Proposisi yang sering muncul adalah siapakah itu pancasilais? Siapakah itu taliban? Apa itu islam radikal? Apa itu kafir ? Dan lain-lain. Hal ini dapat kita temukan dengan analisis ma’qulat awali dengan membiasakan mengolah suatu objek yang dikenali terkait karakter dari objek itu sendiri. Selanjutnya kita menggunakan maqulat tsani sebagai sarana untuk memahami secara mendalam bahwa objek yang kita pahami tidak selalu relevan dengan keadaan realitas luaran yang ada.
2. Analisis Kulli musyakikk (penepatan suatu tertentu) kulli mutawati (universal univokal)
Di analisis ini kita diajak untuk membahas dan meresapi setiap beberapa objek yang memiliki kualitas dan parameter untuk melihat hubungan yang bersifat kurang atau lebih (Kulli musyakikk). Manusia masuk dalam universal univokal (kulli mutawati) karna ketika diterapkan pada setiap individu, maknanya tetap sama dan tidak berubah.
Ketika kulli musyakikk mengambil peran dalam masalah ini seyognyanya kita paham apa yang di maksud dengan manusia pancasilais atau manusia yang radikal. Selalu kita mempermasalahakan penampilan manusia di bangsa ini yang bersifat dhohir (jenggotan, cingkrang, berpakaian sexy, dll) seharusnya kita harus terbuka tidak mengatur dan mencela setiap pilihan yang mempunyai dasar pertimbangan.
Hal ini sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “ Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketika diksi “bangsa” diterapkan berbagai individu dalam hal kebangsaannya maka tidak ada yang kurang dan lebih tingkat kebangsaan satu sama lain.
3. Analisis I’tibari
i'tibari diartikan dengan majazi. Ia dipahami sebagai sesuatu yang bersifat konseptual. Menginat konstitusi RI bersifat temporal dan spasial Indonesia maka soal i’tibari berikutnya adalah bersifat argumentasi epistimologi sehingga berbagai konsep manusia dicari dalam konteks konsesnsus keindonesiaannya. Salah satu contohnya adalah paea perumus perubahan UUD 1945 menetapkan 5 butir kesepakatan yaitu:
1. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
2. Tetap mempertahankan NKRI
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
4. Meniadakan pasal normatif dalam UUD 1945
5. Melakukan perubahan dengan cara addendum
Peran I’tibari sangat oposisi biner dalam melihat 2 pusaka ini yaitu Al-Qur’an dan Pancasila manamungkin kira disuruh memilih 1 dari 2 sandaran konseptual yang memiliki hubungan ? Maka ketika konstitusi dan Alquran menjadi menarik mengingat seluruh persoalan konsep manusia dalam konstitusi dapat dipastikan bersifat I’tibari
Maka dengan adanya tulisan ini menjadi refleksi kita bersama. Disesuaikan atau tidak antara Pancasila dengan Al-Qur’an, tentu saja tidak akan sesuai. Karena Pancasila adalah hasil olah pikir manusia, sedangkan Al-Qur’an adalah wahyu Illahi. Pancasila tidak akan pernah bisa mewadahi isi kandungan Al-Qur’an.
Namun setidaknya upaya Natsir melihat Pancasila dari sudut pandang Islam patut mendapat apresiasi, di tengah gempuran kaum Nasionalis Sekuler yang terus menerus menafsirkan Pancasila tanpa mengaitkan dengan agama. Keberanian Natsir dalam mengungkapkan sisi keislaman yang terdapat dalam Pancasila, setidaknya mampu meredam perdebatan yang terjadi pada waktu itu.
Natsir berpendapat bahwa Pancasila sesuai dengan ajaran Islam. Di antaranya Ketuhanan Yang Maha Esa selaras dengan prinsip Tauhid yang salah satunya terdapat dalam surat Al- Ikhlas ayat 1, sila kedua & kelima tentang Keadilan terdapat dalam surat An-Nisaa ayat 58, Sila tentang Permusyawaratan Perwakilan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H