Mohon tunggu...
Made Surawan
Made Surawan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Koran Akan Punah 20 Tahun Lagi

8 Juni 2016   16:09 Diperbarui: 8 Juni 2016   16:33 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam satu dasawarsa ini industri media massa cetak sedang mengalami masa-masa sulit mengikuti pembaca, pelanggan dan oplah yang terus menurun yang juga secara otomatis berimbas pada pendapatan iklan. Wartawan dengan pengalaman puluhan tahunpun akhirnya gamang dan satu persatu mengundurkan diri atau diberhentikan “dengan paksa” dari dunia jurnalistiknya.

Bukan berarti pemilik media tidak melakukan upaya apapun untuk masalah ini, banyak sudah perubahan-perubahan yang dilakukan untuk mengatasi menurunnya minat baca pada media cetak ini, mencoba dari memperpendek berita, menambahkan banyak komentar pada berita, dan sampai pada penggunaan media sosial untuk memancing pembaca berpaling pada media cetak.

Fenomena semacam ini dapat ditemui hampir pada semua media cetak di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Pembaca telah beralih ke media elektronik dan media cetakpun pada akhirnya harus menurunkan oplahnya.

Hal ini sebenarnya sudah lama disadari oleh para pelaku usaha media cetak baik di dalam maupun di luar negeri, terutama di Amerika Serika karena menurut data yang dilansir pihak Audit Bureau of Circulations “ABC” (sebuah lembaga audit sirkulasi internasional) tahun 2010, oplah koran di Amerika mengalami penurunan yang signifikan, USA Today mengalami penurunan oplah 13,58 persen menjadi 1,83 juta eksemplar per hari, The Los Angeles Times turun 14,74 persen (616.606 eksemplar per hari), dan Washington Post turun 13,06 (578.482 eksemplar per hari), The New York Times turun 8,47 persen (951.063 eksemplar per hari).

Disisi lain dengan semakin trend dan maraknya situs-situs media sosial digital seperti Twetter, Facebook, Instagram, dan lain lainnya menimbulkan tanda tanya besar bagi para jurnalis. Apakah dalam era digital ini semua berita harus disampaikan dalam format “cekak” alias pendek, seperti tipikal informasi media sosial pada umumnya. Lalu sepertinya jaman keemasan Woodward dan Bernstein, sebagai seorang jurnalis investigatif sudah akan berakhir.

Perubahan jaman dan persaingan pada era kapitalistik ini menuntut semua orang untuk bergerak dan berkomunikasi secara cepat dan effisien, dan untuk itu teknologi digitallah yang menjadi jawabannya namun demikian kenyataannya perubahan ini justru menjadi mode atau life style bagi masyarakat.

Kemajuan teknologi informasi baik software maupun hardwarenya menimbulkan adanya perubahan perilaku masyarakat dalam menyerap informasi, infrasturktur jaringan internet yang semakin bagus menjadikan harga quota dan bandwidth internet menjadi semakin murah, yang berarti harga per satuan informasi pada media internet menjadi semakin murah saja. Namun tidak demikian halnya pada media cetak, dalam hal ini justru berlaku sebaliknya dimana harga pengadaan medianya cenderung mengalami kenaikan, yang artinya harga per satuan informasi media cetak tentunya menjadi semakin mahal.

Masih ingatkah kita pada teori evolusinya Darwin bahwa species yang mampu bertahan hidup adalah species yang berhasil menyesuaikan diri akan perubahan lingkungannya. Indentik dengan industri media cetak jika keberadaannya tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan teknologi yang berkembang di jamannya maka secara otomatis akan ditinggalkan oleh pembacanya.

Untuk dapat bertahan tentu dibutuhkan perubahan yang terus menerus untuk mengikuti perubahan sosial dan terus menerus juga melakukan inovasi-inovasi untuk bisa unggul dari perusahaan sejenis. Jadi perilaku mendasar yang harus dilakukan oleh media cetak untuk bisa bertahan di era yang serba digital adalah melakukan perubahan dengan tujuan  meningkatkan efisiensi pengelolaan perusahaan serta melakukan perubahan untuk terus menerus melakukan inovasi-inovasi untuk menarik minat pembaca.

Pada saat media massa Koran yang saat ini sangat sulit untuk mempertahankan oplahnya apalagi meningkatkan, justru sebaliknya malah dihantam oleh biaya produksi yang semakin naik sementara pemasukan dari iklan juga mengikuti penurunan oplah, maka satu-satunya langkah yang logis untuk dilakukan adalah meningkatkan efisiensi yang sebesar-besarnya, diantaranya dengan menutup lobang-lobang kebocoran pada sisi cashout dan cashin perusahaan.

Pengelolaan dan peningkatan kualitas SDM menjadi kata kuncinya mulai dari sisi produksi yang meliputi proses pracetak, pencetakan dan distribusi sampai dengan manajemen Iklan yang baik dan transparan.

Jadi menarik untuk dicermati dari data-data terakhir yang dilansir ABC, bahwa hanya dalam dalam dua semester antara semester akhir 2014 dan semester awal 2015, mengalami penurunan oplah secara global sebesar 8.1 persen sedangkan jumlah media harian yang gulung tikar mencapai angka 5.3 persen. Jika situasi seperti ini terus terjadi, maka yang menarik untuk disimpulkan adalah kemungkinan koran sudah akan punah dari muka bumi ini tidak sampai dalam kurun waktu 20 tahun saja ataukah koran mampu bertahan dengan berevolusi menjadi bentuk media alternatif lain. Apakah ini pertanda bahwa ramalan Philip Meyer, sang penulis The Vanishing Newspaper mungkin akan benar-benar terjadi, “media cetak akan benar - benar mati pada tahun 2040”, wallahualam. (madesurawan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun