Lalu kata 'terserah' juga tidak serta merta ada dikawasan yang negatif bagi subyek (penguncap) dan obyek (mendengar). Kata terserah juga bisa menghadirkan 'suasana bahagia.' Kenapa ya?
Untuk lebih mudah menceran bagian ini saya akan berikan contoh: seorang istri dihari ulang tahunya mendapatkan hadiah dari suami, lalu istri diberi pilihan oleh suami: "mau liburan ke Eropa atau ke Amerika?".
Lalu istri menjawab "terserah!". Maka apakah ketika kata 'terserah' diucapkan sedang terjadi konflik?. Tidak!. Ternyata sampai disini kita diajak berpikir bahwa kata 'terserah' tidak selalu menjadi perwakilan hati yang kecewa, marah. Justru kata 'terserah' bisa mewakili hati yang bahagia.
Kata 'terserah' juga bisa mewakili kehidupan manusia yang terikat dan bebas?. Apa maksudnya?. Saya akan memberikan sebuah contoh untuk menjelaskannya.Â
Ada seorang pasien positif Covid-19 dia melarikan diri dari Rumah Sakit, ia berhasil membohongi petugas kesehatan dan petugas keamanan RS, lalu pasien tersebut berhasil bebas dari Rumah Sakit. Lalu kata perawat dan tim medis serta tim keamanan:"terserah dialah mau dirawat atau tidak?"Â
Namun seminggu kemudian pasien tersebut meninggal karena Covid-19 ditempat persembunyianya. Kata terserah tersebut bisa dipahami sebuah kebebasan, yaitu pasien yang masa bodoh pada tim medis sehingga bebas dari RS dan Tim Medis serta Tim Keamanan yang bebas dari satu beban dalam merawat pasien Covid-19.Â
Namun ternyata tindakan terserah itu juga memiliki 'ikatan.' Apa maksudnya?. Artinya pasien positif Covid-19 tersebut tetap terikat oleh si Covid-19 dan akhirnya ikatan tersebut membuatnya dimatikan oleh si Covid-19.Â
Apakah ikatannya hanya tertuju kepadasi pasien yang sudah meninggal?. Tentu tidak! Pastilah para warga atau keluarga memiliki rasa takut untuk menguburkan atau memandikan jenazahnya, sehingga kembali lagi dipanggil petugas kesehatan yang lengkap dengan Alat Pelindung Diri (APD), ya.... pada akhirnya kata 'terserah' kembali mengingat kedua belah pihak. Sampai disini kita memiliki pemikiran filosofis bahwa kata 'terserah' memiliki unsur mengikat bukan membebaskan.
Jadi bagaimanakah seharusnya kita menggunakan kata 'terserah'. Maka saya juga mengatakan untuk selanjutnya 'terserah anda!'. Kata 'terserah' juga menunjukkan sebuah pembiaran, kita pernah ingin membiarkan sesuatu dan mengabaikannya dengan diwakili oleh kata 'terserah.'Â
Tetapi dalam konteks tertentu perlu kita pahami secara filosofis bahwa ketika kita membiarkan dan mengabaikan justru itu akan semakin mengikat dan menyakiti hati kita, jika obyek yang akan kita biarkan dan abaikan adalah bagian yang tak terpisahkan dari kita. Untuk lebih mudah saya akan berikan contoh:Â
Seorang ayah memiliki seorang anak yang tidak taat, anak tersebut suka keluar malam dan pulang sampai pagi tanpa memberi kabar kepada sang ayah, lalu ia memangil anak tersebut, ia menegur dengan baik. Lalu anak tersebut berubah, namun seminggu kemudian anak tersebut kembali tidak taat, sang ayah kembali menegur.Â