Mohon tunggu...
Madelina Ariani
Madelina Ariani Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan kelahiran Banjarmasin 21 tahun silam dan tertarik pada kegiatan sosial, kesehatan, dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hijrah Semalam

21 Mei 2016   23:47 Diperbarui: 22 Mei 2016   00:36 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jemariku memenuhi wajahku. Hanya karena kuku ini sudah tumpul sehingga membuatku tidak jadi mencakari wajah ini. Munafiknya diri ini. Aku merasa mampu menipu orang-orang tersebut dan menampilkan diri seperti yang ingin aku doktrin ke orang-orang tersebut. Namun, aku sungguh tidak mampu menipu diriMu, bahkan diriku sendiri.

Namun, ku dapati Engkau tidak pernah benar-benar meninggalkanku. Engkau sentil lagi hati ini. Sekuat nafsuku menjauhkan hati ini dari Mu maka sekuat itu pula Engkau menggenggam hati ini rupanya. Padahal, aku tidak pernah memintanya. Sombong kan diriku ini?

Melalui buku itu Engkau hancurkan hatiku berkeping-keping. Melalui nalar ini Engkau ajak aku berfikir dan merasa. Jika aku tidak benar-benar menutup diri ini maka ayah yang begitu aku sayang akan terus mendapat aliran dosa dari tiap-tiap aurat yang aku umbar. Oh, ayahku yang bahkan tidak pernah meminta apa-apa dariku, tidak pernah menuntut apa-apa, bahkan cenderung memenuhi semua yang aku minta. Memanjakanku. Hatiku teriris mengetahui bahwa ia akan sengsara karena tidak pernah mengajari ku berkerudung dan terlebih mendapat aliran dosa-dosa dari segenap aurat yang aku buka. Dari sekian alasan wajib yang disampaikan kepadaku mengenai menutup aurat hanya logika ayah ini yang dapat menyadarkanku.

Sombongnya lah diriku ini. Perintah wajib berkerudung dariMu tidak pernah aku hiraukan selama ini. Parahnya aku bahkan pernah menantang teman-teman pengajian untuk menceramahiku jika mereka bisa melakukannya. Lebih dari itu, aku merasa lebih suci dari mereka yang berkerudung tetapi akhlaknya tidak jauh lebih baik dariku. Ckckck….

Perasaan manusia suci dengan kerendahan hati, kepintaran, kemampuan, empati, dan simpati yang aku miliki saat itu, bahkan mungkin biji-bijinya masih ada dihatiku hingga saat ini membuatku berputus asa dari maafMu. Masihkan aku dapat dimaafkan?

Kini, perlahan aku menyadari bahwa tidak ada hal yang kebetulan di dunia ini. Kejadian demi kejadian, kesalahan demi kesalahan, kekeliruan demi kekeliruan, kebahagiaan yang melenakan merupakan skenario yang berjalan dan harus dijalani. Dimanapun aku mencari-cari celah untuk menyalahkanMu, tetap tidak mampu aku lakukan. Aku semakin terjerembab sebab hanya kasihMu yang aku temukan.

Engkau sadarkan orang melalui caramu sendiri dan sesuai dengan karakter orang itu sendiri. Engkau sadarkan dan kembalikan aku ke jalan yang lurus kembali melalui tuhan pikiran yang aku elu-elukan sebelumnya. Melalui pikiran ini Engkau membuat aku malu dan menyadari kebesaranMu, kasih sayangMu, cintaMu dan segalanya tentang rahmat dariMu.

Sejauh ini, hanya malu yang aku rasakan. Aku melihatMu dengan rasaku. Engkau tetap tersenyum dan memelukku dengan kasih sayang dan tidak pernah peduli dengan perbuatan jahat, kelalaian, dan akalku yang terkadang menghujat dan mencari-cari celah kekeliruanMu. Engkau anggap aku tetap seperti hambaMu yang spesial. Kapanpun aku kembali Engkau masih selalu membukakan pintu dan menyambutku dengan senyuman dan tatapan yang paling indah, teduh dan sangat menenangkan.

Aku mungkin tidak akan pernah mampu membalasMu dengan amalan sejuta kebaikan. Memang amalan itu bukan untukMu sebenarnya. Engkau tetap mulia ada atau tidak dengan amalan tersebut. ZatMu begitu suci. Semakin aku menyadari diriini kosong. Nihil.

Malam ini aku mengadu kepadaMu. Mengingat masa lalu hanya membuatku semakin menyadari kasih sayangMu. Mencari hikmah dan pelajaran dari setiap kejadian hanya membuatku semakin menyadari bahwa Engkau tidak pernah meninggalkanku. Aku yang selalu meninggalkanMu, datang dan pergi sesuka hati tetapi Engkau terus menerimaku kembali. Aku malu.

Aku malu bahkan hanya untuk meminta maaf kepadaMu. Apalagi untuk meminta ini dan itu untuk kehidupan dan cita-citaku. Namun kudapati Engkau maha kasih sayang. Engkau tetap mewajibkan berharap kepadaMu dan menyeru untuk aku tetap meminta kepadaMu, baik maaf dan mimpi yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun