Mohon tunggu...
Rachmadi
Rachmadi Mohon Tunggu... Administrasi - Sarjana Ekonomi yang sekarang bekerja di bidang Administrasi dan Keuangan

Menulis dan Bercerita

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Beralih ke "E-Commerce"

10 Desember 2017   15:14 Diperbarui: 10 Desember 2017   19:33 2119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah satu tahun terakhir ini, Indonesia dilanda permasalahan tutupnya toko ritel. Dari awal tahun 2017, sudah terlihat penurunan daya beli masyarakat yang membuat para pengusaha ritel panik bukan kepalang. Berbagai statement bermunculan ke publik terkait situasi ini. Ketua Umum Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia ) Roy Nicholas Mandey pernah menyebutkan, terjadinya permasalahan ini diakibatkan oleh beberapa pemicu diantaranya perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) februari lalu yang membuat masyarakat cenderung menahan diri untuk berbelanja.

Program amnesty pajak juga dianggap sebagai penyebab, menurutnya masyarakat sedikit lebih enggan untuk berbelanja lantaran pemerintah tengah gencar-gencar nya menuntut kepatuhan bayar pajak oleh masyarakat. Lalu ada juga yang berinterprestasi bahwa, penyebab tutupnya beberapa gerai ritel di Indonesia adalah persaingan di dunia ritel yang kian ketat. Wajar kalau banyak toko ritel yang tereliminasi, ini adalah proses persaingan. Begitu ungkapan Kartika Wirjoatmodjo selaku Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Benarkah seperti itu? Setiap orang mungkin bisa saja menyampaikan pandangannya masing-masing terkait permasalahan ini. Tetapi saya sendiri dan tentunya kita semua selaku konsumen, yang juga memperhatikan hal ini mencurigai bahwa ada figur maya dibalik semua ini. Mengapa dikatakan maya, karena sosok tersebut tidak nampak secara fisik namun keberadaannya bisa kita rasakan.

E-commerce atau perdagangan elektronik disebut-sebut sebagai pemicu beralihnya pola konsumsi masyarakat dari berbelanja secara tradisional, begitu saya menyebutnya kepada belanja online. Saya pikir, bukanlah suatu hal yang salah jika toko ritel merasa kehilangan pelanggannya. Kalau tidak ada lagi pelanggan, berarti tidak ada yang beli, maka dari itu satu persatu gerai ritel tutup. Tercatat, Matahari Departement store, Lotus Departement Store dan bahkan sekelas Sevent-Eleven pun harus rela menutup usaha ritelnya.

Ya, pada kenyataanya, belanja online ini sudah merubah gaya hidup masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Mulai dari belanja pakaian, makanan dan minuman sampai kepada pemesan tiket pesawat dan kamar hotel pun sudah online. Hanya diperlukan smartphone yang didukung dengan koneksi internet, maka setiap orang sudah bisa melakukan kegiatan berbelanja dengan mudah dan menyenangkan.

ilustrasi-belanja-online-istock-jpg-5a2d06b25e137344042900f2.jpg
ilustrasi-belanja-online-istock-jpg-5a2d06b25e137344042900f2.jpg
Saya bisa katakan belanja online itu sangat mudah dan menyenangkan karena kita bisa melakukannya kapan dan dimana saja. Baru bangun tidur? Buka smartphone lalu masuk ke toko-toko yang disediakan seperti Lazada, Bukalapak, Blibli dan sebaginya. Masuknya hanya melalui smartphone tadi ya, bukan masuk dari pintu ke pintu. Ternyata ada satu barang yang memikat hati, dan tak kuasa menahan keinginan sehingga barang tersebut pun dipesan. Hanya sesuaikan harganya saja, kalau cocok tinggal klik. Semudah itu, luar biasa bukan?

Mengenai belanja online, tentunya masing-masing dari kita sudah punya pengalaman tersendiri untuk hal itu jadi  semua manfaat dari belanja online ini sudah pernah kita rasakan secara langsung. Tetapi pernahkan terbayang difikiran kita kalau suatu saat semua kegiatan belanja yang kita lakukan sudah beralih ke digital alias online secara keseluruhan? Mungkin kalau melihat kebiasaan masyarakat saat ini, bukan tidak mungkin yang saya katakana tadi bisa terjadi.

Sebenarnya apa sih e-commerce itu? E-commerce atau perdagangan elektronik merupakan penyebaran, pembelian, penjualan serta pemasaran barang atau jasa melalui sistem elektronik yang terhubung dengan jaringan internet. E-commerce sendiri pertama kali dijalankan di Amerika seiring dengan kemunculan internet sekitar tahun 1969. Sedangkan di Indonesia, e-commerce mulai terdengar sejak kemunculan penyedia internet pertama sekali yaitu pada tahun 1990-an.

Kita tentu sudah kenal dengan situs seperti kaskus dan Tokobagus (sekarang OLX), merekalah yang bisa dikatakan sebagai generasi pertama dalam dunia e-commerce. Kaskus ini didirikan pada tahun 1999 oleh Andrew Darwis. Sedangkan OLX dulunya bernama Tokobagus dan dicetuskan oleh dua orang pemuda asal Belanda yaitu Arnold Sebastian Egg dan Remco Lupker pada tahun 2005. 

Ternyata e-commerce ini sesuatu yang sangat bervariasi sekali dari jenis atau modelnya. Walaupun yang biasa dan setiap hari kita dengar adalah seperti kegiatan belanja online. Jadi pihak yang menjual dan membeli dipertemukan dalam sebuah platform dari pihak ketiga. Contohnya seperti Lazada, Blibli, Shopee dan apalah itu namanya, pembaca sekalian pasti sudah hafal sendiri. 

Beralih ke E-Commerce

Setelah E-commerce masuk ke Indonesia dan perlahan mulai menggantikan toko fisik dengan toko online, ada banyak pihak yang sedikit merasa dirugikan. Tentu saja mereka adalah pengusaha ritel. Setelah perdagangan online tumbuh, maka mereduplah usaha ritel mereka. Dalam pandangan saya pribadi, ini bukanlah soal siapa yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan, namun ini soal siapa yang bisa bertahan dan siapa yang tidak bisa bertahan. Mengapa demikian?

803-ritel-x9a1g4-5a2d2939caf7db57255d31e2.jpg
803-ritel-x9a1g4-5a2d2939caf7db57255d31e2.jpg
Kalau berbicara mengenai e-commerce, maka erat kaitannya dengan tekhnologi digital. Ya, tepat sekali bahwa segala sesuatu yang dulunya dikerjakan dengan manual sekarang sudah di digitalisasikan. Contohnya banyak sekali, tak hanya belanja online tapi transportasi pun sudah berbasis online.

Gojek misalnya, transportasi online ini telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 2011 setelah Nadiem Makarin dengan satu orang lagi temannya melihat bahwa kebiasaan operasi dari tukang ojek pangkalan yang hanya berdiam menunggu penumpang dipangkalan tidaklah begitu efektif. Muncullah ide dalam menciptakan inovasi untuk membuat cara operasi tukang ojek ini menjadi lebih tepat sasaran yakni menghubungkan si tukang ojek dengan penumpangnya melalui koneksi internet.

Menakjubkan, sekarang  ojek online sudah mengalahkan ojek pangkalan. Terus bagaimana? Apakah si tukang ojek pangkalan harus  melakukan protes  gara-gara pekerjaan mereka diambil alih? Saya kira itu bukanlah solusi  yang tepat karena hanya akan menimbulkan keributan dan permasalahan baru di  negara kita. Negara kita ini kan memang sudah kaya dengan bermacam masalah, jadi tidak usah ditambah lagi permasalahannya.

Beralih atau berpindah kepada ojek online saya pikir adalah jalan keluar yang tepat. Saat ini, tekhnologi sudah sangat maju, dan kemajuan tekhnologi tersebut tidak dapat dibendung. Mau tidak mau, setiap dari kita dituntut untuk ikut dan masuk kedalamnya agar tidak digilas oleh zaman. 'Zaman now' dengan 'zaman old' itu berbeda, jika kita tidak cepat dalam melihat  perubahan zaman maka bukan tidak mungkin kita akan dikalahkan oleh perubahan zaman tersebut.

Begitu pula dengan pedagang atau pengusaha toko ritel. Dengan mengikuti tren perdagangan saat ini yaitu perdagangan online, saya kira ini akan membuat para pengusaha itu dapat bertahan dan berdaptasi dengan kondisi yang sekarang. Beralih ke toko maya atau toko online adalah solusi yang sangat tepat. Kenapa tidak? Jika mengkaji kelebihan dari toko online itu sendiri, pastinya akan sangat menggiurkan, bukankah demikian?.

Dengan membuka toko online akan menghemat biaya operasional perusahaan. Perusahaan ritel tidak lagi harus memikirkan biaya sewa tempat di mall yang harganya selangit. Kemudian biaya untuk menggaji pegawai juga dapat ditekan karena usaha online ini menggunakan lebih sedikit pegawai. Usaha toko online, tidak terikat dengan waktu dan tempat. Bisa dijalankan dimana saja dan kapan saja.

Dengan beralih ke toko onlie juga akan mempertahankan eksistensi si pengusah ritel dan terbebas dari ancaman ketertinggalan oleh  tekhnologi digital. Ibarat seorang penjelajah dunia, dia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar dimanapun dia singgah. Begitupula dengan dunia usaha, adaptasi diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan kelagsungan hidup tentunya.

Untuk itu kita dituntut agar dapat membaca setiap perubahan yang terjadi dengan sangat cepat agar tidak tenggelam dengan zaman dan perkembangan tekhnologi. Mulailah beralih kepada perdagangan elektronik atau e-commerce sebagai generasi baru perdagangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun