Mang Bule, begitu sapaan akrab lelaki yang sehari-harinya membuka warung kopi di pinggir laut. Tepatnya di Pantai Pangumbahan, Ujung Genteng, Sukabumi. Persis dekat tembok pemisah penangkaran penyu.
Menjaga warung bersama istri, Mang Bule yang berkulit cukup putih untuk ukuran mereka yang lahir dan tumbuh besar di wilayah pantai memang berpostur mirip bule. Terutama wajahnya yang sepintas mirip penyanyi popstar dunia, David Bowie. Meski tidak tinggi.
"Dan berdebat juga dengan bule!" candanya ketika penulis menyebutnya seperti orang bule. Terutama bola matanya yang seolah memakai softlens.Â
Sebab, penulis pun punya teman yang posturnya seperti orang barat dan ketika main ke Bali selalu disapa dan ditanya layaknya turis bule. Dia hanya senyum-senyum saja karena tak fasih berbahasa Inggris.
Candaan Mang Bule bukan tanpa alasan. Karena warungnya seolah menjadi 'satu-satunya warung nongkrong' untuk turis bule yang ingin menikmati surfing dengan suasana tenang di sudut Pantai Pangumbahan itu. Tidak crowded seperti halnya di Pantai Kuta atau pun Cimaja. Jadi tak heran dia pun kadang 'berdebat' dengan bule.
Dan Mang Bule Pantai Pangumbahan ini pun ternyata mahir pula bermain surfing. Beberapa papan selancar-nya (surfboard) nampak ditata pada dinding luar warung kopinya.
***
Di musim kemarau panjang ini, lelaki berusia 35 tahun dan telah dikaruniai dua orang putra putri ini punya kegiatan tambahan: yaitu mengumpulkan rumput laut yang banyak tumbuh dengan baik di pantai. Untuk disetorkan kepada pengepul yang siap menampung berapa pun banyaknya dia dapat.
"Kalau sudah datang musim hujan, rumput lautnya cepat membusuk. Tak bisa dimanfaatkan," ujar Mang Bule kembali.
"Lumayanlah buat jajan anak dan dapur," tambahnya. "Apalagi setelah Agustus ini tidak ada turis yang surfing karena ombaknya kurang bagus. Terlalu kecil. Kalaupun ada turis lokal, paling di weekend. Itu pun tak seramai Lebaran dan Tahun Baru."Â
Dan Mang Bule yang nama sebenarnya adalah Dede pun hampir setiap hari menjemput rezeki dari rumput laut. Bisa pagi atau pun sore. Tergantung pasang surut laut.
"Rumput laut ini bukan jenis yang dibudidayakan untuk campuran minuman atau pun dibuat agar-agar. Rumput laut liar ini tidak untuk dikonsumsi, tetapi sebagai bahan baku pembuatan kosmetik," Mang Bule kembali menjelaskan.
***
Rumput laut termasuk dalam kelompok makroalga yang tidak memiliki akar, daun, dan batang sejati (thallophyta). Biota laut ini tumbuh dengan beragam spesiesnya di negeri kepulauan seperti Indonesia.Â
Rumput laut tak hanya berperan besar menjaga keseimbangan ekosistem laut, namun juga dapat diambil manfaatnya oleh kita. Di antaranya untuk bahan baku kosmetik, industri makanan, maupun industri farmasi.
Karena manfaatnya yang banyak dan beragam, beberapa jenis rumput laut pun telah dibudidayakan. Di Indonesia sendiri terdapat 8 spesies rumput laut unggulan yang telah dibudidayakan. Yang terbagi dalam jenis rumput laut merah (Rhodophyta)Â dan rumput laut hijau (Chlorophyta).
"Memang sih pernah ada bule yang marah. Kenapa rumput laut itu diambil? Itu kan rumah bagi ikan-ikan kecil," kenang Mang Bule.
Mang Bule sadar dengan sikap kritis orang-orang Barat. Sebab rumput laut yang dijualnya ke pengepul bukanlah rumput laut hasil budidaya seperti lazimnya petani rumput laut di daerah-daerah sentra budidaya rumput laut seperti di Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bali, Lombok, Sulawesi, Maluku, maupun Papua.
Biota ini merupakan salah satu rumput laut liar yang banyak tumbuh di sepanjang Pantai Pangumbahan. Pemanfaatannya pun hanya di musim kemarau saja.Â
Meski hampir setiap hari dia mengambil dan mengumpulkan rumput laut, namun Mang Bule mengambilnya hanya rumput laut yang sudah besar dan panjang. Rumput laut yang masih pendek tidak dia ambil. Dan tak merusak karang yang menjadi tempat tumbuhnya biota laut ini.
Mang Bule tak menggunakan alat, benda, atau bahan yang bisa membawa dampak sampingan terhadap ekosistem di sana. Dia hanya merabut dengan tangan. Untuk selanjutnya dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung.
Rumput-rumput laut yang didapat saat petang akan dijemur keesokan harinya. Sementara rumput laut yang didapat pagi bisa langsung dijemur. Penjemuran dilakukan selama 3 jam. Karena jangan sampai terlalu kering.
Dalam sehari kalau rumputnya banyak, Mang Bule bisa mendapatkan 3 sampai 6 karung atau sekitar 2,5-3 kuintal yang setelah dijemur akan menyusut menjadi satu kuintal.Â
Pengepul akan menghargainya Rp 1.500/kg. Namun tak setiap hari dia bisa mendapatkan rumput laut. Dalam seminggu, paling 2-3 kali menjemput rumput laut.Â
***
Potensi laut yang bisa diolah dan diberdayakan sebenarnya masih bisa digali. Terutama di wilayah yang selama ini seakan terlupakan.Â
Tata kelola potensi alam dengan melibatkan masyarakat sekitar sangatlah diperlukan. Agar mereka tak lagi menjadi obyek tapi sekaligus subyek pelaku ekonomi.
Ujung Genteng, 6 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H