Mohon tunggu...
Madonna Yosepin Rosianta
Madonna Yosepin Rosianta Mohon Tunggu... -

Student at university of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ulang Tahun BPJS Dirayakan dengan Fraud yang Semakin Merajalela

2 Januari 2015   06:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BPJS telah berlangsung selama satu tahun di Indonesia. Tepat tanggal 1 Januari 2014, Pemerintah mengumandangkan mengaktifkan BPJS Kesehatan untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia tetapi benarkah Badan Usaha Milik Negara tersebut tidak mengalami kecurangan? Mari kita lihat pada kenyataanya.

Fraud dilakukan dengan cara melakukan penipuan yaitu melakukan kesalahan untuk mendapatkan keuntungan atas kerugian pihak lain. Fraud atau kecurangan pada pelayanan kesehatan mengakibatkan melambungnya biaya kesehatan baik di sektor pelayanan pemerintah atau swasta. Kecurangan pelayanan kesehatan dilakukan semua sektor pelayanan kesehatan mulai dari peserta BPJS, provider atau fasilitas pelayanan kesehatan, hingga melibatkan BPJS Kesehatan. Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya peningkatan fraud pelayanan kesehatan antaralain;



  • Adanya persepsi BPJS terlalu murah membayarkan besaran klaim INA CBG kepada pelayanan kesehatan sehingga membuat pelayanan kesehatan meningkatkan biaya fasilitas kesehatan yang harus dibayar oleh pihak BPJS,


  • Belum adanya campur tanggan kekuatan hukum seperti KPK untuk mengawasi dan menindak apabila ada kecurangan,


  • Adanya mental 'mencari keuntungan ekonomi' di pelayanan kesehatan.

Apa saja kecurangan tersebut?

Fraud di sektor peserta, sulitnya mengurus kepesertaan dikarenakan antrean pengajuan keanggotaan BPJS membuat calon peserta menggunakan jasa calo BPJS. Di kantor tempat pembuatan kepesertaan BPJS banyak calo untuk mempermudahkan pembuatan kepesertaan BUMN sektor jaminan kesehatan tini. BPJS mencakupi semua jaminan kesehatan di Indonesia yang bersifat wajib diikuti WNI dan WNA yang kurang lebih enam bulan bekerja atau tinggal di Indonesia (UU No 40 tentang SJSN). Banyaknya masyarakat yang mengantre untuk mendapatkan kepesertaan dan merasa sistemasi seperti di 'ping pong'. Membuat calon peserta menyewa jasa calo untuk mengurus kepesertaan tersebut agar lebih mengefisiensikan waktu calon peserta. Tak tanggung-tanggung demi kartu peserta BPJS di tangan, mereka rela mengeluarkan uang sekitar Rp300.000 – Rp400.000 untuk membayar jasa calo, berikut penuturan Tuan O (30 tahun) di Kantor BPJS Kesehatan daerah Tangerang pada hari Kamis 18 Desember 2014. Harga yang fantastik demi mendapatkan fasilitas pemerintah yang sebenarnya bebas biaya, hanya bermodalkan ongkos transport dan fotokopi KTP dan kartu keluarga. Ada pihak lain juga yang dapat mepermudah kinerja para calo tersebut. Ya mungkin saja ini ada koordinasi dengan satpam kantor BPJS untuk mengambil nomor antrean dan pekerja BPJS penerima dokumen pembuatan kepesertaan. Siapa yang bisa memberantas keadaan riil ini? Belum ada.

Belum lagi kecurangan calo yang beredar di tempat fasilitas kesehatan. Terjadi untuk mengambil nomor antrean dan menyerahkan dokumen persyaratan penggunaan BPJS tersebut pada pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Ketika seorang diberikan surat rujukkan dari fasilitas kesehatan primer, RS Rujukan memiliki aturan main yang berbeda-beda di setiap RS Rujukan. Misalnya; RSUD Tangerang harus mendaftar 2 hari sebelum kontrol ke poli Jantung. Nah, disinilah peran calo tersebut untuk mempermudah peserta dalam mendaftarkan ke Poli tersebut.

Fraud sektor provider atau fasilitas kesehatan, ada perbedaan informasi yang antara provider kesehatan dan peserta BPJS dalam mengetahui karakteristik produk kesehatan. Kecurangan di dalam membuat diagnose penyakit pada pasien, melakukan pemeriksaan yang tidak sesuai dengan indikasi medis hingga kecurangan melakukan penagihan terhadap tindakan-tindakan medis maupun non medis yang sebenarnya tidak dilakukan. Kasus baru-baru ini, seorang pasien di RS Swasta daerah Jakarta Timur, yang mengeluh sakit leher. Awalnya pasien hanya ingin memeriksa keadaan ketidaknyamanannya di lehernya. Dalam pemeriksaan tersebut dokter menyarankan untuk dilakukan MRI untuk melihat apakah ada keterkaitan dengan kelainan di tulang belakang. Rasa sakit tersebut sering dirasakan pasien ketika selesai membaca. Pernyataan keluhan pasien tersebut telah disampaikan dengan jelas oleh pasien tetapi tetap saja dokter menyarankan untuk MRI terlebih dahulu dan membawa hasil MRI kepada dokter kembali untuk dibaca. Akhirnya, pasien melakukan yang disarankan dokter. Setelah dibaca oleh dokter tersebut jawabannya adalah tidak ada masalah dengan hasil MRI nya, peserta disarankan untuk tidak terlalu lama membaca dan membaca dengan posisi ergonomis. Apa guna dari MRI tersebut? Hanya untuk menambahkan jumlah klaim kepada BPJS atas pelayanan MRI. Perlu diketahui, sistem pembayaran fasilitas kesehatan tingkat lanjut menggunakan Sistem INA CBG yaitu besaran pembayaran klaim oleh BPJS atas layanan yang didasarkan kepada pengelompokkan diagnosa penyakit. Kejadian ini jelas merupakan fraud yang dilakukan provider. Ada lagi kasus fraud lain yang di sektor provider seperti melakukan penagihan obat dagang utuk obat generik, jumlah obat yang diberikan kepada pasien tidak sama dengan jumlah obat yang telah ditagihkan, apoteker melakukan penambahan jenis obat dan bisa juga melakukan perubahan terhadap aturan minum obat.

Fraud sektor BPJS, BPJS kesehatan adalah badan pengelola dana masyarakat satu-satunya dalam hal jaminan kesehatan. Tidak adanya transparansi dan lembaga hukum yang mengawasi pengelolaan dana masyarakat membuat kecurigaan adanya korupsi dalam pengelolaan dana operasional, potensi korupsi kepada pihak fasilitas kesehatan.

Sebuah keputusan yang dibuat oleh Pemerintah seharusnya sudah memiliki antisipasi apabila terjadinya kecurangan dalam sebuah sistem, apalagi pada Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam hal ini Jaminan Kesehatan Nasional. Tidak dengan keputusan di Indonesia, kurangnya bahkan tidak adanya terlihat pengawasan dari sektor hukum untuk mengawasi kinerja BPJS Kesehatan selaku Badan Usaha Milik Negara. Sudah banyak kecurangan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang tercium masyarakat untuk itu sudah saatnya sektor hukum membenahi kondisi fraud di segala sektor baik peserta, provider bahkan sektor BPJS Kesehatan. KPK berhak dan berkewajiban untuk mengawasi dan melakukan tindakkan apabila terjadi kecurangan.

Pembenahan mental bangsa Indonesia pun tak luput dari sorotan. Peserta menggunakan jasa calo, pihak provider mencari 'keuntungan ekonomi' pada era JKN ini hingga sektor BPJS Kesehatan yang tidak ada inisiatif untuk melakukan transparansi keuangan pengelolaan dana operasional. Kecurangan diawali dari motivasi setiap individu yang dapat mempengaruhi kelompok masyarakat. Untuk itu adanya pembenahan mental masyarakat dalam operasional era JKN harus diperbaiki dengan mulai dari diri sendiri yang mengatakkan tidak menggunakan calo dan ikut tertib dalam penggunakan pelayanan BPJS, menjalankan prosedur layanan kesehatan sesuai dengan SOP dan ilmu yang berlaku, hingga adanya inisiatif pembuatan sistem informasi nyata oleh tenaga Teknologi Informasi yang paham dan profesional (IT) yang dapat diakses masyarakat dalam penggunaan dana operasional secara detail.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun