- Upacara Melasti: Sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan upacara Melasti di mana mereka membersihkan diri secara spiritual dengan membawa patung-patung dewa dari pura (kuil) ke pantai atau sungai untuk dimandikan. Ini dimaksudkan untuk membersihkan dosa dan kekotoran spiritual.
- Pengendaraan Ogoh-ogoh: Pada malam sebelum Nyepi, umat Hindu mengadakan parade ogoh-ogoh, patung raksasa yang mewakili kejahatan dan kegelapan. Patung-patung ini kemudian dibakar untuk melambangkan pemusnahan kejahatan.
- Larangan Aktivitas (Catur Brata Penyepian): Selama Nyepi, umat Hindu di Bali mematuhi larangan aktivitas yang dikenal sebagai "Catur Brata Penyepian". Ini termasuk larangan bekerja, bermain, memasak, menggunakan listrik, dan berpergian.
- Nyepi Sebagai Hari Pemujaan dan Introspeksi: Nyepi dijadikan kesempatan untuk berpuasa, meditasi, dan introspeksi. Orang-orang menghabiskan waktu di dalam rumah untuk merenungkan kehidupan mereka, mencari kedamaian batin, dan menyucikan diri.
- Pawai Ngrupuk: Setelah Nyepi berakhir, umat Hindu mengadakan pawai Ngrupuk di mana mereka mengusir "Bhuta Kala" atau roh jahat dari rumah dan lingkungan mereka dengan cara membuat kebisingan dan merayakan keberhasilan melawan kegelapan.
Tradisi dan ritual Nyepi mencerminkan nilai-nilai spiritual, kebersamaan, dan kebersihan dalam budaya Hindu. Perayaan ini menjadi momen penting bagi umat Hindu untuk merenungkan dan menyucikan diri, serta memperkuat ikatan komunitas mereka.
Nyepi Tahun Baru Saka 1946 membawa kita pada refleksi mendalam tentang sejarah, keberlanjutan budaya, dan spiritualitas dalam masyarakat Hindu di Indonesia. Penanggalan Saka, sebagai landasan waktu perayaan Nyepi, memberikan kerangka yang jelas dan konsisten bagi umat Hindu dalam menjalankan tradisi-tradisi yang kaya makna ini. Melalui tradisi dan ritual yang dipraktikkan selama Nyepi, masyarakat Hindu mengungkapkan rasa syukur dan penghargaan mereka kepada alam semesta, serta memperkokoh komunitas mereka.