Sebagai orang Indonesia, sudah semestinya kita menyadari pentingnya Bahasa Indonesia. Bila perlu, kita pun dapat berkontribusi dengan memperkaya kosakata yang sudah ada. Dengan begitu, Bahasa Indonesia akan terus menjadi bahasa yang hidup.
Namun seringkali saya mendapati, sebagian orang yang terlalu bangga dengan menguasai bahasa Inggris, yang dikarenakan merupakan bahasa internasional. Kemudian juga pada beberapa bahasa asing lainnya, dengan alasan tertentu pula.
Sebenarnya bukan berarti memperlajari asing itu salah, tidak. Justru itu memanglah bagus, karena akan dapat berkomunikasi dengan orang asing. Tetapi bukan berarti lebih lancar bahasa asing dan membanggakannya melebihi bahasa nasional kita sendiri.
Dan tentu boleh menganggapnya sebagai prestasi. Namun ya tadi, jangan melupakan bahasa nasional. Bahasa Indonesia sendiri mewakili identitas bangsa, juga menandakan kita punya bahasa yang dikembangkan. Lebih-lebih bisa menyatukan orang Indonesia dari daerah manapun.
Secara pribadi, saya sendiri sebisa mungkin menggunakan Bahasa Indonesia di berbagai situasi, mungkin karena sudah kebiasaan. Seperti ketika memberi ucapan ultah, lebaran, natal, dll. Misal banyak teman yang menggunakan Happy Birthday, Happy Milad, dll, entah bagi saya rasanya lebih menyenangkan menggunakan Selamat Ulang Tahun. Atau untuk ucapan Natal bagi saya biasanya Selamat Hari Natal bukan Merry Christmas. Bahkan ketika lebaran, saya mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Tapi tentu saya pribadi tidak mempermasalahkan dan semua orang pastinya bebas memilih menggunakan Happy Birthday, Merry Christmas, Minal Aidin Walfaizin, dll ataupun dengan versi Bahasa Indonesia. Lebih-lebih beberapa dari itu berkaitan dengan agama, saya justru khawatir nanti seolah-olah dikira melarang ucapan keagamaan, dan saya pun kurang tahu menahu apakah boleh Merry Christmas diganti sepenuhnya ke Selamat Natal dan Minal Aidin Walfaizin diganti ke Selamat Hari Raya Idul Fitri Mohon Maaf Lahir dan Batin. Yang bisa menguji dan menentukan atau memastikan, tentu ahli agama tersebut masing-masing.
Hanya saja, saya pikir tidak masalah. Kan Bahasa Indonesia bahasa kita sendiri? Jadi tidak masalah kan menggunakan bahasa kita untuk pergaulan sehari-hari dan pada situasi apapun di Indonesia?
Ejaan yang Disempurnakan
Nah, saya ingin beralih ke hal yang lebih krusial di dalam upaya kita untuk menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Yakni yang sesuai dengan EYD atau Ejaan yang Disempurnakan.
Faktanya, sampai sekarang ini sebagian orang Indonesia masih kurang memahami EYD ini. Hal ini mungkin dikarenakan pergaulan, kebiasaan, dan kurangnya minat baca. EYD dalam Bahasa Indonesia harus dimengerti para generasi muda penerus bangsa. Untuk itu, perlu kita pelajari dan tidak boleh diabaikan.
Sangat disayangkan jika seorang siswa sekolah mengatakan percuma memperlajari Bahasa Indonesia, karena berpikir sudah menguasai dan merasa tidak perlu mempelajarinya lagi.Â
Padahal EYD ini penting, wajar jika setelah ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia ada yang mendapatkan nilai kurang karena meremehkanya.
Jadi dalam kegiatan pembelajaran pun sebaiknya dijadikan prioritas supaya dapat dipahami dengan baik dan benar, juga supaya bisa menjangkau semua masyarakat secara luas.
Menjunjung Bahasa Nasional
Negara-negara seperti Singapura dan India menggunakan bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa resminya. Meskipun Singapura memiliki Bahasa Melayu dan India memiliki Bahasa Hindi sebagai bahasa nasional mereka. Jadi memang, bahasa internasional ini telah menggantikan beberapa bahasa nasional di sebagian negara.
Tak bisa dipungkiri, Bahasa Inggris sudah menjadi tren yang populer. Namun, ada tren yang tidak menguntungkan akhir-akhir ini di beberapa negara.Â
Bahasa Inggris dianggap sebagai simbol kelas atas dan sudah menjadi tolok ukur sebagai penilaian tingkat melek huruf seseorang. Tren ini dapat membuat generasi muda semakin jauh dari bahasa nasional.
Namun di sisi lain yang lebih cerah, negara-negara seperti Tiongkok, Iran dan Jerman berkembang dengan baik sambil menghormati bahasa nasional mereka masing-masing dan memandangnya untuk pembelajaran dan perdagangan.
Jadi menurut saya secara pribadi, mungkin kita sebaiknya berkaca dari Tiongkok, Iran dan Jerman. Yaitu tetap menjunjung bahasa nasional kita serta terus tumbuh dan berkembang dengannya.
(Made Widiade/Opini)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H