Saat ini, banyak orang semakin menyadari pentingnya kesehatan mental karena merupakan bagian dari keadaan sehat yang baik. Sejalan dengan UU No. 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial, yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Â
Namun, angka gangguan kesehatan mental justru semakin naik, di antaranya adalah gangguan kecemasan. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, sebesar 6,2% penduduk Indonesia usia 15-24 tahun mengalami gangguan kecemasan dan tertinggi pada usia di atas 75 tahun sebesar 8,9%.Â
Gangguan kecemasan juga merupakan penyakit nomor 2 penyebab gangguan mental (Institute of Health Metrics and Evaluation, 2017 dalam Kemenkes, 2019).
Gangguan kecemasan adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang kecemasan yang berlebihan, disertai respons perilaku, emosional, dan fisiologis.Â
Individu yang mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik tanp alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatik, atau rasa khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan.Â
Pada kesempatan yang jarang terjadi, banyak orang memperlihatkan salah satu dari perilaku yang tidak lazim tersebut sebagai respons normal terhadap kecemasan.Â
Perbedaan antara respons kecemasan yang tidak lazim ini dengan gangguan kecemasan ialah bahwa respons kecemasan cukup berat sehinggabisamengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan gangguan sosial (Amir, 2013; Kaplan et al, 2010).
Saat ini banyak terapi digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan, di antaranya masih berupa studi penelitian, seperti efek suplementasi magnesium (Mg). Magnesium (Mg) adalah mineral penting yang digunakan dalam tubuh manusia, sebagai kofaktor, oleh lebih dari 300 reaksi biokimia yang diperlukan untuk mempertahankan homeostasis (Swaminathan, 2003).Â
Fungsi biologis Mg luas dan bervariasi, dan termasuk produksi asam nukleat, keterlibatan dalam semua reaksi yang dipicu adenosin trifosfat (ATP), dan modulasi aktivitas apa pun yang dimediasi oleh fluks konsentrasi kalsium intraseluler (misalnya, pelepasan insulin, kontraksi otot) (Topf dan Murray, 2003).Â
Magnesium juga memainkan peran kunci dalam aktivitas sistem psikoneuroendokrin dan jalur biologis dan transduksi yang terkait dengan patofisiologi depresi (Murck, 2002).
Studi review sistematik oleh Boyle et al (2017) menghasilkan kesimpulan bahwa efek Mg pada model hewan memiliki hasil positif bahwa suplementasi Mg akan memiliki efek menguntungkan pada kecemasan ringan/sedang. Namun, efek potensial Mg dalam mengurangi respons psikologis terhadap stres membutuhkan penyelidikan lebih lanjut dikarenakan penelitian pada manusia masih memiliki beberapa kekurangan dan efek placebo.