Mohon tunggu...
Madelaine Abigail Saleh
Madelaine Abigail Saleh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

aku suka tuna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian Perkembangan serta Pengaruh Masuknya Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Sistem Pemerintahan Indonesia

23 Maret 2023   01:50 Diperbarui: 23 Maret 2023   01:57 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kultur atau budaya memiliki banyak definisi yang dikembangkan oleh sejumlah ahli antropologi dan organisasi. Berdasarkan definisi-definisi yang disumbangkan oleh mereka, budaya adalah kemampuan suatu kelompok sosial dalam menggunakan unsur intelektual, emosional, dan spiritual diri mereka yang menjadi identitas atau karakteristik kelompok tersebut (Marzali, 2014). Budaya suatu kelompok dari suatu daerah tidak hanya terbatas pada daerah tersebut, melainkan dapat menyebar ke daerah-daerah lain. Penyebaran budaya suatu daerah ke daerah lain terjadi melalui pertemuan antar kelompok sosial di mana kedua kelompok saling berinteraksi dan menunjukkan budaya milik satu sama lain. 

Penyebaran budaya yang nyata dan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat Indonesia adalah masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia. Terdapat dua jenis teori yang telah dikemukakan berdasarkan peran masyarakat Indonesia (Ardiansyah, 2023). Jenis teori yang pertama adalah teori yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia berperan pasif dalam penyebaran budaya, sedangkan bangsa asing seperti bangsa India dan Tiongkok yang berperan aktif dalam menyebarkan agama Hindu dan Buddha. 

Jenis teori yang kedua adalah kebalikannya, yaitu masyarakat Indonesia yang berperan aktif dalam penyebaran budaya dengan cara melakukan perjalanan ke India dan Cina untuk mempelajari agama Hindu dan Buddha secara mendalam. Kedua jenis teori tersebut menjadi fondasi penciptaan empat teori mengenai bagaimana agama Hindu dan Buddha dapat masuk, menyebar, dan mempengaruhi Indonesia, yaitu teori Brahmana, teori Ksatria, teori Waisya, serta teori Arus Balik. 

Teori Brahmana menyatakan bahwa kaum Brahmana (pendeta) yang membawa agama Hindu dan Buddha ke dalam Indonesia karena mereka diundang oleh penguasa-penguasa Indonesia (Ardiansyah, 2023). Teori tersebut memiliki bukti yang kuat berupa prasasti peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha karena prasasti-prasasti tersebut menggunakan bahasa Sansekerta yang hanya dapat dimengerti oleh kaum Brahmana. Meskipun begitu, teori ini menimbulkan pertanyaan, yaitu mengapa kaum Brahmana dapat mengabaikan larangan untuk menyebrangi lautan? 

Teori yang kedua, yaitu teori Ksatria menyatakan bahwa kaum Ksatria mengalami kekalahan dalam perang dan memutuskan untuk melarikan diri ke Indonesia, tetapi teori ini dilemahkan oleh fakta bahwa kaum Ksatria tidak berhak dan tidak dimampukan untuk menghindukan seseorang (Ardiansyah, 2023). Tercipta juga teori ketiga bernama teori Waisya yang menjelaskan bahwa pedagang India melakukan perdagangan ke Indonesia sambil menyebarkan ajaran Hindu-Buddha, kemudian teori keempat yaitu teori Arus Balik yang menyatakan bahwa orang Indonesia yang datang ke India untuk mempelajari agama Hindu-Buddha (Ardiansyah, 2023). 

Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia membuat Indonesia menjadi daerah yang dipenuhi oleh kerajaan-kerajaan bercorak Hindu dan Buddha. Kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang tertua di Indonesia adalah kerajaan Kutai, yaitu kerajaan bercorak Hindu di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur yang berdiri pada 400 M di mana salah satu rajanya, Raja Mulawarman memiliki hubungan yang erat dengan kaum Brahmana dan rakyatnya. 

Setelah itu, ada kerajaan Tarumanegara yaitu kerajaan yang memiliki agama Hindu, Buddha, serta animisme yang terletak di antara Sungai Citarum dan Cisadane, Jawa Barat. Kerajaan Tarumanegara meninggalkan banyak prasasti, seperti prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Tugu, Pasir Awi, Muara Cianten, dan Lebak. Selanjutnya ada kerajaan Kaling (Holing) di Jawa Tengah di mana terjadi perkembangan agama Buddha yang pesat. Setelah kerajaan-kerajaan awal tersebut berdiri, terdapat banyak kerajaan yang berkembang lagi seperti kerajaan Mataram, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Kediri, kerajaan Singasari, kerajaan Majapahit, kerajaan Dinasti Warmadewa, dan kerajaan Sunda atau Pajajaran (Sudrajat, 2012). 

Kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia mengalami akulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia yang berdampak pada bangunan, kesusastraan, bahasa dan tulisan, kepercayaan dan filsafat, serta sistem pemerintahan di Indonesia. Kebudayaan Hindu-Buddha menyebabkan pembangunan candi di Indonesia berkembang dengan pesat, mengubah sistem pemerintahan yang dari kesukuan menjadi sistem monarki dengan hirarki yang jelas, dan tentu saja mengubah kepercayaan yang dominan di Indonesia yaitu dari animisme serta dinamisme menjadi Hindu serta Buddha. 

Kedatangan agama Hindu-Buddha mengenalkan masyarakat Indonesia kepada budaya tulis sehingga masyarakat Indonesia mempelajari bahasa Sansekerta dan menggunakan bahasa tersebut sebagai fondasi dari huruf lain, yakni huruf Kawi, Jawa Kuno, Batak, dan seterusnya. Budaya menulis menginspirasi para pujangga Nusantara untuk menuliskan kitab-kitab yang menceritakan tentang kisah, laporan peristiwa, catatan, dan bahkan mitos (Kelas Pintar, 2020). 

Sistem pemerintahan Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Sebelum kedatangan kebudayaan Hindu-Buddha, wilayah-wilayah di Indonesia dipisah menjadi berbagai desa di mana setiap desa menunjuk seorang kepala suku (Rosfenti, 2020). Sistem pemerintahan di India adalah monarki dengan hirarki yang jelas, sehingga kedatangan kebudayaan Hindu-Buddha membuat masyarakat Indonesia mengadopsi sistem tersebut dan memiliki seorang raja sebagai pemimpin setiap wilayah. 

Perubahan pasti mendatangkan dampak, tetapi apakah sistem monarki dari kebudayaan Hindu-Buddha memberikan pengaruh yang membuat sistem pemerintahan Indonesia bertambah maju? Kita akan meneliti pengaruh yang telah diberikan oleh akulturasi antara budaya Indonesia dengan India pada sistem pemerintahan. 

Dahulu, kekuasaan wilayah Indonesia dibagi berdasarkan suku di mana setiap suku menunjuk seorang kepala suku menurut sistem primus inter pares yang menyatakan bahwa seseorang harus unggul dari segi kesaktian, kewibawaan, dan jiwa keperwiraan (Rosfenti, 2020). Dengan kata lain, seorang kepala suku harus diuji dari segi fisik (kekuatan) dan spiritual (keahlian). 

Kepala suku yang ditunjuk sangat dihormati oleh para penduduk desa karena dia memiliki pengetahuan yang luas mengenai adat istiadat dan pemujaan roh nenek moyang. Kepala suku dianggap sebagai seseorang yang dipercayai para nenek moyang untuk melindungi keselamatan dan kesejahteraan desanya, sehingga segala perintah kepala suku harus ditaati (Gunawan, 2014). Sistem pemerintahan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah memiliki sistem demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan dan memperhatikan kualitas pemerintah yang dipilih. 

Pada masa itu, India menggunakan sistem pemerintahan kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Oleh karena itu, kedatangan kebudayaan Hindu-Buddha mengubah bentuk kepemimpinan di Indonesia dari kepala suku menjadi raja. Perubahan yang terjadi tidak hanya itu, tetapi pembagian wilayahnya berubah dari wilayah yang berbentuk desa menjadi kerajaan. Ketika bentuk kepemimpinannya berubah menjadi raja, cara menentukan pemimpinnya juga berubah. Kedudukan raja diwariskan kepada keturunannya secara turun temurun, bukan lewat pemilihan seperti sebelumnya sehingga pemilihan raja tidak bersifat demokratis (Gunawan, 2014). 

Raja di India hanya dianggap sebagai seseorang yang memiliki kekuasaan dan kekuatan, tetapi raja di Indonesia dianggap memiliki kesaktian dan kedudukan yang sederajat dengan dewa sehingga mendapat sebutan Dewa Raja (Rosfenti, 2020). Konsep Dewa Raja dilandasi oleh konsep raja Hindu di mana keluarga raja yang ditunjuk harus berasal dari kasta Ksatria dan mendapatkan dukungan dari kasta Brahmana. 

Menurut konsep Dewa Raja, raja menerima esensi kedewataan ke dalam dirinya sehingga raja dianggap memiliki suatu aspek dari kewibawaan dewa. Raja-raja pada kerajaan Hindu biasanya mengidentifikasikan diri sebagai titisan dari Dewa Siwa atau Dewa Wishnu (Sudrajat, 2012). Kita dapat melihat bahwa raja pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha sangat ditinggikan, bahkan sampai ke tingkat di mana mereka disembah. 

Pemerintahan pada kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha cukup maju dan terstruktur, hal ini dapat dilihat letak geografis, keterlibatan dalam perekonomian kerajaan, kehidupan sosial masyarakat, dan struktur birokrasinya. Mayoritas kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan maritim, sehingga kerajaan-kerajaan tersebut menjadi jalur perdagangan dan perdagangan menjadi mata pencaharian utama mereka. 

Kita dapat melihat kerajaan Kutai yang terletak di jalur perdagangan utama Cina-India. Baik rakyat maupun raja kerajaan Kutai terlibat dalam perdagangan internasional. Mereka berdagang dengan orang-orang di sekitar Asia Tenggara dan pergi melakukan perdagangan ke perairan Jawa dan Indonesia di bagian timur. Raja-raja kerajaan Kutai, terutama Maharaja Mulawarman juga terkenal memiliki hubungan yang erat dengan rakyat Kutai dan kaum Brahmana. Hal-hal yang dilakukan ini menciptakan perekonomian kerajaan yang makmur dan kehidupan sosial masyarakat yang penuh dengan kesejahteraan (Rambe, 2019). 

Kerajaan Sriwijaya memiliki pembagian wilayah dan kekuasaan yang tertata. Wilayah kerajaan tersebut terbagi menjadi sejumlah mandala (sejenis provinsi) yang dipimpin oleh Datu dari keluarga raja atau kasta Ksatria (Rambe, 2019). Kerajaan Sriwijaya telah memiliki struktur birokrasi di mana tidak hanya raja yang bekerja sendiri, melainkan memiliki karyawan untuk ikut berkuasa dan melancarkan kegiatan-kegiatan yang penting. Struktur birokrasi kerajaan Sriwijaya selengkapnya adalah sebagai berikut : 

Raja: Dapunta Hyang

Datu: Yuwaraja, Pratiyuwaraja, Raja Kumara

Pegawai Pusat/Daerah: Rajaputra, Samantaraja

Jabatan-Jabatan (sederajat): Senapati (panglima), Bhupati (bupati), Nayaka (pejabat lokal), Pratyaya (bangsawan), Hajipratyaya (raja bawahan), Dandanayaka (hakim) 

Pegawai Teknik: Kayastha (karyawan toko), Sthapaka (arsitek), Puhavam (kapten kapal), Vaniyoga (peniaga), Marsi Haji (pelayan raja), Hulun Haji (budak raja)

Setelah dipaparkan dengan jelas, sistem pemerintahan Indonesia sebelum kedatangan bangsa India yaitu kepala suku yang dipilih menurut primus inter pares sudah memiliki konsep yang bagus karena sistem primus inter pares sungguh-sungguh memperhatikan kualitas calon pemimpinnya. 

Sistem ini juga adil bagi semuanya karena sistemnya menggunakan pemilihan atau voting dari masyarakat, sehingga bersifat demokratis. Sistem ini tetap digunakan dalam sistem pemerintahan Indonesia masa kini lewat pemilihan umum di mana patokan yang sesungguhnya adalah calon dengan karakteristik kepemimpinan yang paling unggul. 

Sistem monarki yang berasal dari kebudayaan Hindu-Buddha kurang adil dalam penentuan kedudukan raja karena penentuan kedudukannya berdasarkan keturunan, sehingga orang di dalam keluarga raja memiliki hak khusus dibandingkan masyarakat lainnya. Walaupun begitu, sistem monarki tetap memberikan pengaruh yang bermanfaat untuk memajukan Indonesia yang dapat dilihat dari pemilihan letak geografis yang bijak oleh raja setiap kerajaan, hubungan baik yang dibangun dengan masyarakat, dan struktur birokrasi yang tertata serta mendorong kerja sama (tidak bekerja hanya seorang diri). 

Dari tugas yang mewajibkan saya untuk melakukan penelitian tahap heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi, saya belajar bahwa kita harus melakukan penelitian secara sistematis dan sesuai dengan langkah-langkah yang diberikan. Penelitian yang menggunakan tahap heuristik, verifikasi, dan seterusnya bertujuan untuk membantu kita dalam menyusun suatu artikel yang jelas, kredibel, relevan, dan dapat dimengerti oleh orang lain. Saya berkomitmen untuk melakukan penelitian dengan cara yang baik dan benar, memiliki tujuan untuk berbagi wawasan dengan orang lain, dan meneladani tindakan-tindakan baik yang sudah diterapkan oleh para leluhur Indonesia sejak masa lalu. Ilmu pengetahuan tentang sesuatu, terutama tentang tanah air kita merupakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. 

Daftar Pustaka

Ardiansyah, R. (2023, January 31). Teori Masuknya Hindu Buddha ke Indonesia. Retrieved February 8, 2023, from https://sma13smg.sch.id/materi/teori-masuknya-hindu-buddha-ke-indonesia/

Gunawan, R., Lestariningsih, A. D., & Sardiman. (2014). Sejarah Indonesia Kelas X (2nd ed.). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Kelas Pintar. (2020, July 22). Pengaruh Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Kelas Pintar. Retrieved February 8, 2023, from https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/pengaruh-kebudayaan-hindu-budha-di-indonesia-5932/

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2016, September 23). Sistem Birokrasi Kadatuan Sriwijaya. Retrieved March 23, 2023, from https://arkenas.kemdikbud.go.id/contents/read/article/hpe8yk_1484531901/sistem-birokrasi-kadatuan-sriwijaya#gsc.tab=0

Marzali, A. (2014, October). Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia. 26(3), 251-265. Retrieved March 19, 2023, from http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1676431&val=297&title=MEMAJUKAN%20KEBUDAYAAN%20NASIONAL%20INDONESIA

Noor, Y. (n.d.). Diktat Prasejarah Indonesia. Retrieved February 7, 2023, from http://eprints.ulm.ac.id/8600/1/53.1.%20Menelusuri%20Jejak-Jejak%20Masa%20Lalu%20Indonesia%20%28Belum%20Edit%29.pdf

Putri, R. H. (2019, April 10). Bentuk Kerajaan Sriwijaya Berdasarkan Catatan I-Tsing. Historia. Retrieved March 23, 2023, from https://historia.id/kuno/articles/bentuk-kerajaan-sriwijaya-berdasarkan-catatan-i-tsing-DWe0R/page/1

Putri, R. H. (2020, January 22). Enam Prasasti Kutukan Sriwijaya. Historia. Retrieved March 23, 2023, from https://historia.id/kuno/articles/enam-prasasti-kutukan-sriwijaya-vqmQB/page/1

Rambe, T., Lukitoyo, P. S., Saragih, S. N., & Khairani, L. (2019). Sejarah Politik dan Kekuasaan (1st ed.). Yayasan Kita Menulis. http://digilib.unimed.ac.id/40835/3/Text.pdf

Rosfenti, V. (Ed.). (2020). Modul Sejarah Indonesia X KD 3.6 dan 4.6. Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN. https://repositori.kemdikbud.go.id/21612/1/X_Sejarah-Indonesia_KD-3.6_Final.pdf

Sampoerna Academy. (2022, June 23). Kerajaan Kutai, Pendiri, Masa Jaya Hingga Silsilah. Sampoerna Academy. Retrieved March 23, 2023, from https://www.sampoernaacademy.sch.id/id/kerajaan-kutai/

Sudrajat. (2012). Diktat Kuliah Sejarah Indonesia Masa Hindu Buddha. Retrieved February 8, 2023, from http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319840/pendidikan/sejarah-indonesia-hindu-budha.pdf

Sudrajat. (2012). Konsep Dewa Raja dalam Negara Tradisional Asia Tenggara. Retrieved February 8, 2023, from http://staffnew.uny.ac.id/upload/132319840/lainlain/Sudrajat+UNY.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun