Mohon tunggu...
Madi Hakim
Madi Hakim Mohon Tunggu... -

Belajar tentang hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pentingnya Sumber Pertama dalam Islam

16 Oktober 2009   06:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35 1797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah diskusi saya dengan kawan asal Palestina, saya bercerita tentang bagaimana beragamnya Islam di Indonesia. Terutama sekali tentang berbagai amalan-amalan yang banyak dilakukan Umat Islam Indonesia, tetapi amalan tersebut tidak diketahui dasarnya, ataupun dasar hukumnya masih diperdebatkan. Kawan Palestina tersebut berkomentar, mungkin saja ada berbagai pemahaman, karena jarak yang cukup jauh antara Sumber Islam di Timur Tengah dengan Indonesia. Jadi saat kedatangan Islam pertama kali di Indonesia dulu, ada kemungkinan terjadi distorsi pemahaman dari para penyebarnya, karena sudah melalui estafet penyebaran yang cukup panjang. Kita biasa mengalami, saat kita meminta si Fulan melakukan sesuatu, tetapi melalui estafet pesan yang cukup panjang, lewat si A, B, C, dan seterusnya, saat sampai ke Fulan isi pesannya sudah beda denganpesan awal kita.  Selain itu, distorsi pemahaman juga mungkin terjadi di kalangan penganut Islam yang pertama di Indonesia, karena tingkat pemahaman yang berbeda-beda.

Kesempatan lain, saya diskusi dengan kawan Indonesia sendiri. Dia berkomentar betapa sederhana dan praktisnya Islam di Qatar sini, tidak se-neko-neko di Indonesia. Di Indonesia, kata kawan tadi, banyak sekali ritual yang harus dilakukan, terutama saat kelahiran anak dan kematian. Sementara di Qatar sini, ritualnya ya seperlunya saja, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululloh SAW. Dengan sedikit jokes kawan ini bercerita, di Indonesia banyak sekali hantu, ada hantu pocong, kuntilanak, hantu jadi-jadian, yang semuanya dihubungkan dengan orang yang sudah mati. Sementara di Qatar sini, orang mati-ya mati, khalas, tidak ada lagi urusan dengan dunia.Sehingga orang jalan sendirian di tengah malam, tidak perlu takut dengan hantu, karena hantu dan tempat angker, tidak dikenal dalam kamus masyarakat Qatar.
Saya kemudian jadi berpikir, betapa pentingnya sumber pertama, terutama dalam kita berIslam. Kita semua meyakini, bahwa Islamlah Din, aturan/pedoman hidup yang hakiki, yang  akan menyelamatkan kita di
Dunia dan Akhirat kelak.

Tapi kemudian muncul pertanyaan, Islam yang seperti apa yang akan menyelamatkan kita ? Karena itu tadi, ada banyak sekali pemahaman Islam di Indonesia. Islam di Indonesia, sebagian sudah terkontaminasi oleh budaya Hindu-Budha, yaitu budaya yang lebih dulu ada sebelum Islam. Selain itu, kondisi psikologis masyarakat kita yang senang dengan berbagai ritual, menyebabkan menjamurnya amalan-amalan Bid'ah, dan disepelekannya amalan-amalan Sunnah. Dalam urusan kematian misalnya, masyarakat kita akan hormat kepada mereka yang melakukan ritual 7 hari, 40, 100, hingga 1000 hari, atau bahkan melakukan khaul (ulang tahun) kematian.

Padahal ini memerlukan biaya yang cukup besar, tapi tidak ada dasar hukumnya  sama sekali dalam Islam. Bahkan mungkin ritual seperti ini hanya ada di Indonesia. Sementara mereka yang mengikuti Sunnah Rasululloh SAW dengan tidak banyak melakukan ritual kematian, dan lebih banyak menjaga nama baik orang yang meninggal, dianggap tidak peduli dan tidak sayang kepada yang meninggal tadi.

Dalam sebuah hadits yang sudah terkenal Rasululloh SAW besabda : "Maka jagalah oleh kalian Sunnahku, dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku." Dalam riwayat lain, ketika seorang sahabat meminta nasehat, berapa lama harus mengkhatamkan Al-Qur'an ? Rasululloh SAW memberi waktu satu bulan. Sahabat tadi menawar untuk lebih cepat lagi, hingga akhirnya Rasululloh SAW meminta menghatamkan dalam tiga hari, tidak boleh kurang.

Dikemudian hari, saat sahabat ini sudah tua, beliau merasa kewalahan untuk mengkhatamkan Qur'an dalam 3 hari. Para Sahabat ini jauh berbeda dengan kita, jika sudah berkomitmen, mereka akan menjaganya hingga akhir hayat.  Sementara kebanyakan kita lebih suka melakukan excuses, mencari-cari alasan untuk mangkir. Demikianlah, Sunnah-sunnah itu sangat banyak, jika kita benar-benar akan mengamalkannya, tidak sempat melakukan amalan Bid'ah.

Kembali ke sumber awal Islam. Karena Islam dilahirkan di Timur Tengah, maka Islam yang benar, yang sesuai dengan tuntunan Rasululloh SAW tentu yang berasal dari Timur Tengah. Rasululloh SAW, para Sahabat, dan Ulama-ulama terdahulu sudah membukukan ajaran Islam yang benar, dan buku-buku tersebut banyak terdapat di Timur Tengah sini. Karena itu, sangat penting bagi kita untuk mempelajari Islam dari Sumber Pertamanya, untuk menghindarkan kita dari distorsi pemahaman, ataupun menyelamatkan kita dari berbagai amalan Bid'ah yang dilakukan masyarakat kebanyakan.

Disamping itu, masyarakat Timur Tengah sendiri memiliki kelebihan lain dari kita, masyarakat Indonesia. Saat Islam dikenalkan Rasululloh SAW dan para Sahabat, Islam kemudian menghapus semua tradisi jahiliyah yang menjadi ritual umat-umat terdahulu. Sehingga tradisi yang terjadi saat itu adalah tradisi Islam, budaya Islam, yang akhirnya menjadi budaya turun temurun. Jadi, meskipun secara pemahaman Islam masyarakat sini dibawah pemahaman kita, secara tradisi mereka sudah menjadikan Islam sebagai tradisi turun temurun.

Kaum Hawa disini mungkin tidak begitu paham tentang keutamaan Hijab, namun karena tradisi mereka berhijab, maka setiap muslimah, baik paham atau tidak, mereka menggunakan hijab saat keluar rumah. Sedangkan kita, Islam datang di Indonesia tidak serta merta menghapus tradisi terdahulu, yaitu tradisi Hindu-Budha.  Sehingga sangat mungkin keislaman kita tercampuri oleh tradisi Hindu-Budha, yang bisa
menjerumuskan kita kepada amalan Bid'ah bahkan Kesyirikan, na'udzubillah.

Tinggal sekarang bagaimana kita, Umat Islam Indonesia, secara psikologis menerima seluruh ajaran Islam, sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an dan Summah Rasululloh SAW. Tidak mudah memang, karena kita harus melawan tradisi yang sudah turun-temurun selama berabad-abad. Dan bukan tradisi masyarakat Indonesia melakukan pembaruan secara revolusioner.

Penjajahan selama lebih dari 350 tahun adalah contoh, bahwa orang-orang yang bersikap revolusioner, yang ingin melakukan perubahan terhadap tradisi yang ada dimasyarakat, kurang mendapat tempat di masyarakat kita. Tetapi jangan sampai kita mengikuti tradisi turun-temurun  yang tidak berdasar, seperti yang disinyalir oleh Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 170 : "Dan apabila dikatakan kepada mereka 'Ikutlah kamu kepada apa yang telah diturunkan Alloh' , mereka menjawab, (Tidak!)kami hanya mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya). Padahal, nenek moyang mereka tidakmengetahui apapun, dan tidak mendapat petunjuk "
Wallohua'lam bish showab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun