Mohon tunggu...
Madelaine Abigail Saleh
Madelaine Abigail Saleh Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar/Mahasiswa

aku suka tuna

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertumbuhan dan Perkembangan Kepercayaan dari Masa Praaksara hingga Sekarang

15 November 2022   16:42 Diperbarui: 15 November 2022   16:46 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keberadaan agama dengan kepercayaan politeisme dan monoteisme di Indonesia tidak otomatis menghapus keberadaan kepercayaan animisme, tetapi animisme bukan lagi kepercayaan yang dominan. Salah satu wujud animisme yang masih bertahan adalah perasaan hormat kepada roh nenek moyang. Di Sulawesi Selatan terdapat suatu desa bernama Desa Cenrana yang masih percaya bahwa hasil panen yang baik tergantung pada pemilihan harinya, contohnya hasil panennya akan diserang hama jika dipanen di hari kematian orang tuanya. Hal ini adalah tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang warga desa yang tetap dipertahankan oleh mereka karena rasa hormat terhadap nenek moyang mereka dan tidak ingin kualat (Cahaya, 2018). 

Berbeda dengan kondisi di masa praaksara, Indonesia pada masa kini memiliki identitas negara berupa Pancasila yang menjelaskan tentang Indonesia sebagai negara yang berketuhanan. Sila pertama pada Pancasila berbunyi, "Ketuhanan Yang Maha Esa." Posisi sila ini sebagai sila pertama menunjukkan bagaimana negara Indonesia sangat menjunjung tinggi ketuhanan sampai para pendiri negara meletakkan sila tersebut di bagian yang paling atas. Lambang sila pertama yaitu bintang dengan latar belakang hitam juga diletakkan di bagian tengah untuk menunjukkan bahwa ketuhanan adalah jantung dari negara dan merupakan landasan yang membangun negara Indonesia. 

Pancasila sebagai dasar negara menjadi landasan dari segala undang-undang yang diberlakukan di Indonesia. Terdapat sejumlah undang-undang yang dilandasi oleh Pancasila, seperti di UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28E Ayat (1), "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali." Kebebasan dalam beragama juga ditekankan lagi di UUD NRI Tahun 1945 Pasal 29 Ayat (2) yang berbunyi, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama." Jadi, Indonesia adalah negara kebangsaan yang berketuhanan sehingga setiap warga negaranya wajib memeluk suatu agama untuk mengakui keberadaan Tuhan di Indonesia, tetapi warga diberikan kebebasan untuk memilih agama yang ingin dianut tanpa pemaksaan dari orang lain karena adanya kemerdekaan beragama di Indonesia. 

Peraturan tentang agama di Indonesia memunculkan pertanyaan tentang orang-orang yang ateis, agnostik, dan memiliki kepercayaan yang sesuai dengan adat istiadat. Apakah mereka harus dipaksa untuk menganut salah satu dari enam agama yang diakui Indonesia? Setiap warga negara Indonesia boleh mempraktekkan kepercayaannya masing-masing, tetapi mereka harus tercatat menganut salah satu agama yang diakui di Indonesia di dalam catatan sipil. UUD NRI Tahun 1945 Pasal 28E dan 29 berkata bahwa setiap orang bebas dalam memeluk agama, bukan kepercayaan. Agama yang dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945 tentu saja agama yang diakui oleh negara, agama yang tidak diakui negara tidak akan dianggap sebagai suatu agama dan hanya sebagai suatu kepercayaan. 

Jika manusia yang hidup di praaksara yang menganut kepercayaan animisme, shamanisme, dinamisme, totemisme, dan seterusnya hidup di masa kini, apakah mereka melanggar UUD NRI Tahun 1945? Jawabannya adalah iya karena animisme, shamanisme, dan dinamisme merupakan kepercayaan seperti kepercayaan adat istiadat. Manusia purba boleh menganut kepercayaan animisme dan kepercayaan lainnya, tetapi mereka harus menganut agama yang diakui negara secara hukum. Sebagai warga negara Indonesia, kewajiban kita adalah untuk menaati peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. 

Bagaimana dengan firman Tuhan? Apakah kepercayaan animisme, shamanisme, dinamisme, totemisme, dan seterusnya sesuai dengan pandangan Kristen? Tentu saja tidak, karena di dalam Hukum Taurat (Keluaran 20:1-17) Allah melarang manusia untuk memiliki allah lain di hadapan-Nya dan membuat patung untuk disembah karena tindakan-tindakan tersebut adalah tindakan berdosa. Animisme, shamanisme, dan kepercayaan lainnya yang dikembangkan di masa praaksara mengajarkan untuk menyembah benda atau roh suatu benda, padahal seharusnya pribadi yang disembah hanya Allah Tritunggal. Peristiwa alam yang terjadi di dunia bukan karena roh yang merasa terhormati atau terancam, melainkan karena kuasa Allah yang dahsyat. 

Walaupun negara Indonesia sudah memberlakukan kebebasan beragama bagi seluruh rakyatnya, tidak semua orang menaatinya. Pada tanggal 29 Juli 2016 terjadi pembakaran vihara dan kelenteng di Tanjungbalai, Sumatra Utara oleh para pengurus Masjid Al-Maksum. Para pengurus masjid tersebut membakar vihara dan kelenteng karena seorang perempuan etnis Tionghoa meminta masjid tersebut untuk mengecilkan volume pengeras suara mereka (Ginanjar, 2016). Menurut surat edaran dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, batas volume maksimal pengeras suara masjid adalah 100 dB. Suara sebesar 100 dB aman untuk didengar manusia selama 15 menit, jadi seharusnya suara dari masjid tetap aman untuk didengar oleh perempuan etnis Tionghoa tersebut. 

Masjid menggunakan pengeras suara yang kencang agar dapat mengingatkan orang-orang untuk salat. Di dalam agama Islam, menasihati orang lain akan kesalahan mereka sangat dianjurkan karena mereka juga akan dianggap bersalah jika tidak menasihati orang lain. Sebenarnya alasan ini bisa digunakan untuk menjawab orang-orang yang meminta untuk mengecilkan volume pengeras suaranya. Seharusnya para pengurus masjid bisa menjelaskan kepada perempuan etnis Tionghoa dengan baik dan sopan tentang alasan volume pengeras suara mereka kencang, tetapi mereka lebih memilih untuk membakar tempat dan peralatan ibadah milik umat beragama lain akibat dari kesalahan satu orang. Para pengurus masjid ini merupakan teladan yang buruk karena cara mereka menangani masalah antarumat beragama melanggar salah satu dari 7 dosa mematikan, wrath (kemarahan). 

Setiap umat beragama di Indonesia harus bekerja sama dengan baik agar bisa tercipta "Trilogi Kerukunan Umat Beragama" dimana harus ada kerukunan intern umat beragama, antarumat beragama, dan antarumat beragama dengan pemerintah. Allah juga menghendaki manusia untuk menjaga kerukunan dengan sesama seperti yang ditulis di Lukas 10:27, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Allah dan negara kami menginginkan adanya kerukunan umat beragama supaya tidak terjadi kekacauan dan ketidakadilan dalam aspek kepercayaan dan agama. Kekacauan dan ketidakadilan bertentangan dengan tujuannya adanya kemerdekaan beragama. Kemerdekaan beragama seharusnya mendatangkan kedamaian, keteraturan, dan kebebasan yang bertanggung jawab, tetapi tujuan ini tidak akan tercapai jika manusia tidak bisa menghargai kepercayaan satu sama lain. Oleh karena itu, setiap umat beragama harus menaati peraturan pemerintah tentang kebebasan beragama. 

Untuk menciptakan kerukunan dalam lingkungan beragama, manusia harus belajar untuk menerima fakta bahwa tidak mungkin seluruh populasi dunia memiliki kepercayaan yang sama, tidak ada individu yang sama dan memiliki pendapat yang sama persis tentang kepercayaan. Jika ada yang memiliki kepercayaan yang sama dengan kamu, syukurilah hal itu dan saling bertumbuhlah dengan cara belajar lebih dalam tentang agamamu. Misalnya, kamu beragama Kristen dan bertemu dengan orang lain yang beragama Kristen. Kalian sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi dan ingin meninggalkan cara hidup lama yang dipenuhi dengan dosa, jadi sudah seharusnya kalian saling memotivasi untuk berdoa, membaca Alkitab, dan menerima Roh Kudus ke dalam hatimu untuk mengalami transformasi spiritual agar seluruh aspek dalam dirimu menjadi kudus. Jika pikiran, perasaan, tubuh, dan sosial konteksmu sudah dipenuhi Roh Kudus, kamu akan bisa menciptakan hubungan yang rukun dengan orang yang memiliki agama yang sama, umat agama lain, dan juga pemerintah. 

Jadi, kepercayaan yang ada di Indonesia masa kini berbeda dengan kepercayaan yang dikembangkan di masa praaksara. Kepercayaan-kepercayaan yang pertama kali dikembangkan adalah animisme, shamanisme, dan dinamisme. Setelah masa praaksara, manusia tetap lanjut mengembangkan kepercayaan lain, yaitu totemisme, politeisme, dan monoteisme. Manusia di masa praaksara dan masa-masa setelahnya tidak hanya berfokus pada perkembangan kepercayaan karena mereka juga fokus dalam mengembangkan teknologi untuk memudahkan kehidupan mereka. Sekarang, Indonesia mengakui enam agama yang hanya sesuai dengan kepercayaan politeisme dan monoteisme dan memberikan kebebasan bagi warganya untuk memilih agama yang ingin dianuti. Setiap warga negara Indonesia dapat memiliki kepercayaannya sendiri, tetapi secara hukum setiap warga harus memiliki salah satu dari enam agama di Indonesia karena Indonesia adalah negara kebangsaan yang berketuhanan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun