Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ad Hominem dan Mentalitas Pecundang

9 Januari 2025   11:57 Diperbarui: 9 Januari 2025   11:57 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mental Pecundang

Manakala kita menyerang pribadi orang saat beradu argumen sudah dipastikan itulah kualitas SDM kita. Mentalitas yang tak siap untuk berbeda pendapat. Ingin menang sendiri. Merasa benar sendiri. Sebuah ciri mentalitas seorang pecundang.

Secara psikologis, dalam diri manusia dikenal apa yang disebut dengan mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism). Yang secara otomatis bereaksi ketika dirinya 'merasa terancam'. 

Sigmund Freud (1856-1939) yang memperkenalkan istilah ini menyebutnya sebagai proses bawah sadar seseorang yang bertujuan melindungi dirinya dari kecemasan dengan memutarbalikkan realita dalam berbagai cara.

Meskipun dalam mekanisme pertahanan diri Freud ini tak semuanya bersifat negatif. Karena ada juga yang menjadi pendorong pada hal-hal positif sebagai jalan keluar dari kerasnya tekanan. Yang seperti ini biasanya disebut dengan mekanisme pertahanan diri sublimasi (sublimation), intelektualisasi (intellectualization), dan kompartementalisasi (compartmentalization).  

Namun dalam kasus ad hominem ini yang bekerja adalah mekanisme pertahanan diri proyeksi (projection). Bentuk pembelaan diri manakala menutupi kekurangan, kesalahan, dan ketidakmampuan berargumen dengan cara menyalahkan orang lain, menyerang secara pribadi.

Atau mekanisme pertahanan diri berupa pengalihan (displacement), yakni pengalihan dari satu obyek ke obyek lain yang tidak ada hubungannya dengan pokok bahasan.

Mirisnya, mentalitas pecundang perilaku ad hominem seakan menjadi pembenar ketika serangan itu dibalut dengan egoisme paling agamis, paling nasionalis, paling pancasilais, paling moralis.

Bogor, 9 Januari 2025

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun