Mohon tunggu...
Muhammad Adhien
Muhammad Adhien Mohon Tunggu... Lainnya - Amann

Anak desa yang dituntut untuk mengirim pesan rakyat lapisan bawah kepada yang berkuasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Al Quran atau Pancasila, Bung?

9 Juni 2021   11:32 Diperbarui: 9 Juni 2021   16:39 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ditengah krisis ekonomi dan tantangan untuk menuju pemulihan, bangsa ini dikejutkan oleh langkah KPK dalam meruncingkan jiwa pemberantas korupsi di Indonesia ini dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dimana salah satu  didalamnya terdapat pertanyaan untuk memilih salah satu dari Al-Quran atau pancasila?

Perlu kita ketahui kesesuaian antara Pancasila dengan agama, selalu dipersoalkan oleh kalangan Nasionalis Sekuler. Polarisasi antara pendukung Pancasila dan yang dianggap berseberangan dengan Pancasila, akhir-akhir ini menjadi momok yang sangat mematikan bagi pola pikir bangsa. Pancasila merupakan alat kekuasaan untuk menekan kelompok lain yang dianggap anti Pancasila. Mereka menganggap bahwa kelompoknya yang Pancasilais sedangkan yang lain tidak.

Sangat bias ketika sebetulnya siapa yang dianggap Pancasilais dan tidak. Namun bisikan kecurigaan jelas diarahkan kepada mereka yang dianggap oleh mereka loyalitas keislamannya sangat kuat. Semisal Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Terbukti kedua ormas ini sedang mendapat sorotan, yang satu sudah dibubarkan yang satunya lagi masih dalam proses. Standar penilaian ormas atau kelompok yang tidak Pancasilais pun tidak jelas. 

Dari mana mereka mengklaim bahwa kelompok tersebut anti Pancasila, dan dari mana juga pihak yang mengganggap dirinya Pancasilais menilai dirinya sendiri. Siapa yang berhak menilai itu semua sehingga bisa dijadikan acuan bersama. Pemerintah akhirnya membentuk BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), dengan tujuan lembaga inilah yang ditunjuk menjadi polisi Pancasila namun terkadang kamipun belum paham apa yang mereka jaga dari isi kandungan Pancasila itu sendiri.

Dikarenakan kelompok beragama yang dianggap anti Pancasila, maka perlu throwback kembali bahwa Pancasila tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam khususnya Al-Qur’an. Penjelasan tentang masalah ini sebetulnya sudah selesai dibahas oleh Natsir baik dalam pidatonya maupun catatan- catatannya yang tersebar di Koran maupun majalah. Natsir menyatakan bahwa tidak mungkin para perumus Pancasila membuat rumusan yang bertentangan dengan ajaran agamanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perdebatan mengenai penting mana antara pancasila dengan Al Qur’an , sehingga Pancasila menjadi ideologi Negara, merupakan bantahan kepada pihak lain yang ingin membawa Negara indonesia ini ke suasana antagonisme. Al-Quran yang mana merupakan Kitab Suci Umat Islam selalu dibenturkan dengan Pancasila. 

Di dalamnya tidak ada keselarasan bahkan cenderung menggerus nilai-nilai Pancasila tersebut. Upaya untuk mempertentangkan antara Pancasila dengan Islam, jelas adalah sebuah asumsi belaka. Di bawah naungan Al-Qur’an, Pancasila akan hidup subur. Satu dengan yang lain tidak apriori bertentangan tetapi tidak pula identik.

Menurut Deliar Noer, Pandangan Natsir mengenai Pancasila yang dikaitkan dengan Al-Qur’an, bahkan tafsir silanya pun dikorelasikan dengan ayat Al-Qur’an. Merupakan upaya untuk mencounter para Nasionalis Sekuler yang melegitimasi Pancasila sesuai dengan pandangan mereka. Inilah yang membuat Natsir harus mempreteli kembali bahwa Pancasila sebetulnya sehaluan dengan ajaran Islam dan tidak bertentangan (Muhammad Natsir, 2019).
 
Nampaknua kita lupa bahwa konsep bangsa dalam bernegara adalah kekuasaan berada di tangan rakyat, permasalahan seperti ini yang dianggap kita remeh malah justru ini akan menyebabkan perpecahan secara continue ketika kita tidak bisa menganalisis Epistimologi Manusia dalam Konstitusi di Indonesia

Mari kita urai persoalan teknis filsafat atas problem konsep manusia dalam konstitusi

Kami ingin menawarkan 3 analisis Diantaranya

1. Analisis Ma’qulat (nalar)
Ketika status ontologi manusia telah selesai dan sudah sangat jelas keberadaan dengan realitas maka secara tidak langsung konsep manusia dan bangsa sudah memiliki rujukan realitasnya. Kita perlu tahu bahwa manusia dan bangsa konstitusi bersifat konkret dan bersandar pada kenyataan hidup, tapi tanpa kita sadari hubungan antara naskah konstitusi dan Al-Qur’an dengan keadaan dan kenyataan yang terjadi sering mengalami hambatan yang dinamis. 

Proposisi yang sering muncul adalah siapakah itu pancasilais? Siapakah itu taliban? Apa itu islam radikal? Apa itu kafir ? Dan lain-lain. Hal ini dapat kita temukan dengan analisis ma’qulat awali dengan membiasakan mengolah suatu objek yang dikenali terkait karakter dari objek itu sendiri. Selanjutnya kita menggunakan maqulat tsani sebagai sarana untuk memahami secara mendalam bahwa objek yang kita pahami tidak selalu relevan dengan keadaan realitas luaran yang ada.

2. Analisis Kulli musyakikk (penepatan suatu tertentu) kulli mutawati (universal univokal)
Di analisis ini kita diajak untuk membahas dan meresapi setiap beberapa objek yang memiliki kualitas dan parameter untuk melihat hubungan yang bersifat kurang atau lebih (Kulli musyakikk). Manusia masuk dalam universal univokal (kulli mutawati) karna ketika diterapkan pada setiap individu, maknanya tetap sama dan tidak berubah.

Ketika kulli musyakikk mengambil peran dalam masalah ini seyognyanya kita paham apa yang di maksud dengan manusia pancasilais atau manusia yang radikal. Selalu kita mempermasalahakan penampilan manusia di bangsa ini yang bersifat dhohir (jenggotan, cingkrang, berpakaian sexy, dll) seharusnya kita harus terbuka tidak mengatur dan mencela setiap pilihan yang mempunyai dasar pertimbangan. 

Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia  dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketika diksi “bangsa” diterapkan berbagai individu dalam hal kebangsaannya maka tidak ada yang kurang dan lebih tingkat kebangsaan satu sama lain.

3. Analisis I’tibari
i'tibari diartikan dengan majazi. Ia dipahami sebagai sesuatu yang bersifat konseptual. Menginat konstitusi RI bersifat temporal dan spasial Indonesia maka soal i’tibari berikutnya adalah bersifat argumentasi epistimologi sehingga berbagai konsep manusia dicari dalam konteks konsesnsus keindonesiaannya. Salah satu contohnya adalah paea perumus perubahan UUD 1945 menetapkan 5 butir kesepakatan yaitu:

1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
2. Tetap mempertahankan NKRI
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
4. Meniadakan pasal normatif dalam UUD 1945
5. Melakukan perubahan dengan cara addendum

Peran I’tibari sangat oposisi biner dalam melihat 2 pusaka ini yaitu Al-Qur’an dan Pancasila manamungkin kira disuruh memilih 1 dari 2 sandaran konseptual yang memiliki hubungan ? Maka ketika konstitusi dan Alquran menjadi menarik mengingat seluruh persoalan konsep manusia dalam konstitusi dapat dipastikan bersifat I’tibari

Maka dengan adanya tulisan ini menjadi refleksi kita bersama. Disesuaikan atau tidak antara Pancasila dengan Al-Qur’an, tentu saja tidak akan sesuai. Karena Pancasila adalah hasil olah pikir manusia, sedangkan Al-Qur’an adalah wahyu Illahi. Pancasila tidak akan pernah bisa mewadahi isi kandungan Al-Qur’an. 

Namun setidaknya upaya Natsir melihat Pancasila dari sudut pandang Islam patut mendapat apresiasi, di tengah gempuran kaum Nasionalis Sekuler yang terus menerus menafsirkan Pancasila tanpa mengaitkan dengan agama. Keberanian Natsir dalam mengungkapkan sisi keislaman yang terdapat dalam Pancasila, setidaknya mampu meredam perdebatan yang terjadi pada waktu itu. 

Natsir berpendapat bahwa Pancasila sesuai dengan ajaran Islam. Di antaranya Ketuhanan Yang Maha Esa selaras dengan prinsip Tauhid yang salah satunya terdapat dalam surat Al- Ikhlas ayat 1, sila kedua & kelima tentang Keadilan terdapat dalam surat An-Nisaa ayat 58, Sila tentang Permusyawaratan Perwakilan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun