Beberapa waktu yang lalu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengetuk palu tanda telah disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Indonesia. Hal ini dinilai banyak pengamat hukum dan hak asasi manusia sebagai unjung tombak baru dalam pemberantasan kasus kekerasan seksual di Indonesia. Penantian panjang selama 10 tahun akhirnya mampu membuahkan hasil sebagai bentuk perlindungan hak asasi manusia yaitu hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.
Substansi muatan dari UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual meliputi hal-hal yang berkepentingan untuk melindungi setiap orang dari tindakan kekerasan maupun penyiksaan yang tidak diinginkan.Â
Dengan berdasar kepada pasal 28G UUD NRI tahun 1945 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak untuk terhindar dari perbuatan atau perlakuan yang dapat merendahkan martabat manusia itu sendiri. Peraturan yang dibuat secara komprehensif ini diharapkan mampu tidak hanya memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual, tetapi juga mulai memberikan perlindungan serta pemulihan dari korban kekerasan seksual itu sendiri. Â Â Â
Peraturan ini dibuat melalui proses yang panjang dan berliku karena setelah mangkrak selama 10 tahun RUU TPKS dapat disahkan melalui rapat paripurna DPR RI pada 12 April 2022. Perjalanan awal RUU TPKS bermula pada tahun 2012 dimana saat itu Komnas Perempuan memahami bahwa keadaan darurat kekerasan seksual perlu untuk dibuatkan regulasi yang lebih konkrit dan dapat menekan angka kekerasan seksual secara signifikan sehingga memulai untuk membahas mengenai RUU tersebut. Pada tahun 2014, dimulailah draft RUU yang saat itu masih dinamakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.Â
Meskipun mulai dibentuk pada 2014, DPR RI baru melakukan pembahasan dalam rapatnya mengenai RUU PKS ini di tahun 2016. Pada saat itu, RUU ini belum menjadi urgensi di dalam forum rapat DPR RI.Â
Seringnya RUU PKS ini keluar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnasi) membawa kritik bahwa memang pemerintah tidak serius dalam menanggapi isu kekerasan seksual yang semakin bertambah setiap tahunnya. Akhirnya setelah menjadi Prolegnas utama 2022 pada Januari 2021, RUU PKS pun berganti nama menjadi RUU TPKS yang akhrinya berhasil disahkan pada 12 April 2022 pada rapat paripurna DPR RI.
Mengenai proyeksi dari adanya UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini akan membuat korban kekerasan seksual semakin berani melaporkan mengenai kekerasan yang dialami. Meskipun UU TPKS ini tidak akan menghentikan laju kekerasan seksual di Indonesia tetapi setidaknya terdapat regulasi atau peraturan yang pasti dan dapat dijadikan acuan  utama dalam tindak pidana kekerasan seksual.Â
Sisi positif dari UU TPKS ini yaitu mulai untuk mengatur prosedur mengenai pemulihan hak-hak korban dan juga proteksi saksi dan keluarga korban. Hal ini dinilai menjadi terobosan karena tidak hanya melihat dari sisi kriminologi tetapi juga dari sisi viktimologi yang bertujuan untuk lebih menjaga martabat manusia di depan keadilan.Â
Namun, banyak pula kritik yang dilontarkan mengenai masih banyaknya celah dalam UU TPKS ini baik kepada perlindungan korban dan keluarga korban yang dirasa belum cukup konkrit dalam memulihkan hak-haknya maupun kompentensi aparat penegak hukum apakah dapat memenuhi tanggug jawab pada UU TPKS tersebut.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kekerasan seksual menjadi kejahatan yang semakin naik kasusnya di setiap tahun. Perjuangan 10 tahun demi pengesahan peraturan ini pun terbayar lunas dan dapat menjadi tombak baru perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.Â
UU TPKS hadir sebagai terobosan baru penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual yang mengatur lebih rinci terhadap peraturan sebelumnya baik dipandang dari sisi kriminologi maupun viktimologi.Â