“ya iyalah dek Waluyo, Rojo Jowo ndak mungkin berani me-Fakta-kan sesuatu pun di pemerintahannya”
Ki Kramat, dalam masa pemerintahan yang singkat. Namun member kontribusi besar dalam revolusi Negri. Gaya mindset-nya yang selalu berbau kontroversi, sering menimbulkan Laqob “Dewa Mabuk”. Ki Kramat, yang masih berdarah raja Hadiwijaya, masuk pencalonan Presiden, mendapatkan dukungan dan Lindungan kyai kyai Santren.
Terlepas dari terhubungnya Ki Kramat dengan kerajaan Pajang. Dalam pengambilan keputusan, sewaktu menjadi Pamong Negari, selalu mengacu pada UUD 1945, dan falsafah, penilaian Sosial –History Dharmasila ;Pancasila.
Terkait dengan dibukanya, kebebasan pers 1999, dimana tak ada lagi kejadian pembredelan media, pembungkaman informasi (seperti masa Palenggahan Raja Jawa Abhi Nistha), membuka celah positip bagi rakyat untuk mulai melihat segalanya dalam bentuk transparan,selain juga membuka potensi penjamuran media, dalam pemaknaan kata “bebas” yang Nabras-Nabras dan kurang massif.
“tapi ya, bagus begitu to.. Ini style Senggama cara baru”, kata Soeparman.
“tapi saya sangsi, nanti kebebasan itu ndak terkontrol. Dan merajalela. Sekarang, buktinya mediasakumbyuk, mencari kesohoran, bukan kejujuran. Belum lagi, saya dengar, bahkan, germo germo Guyangan, Tunggorono, Jarakan juga mulai memanfaatkan media sebagai alat promo, nah ini apa tidak mareki geni?”, Cetus Waluyo.
“oh, benar juga. Tapi jangan dipikir seperti itu. Lha kalau media tidak dibebaskan, dek Waluyo mau kita ditipu lagi, uang pajak ditilep?, celetuk Suwito,
“lagi pula, kalau memang germo bikin majalah biru, saya ya seneng to, bisa cari gundik baru, pariasi”, lanjut Suwito dengan nada nakal.
“bukan begitu kang Luyo, dengan bebasnya pers berkreasi. Kita, jadi rakyat juga harus mulai waspada, pinter pilah pilih, tur awas. Ya ndak mungkin, Ki Kramat memberikan Pers secara bebas dalam kapasitasnya, sedangkan kita;rakyat, tidak juga dijamin kebebasanya?”, Soeparman.
“Pas”, kata Dasiyo. “Ki kramat, menjamin kebebasan pers itu, ya atas dasar mereka juga manusia, warga negri Ngestino. Lha, sejatinya, negri Ngestino ini
melindungi hak berpikir dan berkreasi seluruh warganya sebagai bentuk perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), ya, kalau ada yang ndak pas dan ganjil misalnya, gampang, kita tinggal teriak, beres. Sejatine yang ngontrol tetep rakyat. Gitu Aja Kok Repot?”