Mohon tunggu...
Madmam Wanahya
Madmam Wanahya Mohon Tunggu... -

Kehidupan itu penuh warna, why so serious...?

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutukan Peradaban

13 April 2013   12:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:16 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia caci maki habis peradaban dengan segala sifat keji karena sudah melahirkan tablet gila yang mereka namai radio dan televisi. Ya, radio dan televisi adalah dosis ekstra tanpa henti yang memaksa manusia menjadi gila tanpa terasa.

Dalam siaran berita ia mendengar kabar tentang pemberontakan kaum revolusioner miskin yang ingin merebut kembali wilayahnya. Dengan penuh semangat ia ikuti berita itu. Sekarang mereka telah merajalela ke daerah-daerah. Janji Tuhan seolah telah menjadi kenyataan. Ia putar gelombang radio ke setiap saluran. Ada lagu-lagu perjuangan, pidato-pidato, dan dialog-dialog. Jemarinya bergerak riang.

Ia berlaih ke pesawat televisi. Ia tekan tombol remot ke satu saluran. Seorang penyiar sedang berbicara dengan penuh semangat. Terlihat juga kerumunan orang banyak. Suasana berita sangat menyita perhatian. Penyiar mengalihkan laporan kepada seorang pemimpin yang sedang berpidato mengajak rakyat untuk menjadi sukarelawan perlawanan yang sudah semakit dekat. Terdengar suara peluit. Ia gemetar takut kalau saja rakyat menolak ajakan pemimpin revolusi tersebut.

Ia lebih mendekat ke pesawat televisi. Ia sangat terkejut saat penyiar tiba-tiba menyampaikan berita pertandiangan sepak bola di sebuah stadion. Ia menduga berita tentang pemberontakan belum tiba waktunya. Mungkin harus menunggu barang satu jam lagi karena berita biasanya disiarkan tepat jam sepuluh.

Jam menunjukan angka sepuluh. Penyiar membacakan berita pertama tentang pemberontakan. Dengan penuh semangat penyiar membacakan berita itu. Intonasinya terasa kuat dan tajam. Ia gemetar ketakutan. Akhirnya berita tentang negaranya dimulai. Sebentar lagi sang pemimpin akan muncul seperti biasa untuk menyampaikan pidato yang berapi-api. Kali ini keringat akan lebih banyak bercucuran dari pada sebelumnya, dan memang harus seperti itu.

Di akhir berita, penyiar memberitahukan akan bergabung dengan stasiun asing untuk menyiarkan kembali pertandingan bola yang sedang berlangsung di lapangan kebebasan. Ia tak putus asa, mungkin penyiar itu kurang lihai mengatur acara, karena program televisi di negaranya diatur sedemikian rupa oleh pihak stasiun asing. Atau mungkin juga hal itu dilakukan untuk persiapan kemunculan sang pemimpin, dan tentunya ini membutuhkan cukup waktu.

Ia masih menonton pertandingan bola. Imajinasinya melanyang-layang. Lapangan berubah menjadi medan perang. Para pemain menjadi bala tentara. Sedangkan wasitnya adalah penyiar yang tak punya tongkat Musa yang bisa menjatuhkan puluhan pesawat dengan santai dari jarak kejauhan. Petualangan imajinasinya tak lama. Pertandingan telah usai. Dan penyiar mengabarkan bahwa program wawancara dengan sang pemimpin akan segera dimulai.

Ia senang, prasangkanya benar. Zaman yang ia alami mampu melahirkan para pahlawan setelah begitu lama dilanda keguguran yang menyebabkan janin-janin memburuk dan mati. Ia membenarkan posisi duduk walau masih saja terasa tak tenang. Sang pemimpin muncul tidak mengenakan pakaian medan perang seperti yang dikira, namun memakai kemeja sutra dipadu dengan jas mewah nan rapih. Harum parfum begitu menyengat sampai-sampai layar televisi sobek dan harum baunya sampai tercium. Ia bersin dan mengosok-gosok kedua matanya.  Ia sangat terkejut melihat layar televisi karena sang pemimpin sedang dalam pertemuan penting dengan dua penari wanita yang tersohor dengan keindahan ini dan itu.

Ia melompat ke arah televisi lalu dimatikan. Ia gusar. Televisi itu ia lempar dengan sepatu bot. Ia ludahi layarnya. Sedang sang pemimpin tetap santai dalam acaranya. Istrinya cepat-cepat menghampiri dan mendekapnya. Tetapi sang suami malah mendorongnya. Sang istri pun lari ke jalan meminta pertotolongan kepada para tetangga. Mereka dengan segera datang menyaksikan aib dan cela.

Ia mencaci dan memaki, bukan pada sang pemimpin, dan tuhan mengetahui itu. Tapi ia mencaci peradaban juga memaki kehidupan. Akhirnya Mereka membawanya ke rumah sakit jiwa. Kemudian dokter memeriksanya dan menulis di secarik keratas: gila staduim tinggi, harus dikurung beberapa saat!

Ia pun ditahan untuk sementara waktu. Sementara adalah rentang waktu yang aneh karena bisa pasang-surut. Dan sementara yang harus dijalaninya adalah seperti yang telah aku sampaikan di atas. Adapun sang istri, oleh para kerabatnya ia dituduh telah melakukan konspirasi. Kata konspirasi adalah istilah yang lebih populer dari pada roti. Mereka bilang kalau istrinya punya hubungan gelap dengan seorang tetangganya. Juga ingin menguasai kekayaan dan televisi suaminya. Kemudian mereka mengusir sang istri dari rumah. Sang istri menerima dan membenarkan tuduhan itu karena sering mendengar, walaupun ia sendiri tidak tahu tetangga mana yang punya hubungan khusus dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun