Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Diary

Sandal Jepit

27 September 2024   19:00 Diperbarui: 27 September 2024   19:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Secara anatomi, saya memiliki bentuk telapak kaki yang tidak proporsional. Over size. Tidak sesuai dengan tinggi badan yang tak kurang dari 160 cm ini. Di mana untuk ukuran sepatu idealnya adalah di kisaran nomor 37 dan 38. Tapi saya harus memakai sepatu nomor 42 dan 43! Ukuran standarnya orang bule.

Kata orang kampung, telapak kaki saya itu jebrag. Sudah panjang, lebar lagi. Ditambah dengan tonjolan alias bunion di pangkal jempol kaki. Membuat ibu jari kaki ini tak lurus ke depan, tapi menyerong ke samping menghimpit jari telunjuk. Tonjolan yang membuat sepatu cepat robek dan sol-nya belah di area tersebut.

Warisan genetik  yang diturunkan dari Bapak ini  -sebab ukuran telapak kaki Ibu termasuk normal-  membuat saya tak betah memakai sepatu. Lebih cocok bersandal jepit atau model sandal berjepit. Sebab sandal biasa yang bukan jenis jepit tetap saja mengganjal di pangkal ibu jari dan tak elok dipandang mata.

Beruntunglah saya hidup di Indonesia yang mayoritasnya senang bersandal dalam segenap aktifitasnya. Mulai dari ngantor, jualan, liburan, nongkrong, dan beribadah. Semua cukup bersandal. Apapun modelnya. Kecuali anak sekolahan, kuliahan, polisi, dan tentara wajib bersepatu selama beraktifitas.

Bayangkan kalau harus hidup di negara maju. Betapa tak nyaman dan tersiksanya kaki ini. Sebab semuanya serba bersepatu. Di rumah, di sekolah, di kantor, di jalan, dan leyeh-leyeh di taman. Sampai gelandangan pun bersepatu. Sementara kita, hanya berangkat kerjanya saja bersepatu. Tiba di kantor buru-buru dilepas, berganti dengan sandal. Sandal jepit lagi!

                    ***

Sandal, utamanya sandal jepit ternyata telah menjadi alas favorit para turis mancanegara. Lihat saja bule-bule di Bali. Selain murah meriah juga tahan segala medan. Coba kalau menggunakan sandal biasa atau sandal jepit dari kulit yang bermerk pasti tak akan bertahan lama dipakai mondar-mandir ke pantai. Kena basah dan panas sekaligus.

Dan tahukah Anda kalau membeli sandal jepit ukuran dewasa di warung-warung dipastikan tali jepitnya selalu berwarna  hijau. Meski ada juga yang biru. Beda kalau kita beli di toko-toko ritel besar yang menjual sandal jepit beraneka warna. Tak sekedar alas putih biru dan hijau semata namun alasnya sepadan dengan warna talinya. Namun sandal jepit warung tetaplah dominan, terutama yang bertali jepit hijau itu. Lihatlah di pasar, di kantor pemerintahan, di puskesmas, di bank, di BPR, di pantai, dan di masjid.

Namun tak dinyana pula, rupanya sandal jepit yang beraneka warna telah menjadi 'buruan' koleksi seorang teman bule setiap liburan ke Indonesia. Dia akan selalu beli untuk dibawa pulang ke negaranya. Selain dipakai keluarganya sehari-hari kalau di rumah, juga untuk oleh-oleh temannya, begitu katanya. Kini koleksinya sudah sudah lebih dari 100 pasang sandal jepit.

                   ***

Percaya atau tidak, sandal jepit adalah alas kaki yang menjadi langganan hilang atau tertukar usai salat di masjid. Terutama saat salat jum'at. Kalau di kampung, sandal jepit itu biasanya akan ditandai dengan membuat cungkilan di alasnya berupa huruf atau bintang agar tidak tertukar. Namun tak urung bisa hilang atau ditukar juga! Bahkan ada teman yang terlalu sering kehilangan sandalnya di masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun