nada nakal.

“bukan begitu kang Luyo, dengan bebasnya pers berkreasi. Kita, jadi rakyat juga harus mulai waspada, pinter pilah pilih, tur awas. Ya ndak mungkin, Ki Kramat memberikan Pers secara bebas dalam kapasitasnya, sedangkan kita;rakyat, tidak juga dijamin kebebasanya?”, Soeparman.

“Pas”, kata Dasiyo. “Ki kramat, menjamin kebebasan pers itu, ya atas dasar mereka juga manusia, warga negri NgestinoLha, sejatinya, negri Ngestino ini

melindungi hak berpikir dan berkreasi seluruh warganya sebagai bentuk perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), ya, kalau ada yang ndak pas dan ganjil misalnya, gampang, kita tinggal teriak, beres. Sejatine yang ngontrol tetep rakyat. Gitu Aja Kok Repot?”

****************************

Dalam pemberitaan media(2); Cetak, Online, Dursosono, saudara Duryudhana berkata, bahwa Buto Cakil tidak perlu sembah minta Ngapuro, ke Ki Kramat atas pernyataannya beberapa hari lalu yang menyederai sebagian rakyat Ngestino. Buto Cakil, saat itu, Pada sebuah acara dialog terbuka, menyatakan bahwa diantara alasan dilengsernya jabatan ki Kramat, yang memang singkat, adalah terkait nya Ki Kramat dengan kasus brunaigate dan Bulogate.

“Dursosono itulah malingnya, cuman maling kecil”, tangkas Soeparman yang juga menyaksikan berita bersama tiga sahabatnya; Dasiyo, Suwito dan Waluyo.

“memang sejatinya, Dursosono itu masih keturunan dewa. Karena satu deret dalam Kurawa. Namun, itu bukan tindakan terpuji !”

“Ngawur, Ki Kramat, itu satu palenggahan dulur getih sama Mas Karebet. Nah, otomatis, Jan jane Ki Kramat itu juga masih ada darah sambung dengan baginda agung junjungan kita, yang mandegani turunnya agama Ngislam di bumi, Mokhammad

“Shollowollohu Ngalaihu wa sallam”, serentak Dasiyo, Suwito dan Waluyo bersholawat kepada manusia yang mengku umat, dengan selalu berharap rahmat.

Khartoum, 29 11 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun