Sebuah cuitan di Twitter kala Gubernur Anies Baswedan menjenguk Remy Sylado yang terbaring sakit, dengan keterangan "biaya perawatan sastrawan Remy Sylado ditanggung Pemprov DKI" mempertontonkan kembali nasib tragis aset bangsa di hari tua.
Remy Sylado adalah tokoh budayawan, seniman multitalenta. Seorang jurnalis, novelis, pengamat musik, pemerhati bahasa, aktor, bahkan -menurut pendapat pribadi- beliau juga bisa disebut seorang akademisi dengan pengetahuannya akan linguistik, folklore, dan antropologi yang mumpuni.
Siapa sangka, sosok berjuluk seniman mbeling -karena judul puisinya itu- yang kerap berpenampilan flamboyan dan modis, ternyata untuk menyewa ambulans saja tak mampu. Apalagi berobat ke rumah sakit.
Menurut Jose Rizal Manua (sejawatnya sesama sastrawan dan pendiri Teater Tanah Air), Remy sudah setahun lebih terbaring sakit di rumahnya karena kesulitan biaya pengobatan (CNN Indonesia, 15/01/22).
Entah untuk yang keberapa kalinya berita dan cerita tentang seniman yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk berkarya namun mengenaskan di masa tua.Â
Kejadian ini sebenarnya tidak hanya menimpa kalangan seniman saja, tetapi juga menimpa aset bangsa yang lain yaitu atlet-atlet legenda nasional kita yang telah berjasa mengharumkan nama bangsa.
Kesediaan Gubernur DKI, Anies Baswedan sudah pasti melegakan dan patut diapresiasi. Yang menegasikan bentuk kehadiran pemerintah.
Peran Kementerian dan Organisasi
Pertanyaan yang langsung muncul seketika adalah, apakah Remy Sylado tidak terdaftar di BPJS Kesehatan? Hingga setahun lamanya konon hanya berobat herbal di Jakarta.
Sudah bukan rahasia umum, bagaimana sebagian nasib para seniman dan mantan atlet nasional yang mengalami kesulitan biaya di masa tuanya luput dari perhatian pemerintah. Bahkan beberapa mantan atlet ada yang sampai menjual medali kebanggaannya demi menyambung hidup.
Tragis. Padahal mereka adalah aset bangsa, terlebih dengan torehan prestasi yang mengharumkan nama Indonesia, namun kehidupan mereka memilukan di masa senja.