Indonesia adalah negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Pertanian adalah suatu kebudayaan. Menurut Edward B. Taylor kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Wujud kebudayaan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu gagasan, aktivitas, dan artefak (J.J. Hoeningman). Dari definisi tersebut maka pertanian sudah menjadi suatu kebudayaan bagi bangsa Indonesia. Salah satunya di Bali. Bali memiliki keterkaitan yang erat dengan bidang pertanian. Dengan adanya budaya di bidang pertanian, maka Bali bisa menjadi destinasi pariwisata dunia. Karena pertanian merupakan roh dari pariwisata di Bali. Salah satu yang menjadi ciri khas dari budaya pertanian di Bali adalah adanya subak.
Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah (Perda Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972). Subak bisa disebut sebagai kebudayaan karena sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa subak itu bukan hanya memiliki wujud kebendaan seperti saluran irigasi saja, tapi di dalamnya juga ada hukum dan kepercayaan masyarakat Bali yang sifatnya abstrak.
Banyaknya karakteristik yang dimiliki oleh subak mewakili definisi kebudayaan yang disampaikan oleh Edward B. Taylor. Bahwa kebudayaan yang dihasilkan manusia tidak hanya tercermin dari wujud kebendaanya saja, tapi juga dari segi yang tidak berwujud (abstrak). Dari subsistem budaya subak, air dianggap bernilai dan sangat dihormati, karena air adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa (Pusposutardjo, 1996). Selain itu ada juga wujud kebudayaan yang bersifat abstrak dalam Subak, yaitu awig-awig. Dalam awig-awig ini diatur segala hal yang berkaitan dengan subak. Baik kegiatan yang bersifat internal ataupun yang eksternal.
Subak memiliki ciri khas, yaitu dijiwai oleh konsep Tri Hita Karana. Tiga penyebab kebaikan dan kemakmuran merupakan arti dari Tri Hita Karana. Kebaikan dan kemakmuran dapat dicapai dengan mengembangkan kehidupan harmonis antara manusia dan Tuhan (Parhyangan), antara manusia dan manusia (Pawongan), dan manusia dengan alam (Palemahan). Dengan keunikan inilah yang menyebabkan Subak ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia pada sidang Komite Warisan Dunia ke-36 Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNESCO) di Saint Petersburg, Rusia pada 29 Juni 2012.
Di Bali terdapat museum subak yang lokasinya di kabupaten Tabanan. Sebenarnya museum memiliki peranan yang sangat penting terhadap kebudayaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Dari definisi tersebut berarti museum subak memiliki peranan dalam pelestarian subak karena disana juga merupakan media sosialisasi mengenai subak ke masyarakat luas.
Namun kenyataannya di lapangan museum subak tidak berfungsi sebagaimana didefinisikan sebelumnya. Masyarakat kurang tertarik dengan museum subak. Ini berarti peranan museum dalam menyebarkan informasi mengenai subak kurang maksimal. Hal ini disebabkan karena kurangnya info mengenai keberadaan dan fungsi museum tersebut. Selain itu fasilitas dan kompetensi yang dimiliki pemandu museum masih perlu ditingkatkan lagi. Karena negara yang maju adalah negara yang mampu menghargai museumnya.
Dengan menghargai museum maka negara tersebut telah menghargai peradabannya pula. Kemampuan menghargai inilah yang harus ditanamkan oleh individu, kelompok, bahkan di tingkat cakupan yang lebih luas seperti negara. Tapi sebagai mahasiswa, tingkatan yang paling awal dalam menghargai kebudayaan adalah di lingkungan kampus. Karena kedepannya kebudayaan akan semakin berharga. Budaya kini semakin sering dikomersialisasikan, misalkan dalam suatu objek wisata. Hal-hal ini yang mulai menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan.
Bukti nyata dari kurang perhatiannya masyarakat terhadap subak adalah berubahnya mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor industri ataupun jasa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali, pada tahun 2013 tercatat rumah tangga usaha pertanian mengalami penurunan persentase sebesar 17,09% dibandingkan tahun 2003. Pada tahun 2003 rumah tangga usaha pertanian berjumlah 492.394 buah sedangkan pada 2013 mengalami penurunan menjadi 408.223 buah.
Ini membuktikan bahwa ada aspek yang sangat mempengaruhi keberlangsungan subak, yaitu perubahan perilaku masyarakat Bali itu sendiri. Padahal berdasarkan data Biro Pusat Statistik 2013 menyebut bahwa sekitar 20,4 juta orang terlibat dalam pertanian pangan di Indonesia. Dari kisaran tersebut, sekitar 18 juta orang kemungkinan terlibat dalam kegiatan pertanian padi.
Dari berbagai permasalahan yang dihadapi subak tentunya mahasiswa sebagai agen perubahan juga harus berperan aktif menyikapi permasalahan yang dihadapi subak, bukan hanya membiarkan subak dan pemerintah itu berusaha sendiri. Mahasiswa dalam melakukan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat harus yang berkaitan dengan upaya pelestarian subak.
Hal awal yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah belajar tentang subak itu sendiri. Dengan mengetahui tentang apa itu subak dengan segala keunggulan yang dimilikinya, maka generasi muda akan memiliki rasa memiliki. Jika rasa memiliki itu telah muncul, tanpa harus dipaksa maka generasi muda akan sadar dan mau menjaga kelestarian subak. Selain itu apabila mahasiswa memiliki kompetensi yang baik mengenai subak maka mahasiswa bisa membagi pengetahuan yang dimilinya pada saat melaksanakan pengabdian masyarakat. Disini yang ingin saya tekankan adalah pemberdayaan museum subak.
Mengapa museum subak? Menurut saya ketika rasa peduli yang sangat kurang dari generasi muda terhadap keberadaan subak terjadi karena mereka kurang tertarik terhadap subak. Karena biasanya subak hanya dipelajari segelintir orang dalam kegiatan belajar mengajar saja. Sehingga diperlukan metode lain agar generasi muda tertarik. Sesuai dengan definisi bahwa museum merupakan tempat pelestarian kebudayaan, maka museum subak juga harus dilestarikan. Pelestarian museum subak bisa dimulai dari pemberdayaan museum subak.
Program saya adalah melaksanakan “AGRICULTOUR”. Ini merupakan kegiatan dengan konsep melali sambil melajah yang diikuti oleh mahasiswa Fakultas Pertanian. Kegiatan ini dilaksanakan secara berbayar, ataupun bisa digantikan dengan sumbangan sukarela pada museum atau subak. Kegiatan ini diawali dengan kunjungan ke museum subak. Disana generasi muda bisa mempelajari sejarah perkembangan subak.
Kemudian akan dilanjutkan pada kunjungan langsung ke subak itu sendiri. Mahasiswa bisa berinteraksi langsung dengan petani subak pada kunjungan ini. Sehingga mereka bisa saling berbagi ilmu dan meningkatkan kepeduliannya terhadap subak. Selanjutnya baru target peserta kegiatan ini akan diperluas, yaitu menyasar generasi muda pada umumnya. Dengan meningkatnya kunjungan di museum, maka kepedulian terhadap subak juga meningkat. Namun dalam pelaksanaan kunjungan seperti ini, tentunya harus didukung dengan fasilitas yang ada pada museum subak. Maka dari itu perlu adanya kerjasama dengan dinas pertanian dalam rangka meningkatkan fasilitas museum agar lebih optimal. Infrastruktur yang baik dari museum juga meningkatkan minat generasi muda untuk mengunjungi museum.
[caption caption="Mahasiswa cuma bisa berusaha dan bermimpi, cukup jadi manusia yang tidak mengingkari komitmennya. "][/caption]
Dampak awal yang terasa dari pemberdayaan museum subak adalah peningkatan kunjungan wisatawan pada museum subak. Selanjutnya petani subak bisa memberdayakan dirinya sebagai upaya mendukung semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke subak pula, seperti menjual produknya ke wisatawan langsung, sehingga semakin banyak elemen masyarakat yang peduli terhadap subak. Dengan demikian kelestarian subak bisa dijaga dengan usaha bersama oleh pemerintah dan generasi muda dalam memberdayaan museum subak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H