Mohon tunggu...
Madeline Griselda Lim
Madeline Griselda Lim Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Tidak bekerja

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sindrom FOMO, Si Paling Takut Ketinggalan

9 Februari 2023   21:18 Diperbarui: 9 Februari 2023   21:29 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena FOMO memberikan beberapa dampak buruk pada remaja, dan sebagian besar berdampak negatif untuk kesehatan mentalnya. Tanda-tanda anak terkena FOMO juga beragam, salah satunya ketika anak menghabiskan waktu yang lama bermain media sosial. Dampak buruk yang dapat ditimbulkan pada remaja yaitu, dapat mempengaruhi kesehatan mental. Dengan adanya akses media sosial yang lebih mudah untuk dijangkau, hal ini menyebabkan kecemasan menjadi lebih besar. Rasa ketakutan ini pun akan membuat anak merasa lebih cepat lelah, kurang konsentrasi, bahkan insomnia.

Dampak selanjutnya yaitu dapat berdampak buruk pada hubungan sosial. Selain mempengaruhi fisik dan mental,  FOMO juga bisa mempengaruhi hubungan sosialnya, baik pertemanan anak. Hal ini pun dapat menyebabkan hubungan sosial semakin merenggang dan dapat menghancurkan pertemanan.

Tidak hanya berdampak pada kesehatan mental dan hubungan sosial saja, fomo dapat menimbulkan masalah perekonomian. Tak dapat dipungkiri lagi, fenomena FOMO menyebabkan perilaku konsumtif pada remaja yang semakin besar. Akibatnya, remaja seringkali menyebabkan perekonomian keluarga semakin buruk hanya demi memenuhi kebutuhan yang tidak penting.

Kesimpulannya, Sindrom FOMO ini seringkali dialami oleh masyarakat khususnya para gen Z. Sindrom ini membuat orang percaya bahwa momen berharga tidak boleh terlewatkan begitu saja. Hal tersebut memicu mereka untuk terus terhubung dengan tren yang terkini sehingga menimbulkan beberapa dampak negatif pada dirinya karena takut kehilangan momen tersebut. Maka dari itu, alangkah baiknya untuk membantu kerabat/teman untuk meminimalisir rasa takut akan ketertinggalannya tersebut dan mencegah anak untuk melakukan tindakan buruk dengan cara fokus pada bersyukur. Dengan adanya keterlibatan dalam aktivitas yang meningkatkan rasa syukur seperti menulis jurnal rasa syukur, dapat mengangkat semangat anak serta orang yang ada di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun