Mohon tunggu...
Mad Solihin
Mad Solihin Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang anak negeri yang mempunyai keinginan untuk berbagi melalui rangakain kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Apa Guna Sekolah ?

2 Mei 2015   13:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:27 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selamat Hari Pendidikan Nasional. Sabtu, 2 Mei 2015.
Tanggal 2 Mei adalah tanggal dimana salah seorang tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara dilahirkan. Ialah tokoh yang pada zaman Belanda memperjuangkan pendidikan, dimana tidak hanya anak orang Belanda atau pribumi bangsawan yang mengenyam pendidikan, namun pribumi yang berasal dari rakyat biasa juga bisa merasakan pendidikan. Lembaga yang beliau perjuangkan adalah Perguruan Taman Siswa. Sehingga pantaslah kiranya beliau mendapatkan penghargaan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia sekaligus tanggal kelahirannya diperinagati sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.
Pahamkah kita dengan Hardiknas ?
Setiap moment atau tanggal-tanggal yang bersejarah di Indonesia, selalu diperingati yang salah satunya adalah Hardiknas seperti sekarang ini. Ada perayaan upacara, demo, lomba dan lain sebagainya yang kesemua itu di ekspos di media. Bahkan yang terkecil adalah ucapan “Selamat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)” menjamur di berbagai sosmed, seperti fb, twitter, bbm dsb. Namun dibalik menjamurnya ucapan tersebut, seberapa pahamkah mereka dengan yang mereka ucapkan atau setidaknya pahamkah mereka dengan ruh Hardiknas tersebut. Sehingga sebagai awalan pada tulisan ini, saya sedikit bernostalgia dengan sejarah kenapa ada Hardiknas.
Menciptakan lulusan bermental Buruh ?
Entah benar atau tidak, bahwa pendidikan yang ada saat ini banyak menciptakan lulusan yang bermental buruh. Mereka yang sudah lulus sekolah akan berlomba-lomba mencari pekerjaan pada perusahaan-perusahaan besar yang kebanyakan milik orang asing. Sehingga jika boleh dikata, mereka menjadi budak di negeri sendiri, menjadi pembantu di rumah sendiri. Bukankah ini menjadi keprihatian tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Mungkin masa sekolah adalah masa yang mengasyikan, berangkat sekolah bertemu dengan teman, duduk manis ketika pelajaran, yang mau mencatat silahkan yang tidak juga tidak masalah. Sehingga selama 6 tahun di SD entah ketrampilan apa yang di dapat? Begitupun ketika di tingkat SLTP atau SLTA, seolah masa 3 tahun atau 6 tahun, pengetahuan yang didapat masih samar-samar. Jika diibaratkan dengan buah, kita hanya sampai pada kulitnya saja. Akibatnya ketika lulus, mereka bingung apa yang akan mereka perbuat?
Inilah yang menjadi unek-unek pikiran saya selama ini. Berdasarkan pengalaman dari teman-teman dekat, mereka yang lulus SMK pada akhirnya merantau ke Kalimantan, bekerja sebagai buruh pabrik kelapa sawit. Dan itu tidak sesuai dengan apa yang mereka pelajari selama 3 tahun di sekolah. Atau menjadi buruh di Pabrik Kayu Lapis. Terus apa guna sekolah ? Padahal sekolah sejatinya adalah masa-masa persiapan menghadapi kehidupan di dunia nyata atau masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun