Mohon tunggu...
Nurmadani
Nurmadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Santri Aktif Pondok Pesantren Darul Falah , Mahasiswa STIS Darul Falah Bondowoso𝗦𝗮𝗻𝘁𝗿𝗶 𝗔𝗸𝘁𝗶𝗳 𝗣𝗼𝗻𝗱𝗼𝗸 𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻𝘁𝗿𝗲𝗻 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼 , 𝗠𝗮𝗵𝗮𝘀𝗶𝘀𝘄𝗮 𝗦𝗧𝗜𝗦 𝗗𝗮𝗿𝘂𝗹 𝗙𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗕𝗼𝗻𝗱𝗼𝘄𝗼𝘀𝗼

Lebih senang menulis dan olahraga

Selanjutnya

Tutup

Politik

Carut Marutnya Demokrasi

16 Mei 2024   13:03 Diperbarui: 10 Juni 2024   22:42 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi, konsep yang seharusnya mencerminkan kekuasaan rakyat, terkadang menjadi subjek perdebatan yang sengit dan kontroversial. Meskipun dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling adil dan inklusif, demokrasi seringkali menghadapi tantangan yang merusak kualitasnya. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi beberapa aspek carut marutnya demokrasi di era modern.

1. Korupsi Politik

Salah satu tantangan terbesar bagi demokrasi adalah korupsi politik. Praktek-praktek korupsi, mulai dari suap hingga nepotisme, merusak integritas sistem demokratis dan mempengaruhi keputusan politik yang seharusnya didasarkan pada kepentingan masyarakat.

2. Manipulasi Pemilihan

Pemilihan yang bebas dan adil adalah pondasi utama demokrasi. Namun, manipulasi pemilihan, baik melalui penekanan suara, penipuan, atau pengaruh asing, dapat menggoyahkan kepercayaan publik pada proses demokratis.

3. Ketidaksetaraan Politik

Meskipun demokrasi bertujuan untuk memberdayakan semua warga negara, ketidaksetaraan politik masih menjadi masalah serius di banyak negara. Faktor-faktor seperti kekayaan, status sosial, dan akses terhadap sumber daya politik dapat menghasilkan ketimpangan dalam partisipasi politik dan akses terhadap kekuasaan.

4. Polarisasi Politik

Polarisasi politik yang semakin meningkat telah memecah belah masyarakat dan menghambat kemampuan pemerintah untuk mencapai konsensus yang diperlukan untuk mengatasi tantangan yang kompleks. Hal ini sering kali dipicu oleh retorika politik yang memecah belah dan media sosial yang memperkuat filter bubble.

5. Oligarki Politik

Dalam beberapa kasus, demokrasi telah menjadi kendaraan bagi oligarki politik, dimana sekelompok elit yang kecil mengendalikan sebagian besar kekuasaan politik dan ekonomi. Hal ini dapat mengurangi pluralisme politik dan membatasi partisipasi masyarakat dalam proses politik.

Dengan mengidentifikasi dan memahami carut marutnya demokrasi, kita dapat bekerja menuju reformasi yang diperlukan untuk memperkuat institusi-institusi demokratis dan memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi yang mendasari sistem pemerintahan tetap terjaga. Langkah-langkah seperti penguatan transparansi, penegakan hukum yang adil, dan pendidikan politik yang inklusif dapat membantu memperbaiki carut marut tersebut dan mengembalikan kepercayaan publik pada demokrasi sebagai sistem yang efektif dan berdaya.

Berikut adalah beberapa pandangan para ahli terkait carut marutnya Demokrasi baik hal tersebut terjadi di negara indonesia maupun di luar negara indonesia

1. "Demokrasi yang sehat membutuhkan penegakan hukum yang kuat dan adil untuk melindungi kebebasan sipil dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan politik." - Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Pakar Hukum Tata Negara.

2. "Ketidaksetaraan akses terhadap kekuasaan politik dapat mengakibatkan terjadinya oligarki politik yang merusak prinsip demokrasi yang seharusnya inklusif." - Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI.

3. "Korupsi politik merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi, dan penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memerangi praktek-praktek korupsi tersebut." - Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara.

4. "Pemilu yang bersih dan adil adalah pilar utama dalam menjaga kualitas demokrasi sebuah negara." - Prof. Dr. Mahfud MD, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI.

5. "Polarisasi politik yang terlalu ekstrim dapat mengancam stabilitas demokrasi, dan diperlukan dialog yang konstruktif untuk membangun konsensus yang inklusif." - Prof. Dr. Saldi Isra, Pakar Hukum Tata Negara.

Dengan referensi dari para ahli hukum Indonesia ini, kita dapat mengambil manfaat dan memilah antara hal menjadikan sebuah negara lebih erat dengan kedemokrasiannya atau sebaliknya demokrasi hanya sebagai batu loncatan semata. 

Referensi

1. Diamond, Larry, and Marc F. Plattner, eds. "The Global Resurgence of Democracy." (Johns Hopkins University Press, 2016).

2. Norris, Pippa. "Why Electoral Integrity Matters." (Cambridge University Press, 2014).

3. Fukuyama, Francis. "Political Order and Political Decay: From the Industrial Revolution to the Globalization of Democracy." (Farrar, Straus and Giroux, 2014).

4. Roberts, Alasdair, and Peter M. Rosenthal. "How the World's Democracies Are Responding to Populist Challenges." Journal of Democracy 30, no. 1 (2019): 141-155.

5. Mair, Peter. "Ruling the Void: The Hollowing of Western Democracy." (Verso Books, 2013).

6. Acemoglu, Daron, and James A. Robinson. "Why Nations Fail: The Origins of Power,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun