Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Melihat Kembali Penyu Hijau

27 Mei 2023   15:45 Diperbarui: 3 Juni 2023   09:45 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyu. (Foto: Richard Segal from Pexels via kompas.com)

Saat berenang di Pantai Kalapa Condong depan penginapan, tiba-tiba seekor penyu terlihat dengan jelas. Ukurannya cukup besar. 

Saya pun buru-buru keluar dari air untuk mengambil HP hendak mem-video-kan peristiwa langka tersebut. Ada sekitar tiga ekor penyu yang berenang di pagi menjelang siang itu.

"Itu penyu dari sana!" ujar teman sambil menunjuk ke arah Pantai Pangumbahan.

Inilah kali kedua saya melihat penyu hijau (chelonia mydas) di alam liar. Sebelumnya sekitar jelang tahun 2000-an saat menemani teman bule bermain selancar (surfing) di Ujung Genteng ini. 

Tepatnya di Batu Namprak (Big Rock) Pantai Pangumbahan. Lokasi itu ternyata kawasan konservasi penyu yang masuk dalam apendiks I Convention on International Trade and Endangered Species of Wild Flora and Fauna, untuk kategori hewan yang terancam punah.

Dan beruntungnya, pada waktu itu sempat melihat sang penyu hijau yang berukuran raksasa tengah menyusuri pasir pantai di tengah gemuruh ombak di keheningan pagi. Kami saat itu hanya bertiga di pantai yang begitu luas.

Itu pemandangan luar biasa menakjubkan bagi saya yang sejak duduk di bangku SD hanya bisa melihat 'penyu raksasa' di balik kaca Museum Zoologi Bogor. Bisa jadi pula itu adalah peristiwa sekali seumur hidup. 

Tetapi nasib malah mengantarkan saya harus bepergian ke Pulau Bali dan Pulau Tidung yang  lagi-lagi kebetulan bisa melihat sekaligus mengikuti pelepasliaran tukik (anak penyu) di Pantai Kuta serta sempat juga melihat penyu-penyu besar di tempat penangkaran di Pulau Tidung yang masuk gugusan Kepulauan Seribu.

Tukik. (Foto: Dokumentasi Pribadi) 
Tukik. (Foto: Dokumentasi Pribadi) 

Seperti di Pulau Tidung yang lebih dari dua jenis penyu yang ditangkarkan, di Pantai Pangumbahan ini hanya tinggal jenis penyu hijau saja. 

Meski kawasan pantai di sepanjang wilayah Sukabumi sebenarnya menjadi habitat tiga jenis penyu: penyu hijau (chelonia mydas), penyu sisik (eretmochelys imbricata), dan penyu lekang (lepidochelys olivacea) yang berukuran lebih kecil. 

Dan konon kata seorang penduduk, jika ada penyu lekang yang bertelur di Pantai Pangumbahan, itu pertanda bakal ada penyu hijau yang juga hendak bertelur di sana.

Big Rock to Big Wall

Pada liburan di Ujung Genteng kali ini pun saya kembali mengunjungi Batu Namprak (Big Rock) di Pantai Pangumbahan untuk menemani teman berselancar. Ternyata di pantai yang biasa kami berselancar sudah ada tembok besar pemisah (Big Wall).

Tembok yang menjadi batas teritori penangkaran penyu hijau agar tidak terganggu dengan kehadiran wisatawan yang berselancar atau pun yang menikmati pantai. Ya, menikmati pantai saja karena untuk berenang sangat berbahaya.

Pagi itu saya memutuskan menuju tempat penangkaran yang oleh UNESCO dimasukkan sebagai salah satu cagar dunia yang dilindungi. Lokasinya seperti masuk hutan kalau lewat jalan depan. 

Namun jika 'menyelinap' lewat tembok besar pemisah, bisa berjalan dengan menyusuri pantai dari pos penjagaan satu ke pos penjagaan dua yang jaraknya sekitar satu kilometer di tengah gemuruh ombak yang membuat bulu kuduk berdiri.

Di kompleks penangkaran itu tampak beberapa pekerja bangunan yang sedang menata beberapa tempat yang masih belum rampung dibangun. 

Seorang pegawai menyambut saya dengan sangat ramah. Dan sepagi itu  -belum pukul 9-  sudah ada satu keluarga yang berkunjung. Padahal ini bukan hari libur.

Dari penjelasan petugas yang ramah itu, para pengunjung sebenarnya bisa melihat atau ikut dalam pelepasliaran tukik-tukik ke laut lepas di sore hari sekitar pukul 17.30.       

Namun sayangnya tidak setiap hari ada pelepasliaran, karena tergantung pada telur-telur yang menetas yang bisa kita lihat tempatnya menyerupai pot-pot kecil dari paralon dengan tulisan tanggal pengeraman di atas hamparan pasir. Biasanya butuh waktu sekitar dua bulan untuk menetas. Lama juga, ya?

Di sisi kiri tempat penetasan terdapat beberapa kolam yang berisi penyu-penyu yang lumayan besar. 

Pengunjung boleh memberi makanan berupa sayur sawi yang disediakan di lokasi. Di antara penyu-penyu hijau itu ada seekor penyu sisik yang tertangkap nelayan dan diserahkan ke balai konservasi itu.

Di tempat ini, pengunjung bisa juga membeli oleh-oleh mulai dari kaos untuk anak-anak, boneka, gelang, asbak, gantungan kunci yang semuanya ber-ikon penyu.

Tempat penangkaran ini sering pula menjadi tempat penelitian sekaligus tugas praktik para mahsiswa/wi dari Universitas Padjadjaran.

Cukup dengan membayar 10 ribu rupiah per orang. Anda bisa melihat binatang langka yang masih terjaga dan terawat di sini.

Kalau beruntung bisa melihat pula pelepasliarannya ke alam bebas. Atau melihat penyu-penyu bertelur di malam hari dengan merogoh kocek yang terbilang mahal, 150 ribu per orang!

Sayangnya, populasi penyu hijau ini -juga penyu-penyu lainnya-  semakin lama semakin menyusut.

Bogor, 27 Mei 2023 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun