Di ruang TV terdengar celoteh Tian dan adiknya yang saling tertawa menonton jalannya cerita Masha and the Bear. Nampak hangat sekali suasana rumah tersebut, candaan mereka menjadi bingkai kasih sayang. Sosok Tian yang penyayang dan penyabar akan menjadi gambaran persaudaraan yang menawan di masa tua. Namun, semua itu berbeda cerita Tian, Ibu, dan sang adiknya menjadi sebuah keabadian.
Hujan yang deras, melumpuhkan batuan dan tanah yang menjadi pondasi rumah Tian. Secepat kilat rumahnya terbawa arus longsor. Ayah Tian yang berposisi di teras meloncat hebat menyelamatkan diri. Tian, ibu dan kedua adiknya terjebak dalam puing rumahnya. Rumahnya merosot mengikuti arus longsor, begitupun dengan Tian beserta ibu dan adiknya. Mereka terjebak dalam lautan lumpur yang dalam, sesak dan gemetar, suara yang tak terdengar serta tubuh yang ditelan lumpur membuat mereka tak nampak di permukaan. Terbayang betapa perihnya situasi ini, pengap kehabisan udara, gelap terjerambab adalah suasana Tian dalam timbunan lumpur yang dalam.
Tak satupun warga yang menolong, kepanikan menghentikan urat kemanusiaan mereka. Ayah Tian hanya berteriak tanpa berbalas, menjerit tanpa di dengar lunglai tanpa tau cara bangun. Kehilangan istri tercinta dan ketiga anaknya membuat ia menjadi sedikit gila.
Semua warga menjadi abai, mereka takut bencana menelan nyawanya. Mereka berlri mendaki hutan, dalam hujan yang resah. Mereka berlari seperti berkejaran dengan maut. Logika menjadi mati seketika, hati mereka seperti gusar seakan tak memiliki harapan untuk hidup lagi. Akhirnya semua warga abai dengan keluarga Tian.
Hari berselang, suasana masih mencekam, hujan seperti lupa untuk reda. Para warga gelisah untuk bertahan, sulit untuk berkabar sinyal terputus karena pohon dan tiang listriknya ikut tumbang. Satu dan dua hari mereka berlindung di dalam hutan, tanpa makanan, tanpa minuman yang ditelan adalah kedinginan.
Empat hari berselang akhirnya bantuan datang, laskar Bencana dan FPI mulai mengevakuasi korban. Di sinilah pencarian Tian dilakukan. Mereka menggali kubangan lumpur yang begitu dalam. Entah berapa meter hingga Tian bisa di temukan.
Qadarullah, maha besar Allah setelah sekian jam dalam penggalian setelah cucuran keringat membanjiri tubuh para laskar, akhirnya Tian beserta ketiga adiknya ditemukan.Â
Aku begitu emosional melihat vidoe penggalian Tian. Air mata mengucur deras membayangkan senyum manisnya yang ditelan bumi. Betapa tidak, Tian dan kedua adiknya di temukan dalam keadaan saling berpelukan. Sesak rasanya melihat keadaan itu.
Ibunya masih terkubur dalam dari posisi Tian. Dengan sekuat tenaga para laskar menggali hingga ibunya Tian pun ditemukan dalam keadaan duduk yang bersujud. Maha suci Allah jadikanlah mereka para bunga-bunga surga yang kebaikannya berbalas pahala di akhirat. Aamiin.
Untukmu sang pemilik senyum manis, aku bangga pernah mendidikmu. Meski mengenalmu hanya sekejap tapi engkau mengajariku bahwa kebaikanmu menjadikmu sahid. Aku bangga karena Allah memilihmu sebagai Bunga Surga.
Sekian.