Mohon tunggu...
Madinatul Munawwaroh
Madinatul Munawwaroh Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli gizi yang menulis

Sedang berlatih menyampaikan hal-hal yang menarik minat melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pemenuhan Gizi Mahasiswa dengan Nasi Instan Paket Komplet

30 Agustus 2018   12:54 Diperbarui: 30 Agustus 2018   18:19 2311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Thinkstock Photo)

Teknologi yang terus berkembang, kebutuhan manusia yang semakin meningkat, dan waktu yang sepertinya semakin bertambah cepat, mau tak mau membuat para pekerja industri berlomba-lomba membuat produk yang mudah digunakan dalam sekejap. Hal ini juga berlaku pada industri pangan, saat ini pangan instan semakin digemari karena kemudahan dalam memasak dan harganya yang terjangkau untuk kantong pembeli.

Ada banyak produk pangan instan yang beredar di pasaran, di antaranya sereal, kopi, mi, dan nasi. Produk-produk ini kebanyakan dibeli oleh mereka yang memiliki waktu terbatas hanya untuk sekedar makan, seperti pekerja kantoran, ibu rumah tangga yang juga bekerja, serta mahasiswa.

Mahasiswa yang jauh dari orangtua, dengan keuangan terbatas setiap bulannya, memaksa mereka untuk memutar otak, bagaimana caranya bisa makan kenyang dengan uang pas-pasan. 

Pangan instan adalah solusi bagi masalah para mahasiswa ini, dan yang paling digemari tentu saja mi instan, mereka menganggap mi instan adalah satu-satunya pilihan karena harganya bisa dibilang murah dan tak perlu waktu lama dalam pengolahan, mi instan adalah sahabat sekaligus penyelamat bagi mahasiswa.

"Yang penting kenyang" adalah prinsip para mahasiswa, mereka bahkan tak peduli jika mereka harus mengonsumsi mi instan lebih dari tiga kali dalam seminggu. Sayangnya, para mahasiswa ini kadang tidak tahu, atau tidak mau tahu bahwasannya keberagaman dalam konsumsi makanan perlu juga diperhatikan.

Banyak mahasiswa yang tidak tahu (atau tidak mau tahu), bahwa mengonsumsi nasi, lauk nabati, lauk hewani, sayur, dan buah-buahan juga sangat perlu untuk menunjang aktivitas mereka dalam sibuknya dunia perkuliahan.

Para mahasiswa ini akan beralasan bahwa tidak ada waktu untuk membeli makanan dengan porsi lengkap seperti itu, dan mahalnya komoditas pangan non-instan juga merupakan alasan utama para mahasiswa lebih memilih mengonsumsi mi instan.

Padahal, jika melihat lebih jauh, ada pula pangan instan lain yang mudah dan cepat dalam pemasakannya, sebut saja nasi instan, sayangnya, mahasiswa akan selalu menemukan alasan. Nasi instan belum banyak ditemui di pasaran, harganya juga relatif mahal untuk kantong mahasiswa. Maka, kembalilah para mahasiswa ini pada cinta pertamanya: mi instan.

Kontroversi Mi Instan

Saat ini, mi instan tengah (dan sepertinya akan terus) digemari oleh semua kalangan, baik itu anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Rasanya yang lezat dan praktis serta cepat dalam pemasakan membuat mi instan ada di jajaran atas dalam penjualan makanan, bahkan dalam Kompas.com pada Sabtu, 27 April 2013 dikatakan bahwa Asosiasi Mi Instan Dunia di Jepang merilis daftar negara konsumen mi instan terbesar di dunia dan Indonesia berada di peringkat kedua. 

Hal ini membuktikan bahwa hingga sekarang, masyarakat masih sangat menerima mi instan sebagai budaya pangan baru. Namun, sampai saat ini banyak terdapat berita simpang-siur tentang bahaya mengonsumsi mi instan dikarenakan kandungan bahan pengawet dan sintetik yang ada di dalamnya.

Eddy Setyo Mudjajanto, dosen gizi masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor menyebutkan pada Harian Kompas Sabtu, 14 September 2013 bahwa jika makanan berpengawet dikonsumsi secara terus-menerus, bisa memicu gangguan kesehatan, termasuk kanker. 

Selain itu, juga diungkapkan bahwa belum ada bukti ilmiah mengenai bahaya mi instan, karena isu tersebut baru dugaan sehingga sebaiknya konsumsi mi instan dibatasi tiga kali seminggu.

Pada artikel harian Antara News, Sabtu 25 Januari 2014, M. Alwi yang merupakan koordinator Badan Pengawasan Obat dan Makanan daerah Karawang, mengatakan bahwa para korban banjir yang mengungsi sebaiknya tidak terlalu banyak mengonsumsi mi instan. 

Hal ini dilansir ketika terjadi banjir di daerah Kampung Melayu. Jakarta Timur. Pada artikel yang sama juga dijelaskan bahwa mi instan mengandung zat sintetik yang meskipun dampaknya tidak secara langsung, tetapi dengan mengonsumsi makanan yang mengandung zat sintetik biasanya akan mengakibatkan gangguan saluran pencernaan, sakit perut dan diare.

Nasi Instan, Apa Itu?

Saat ini, beras merupakan komoditi pangan yang populer untuk negara-negara Timur, tak terkecuali Indonesia. Sekitar 52-55% kalori dan 45-48% protein bagi sebagian besar penduduk lndonesia berasai dari beras.

Cara pengolahan beras yang paling umum adalah dimasak menjadi nasi atau bubur. Nasi yang dimasak dari beras biasa memerlukan waktu pemasakan 20-30 menit sampai tingkat kematangan yang dapat diterima. Bila ditambah proses sebelumnya yang meliputi perendaman, pencucian, dan pengukusan memerlukan waktu total sekitar 1 jam. Persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga mereka malas memasak nasi

Oleh sebab itu, orang-orang industri pangan melihat celah ini dengan baik, mereka mengembangkan produk nasi instan sebagai alternatif bagi orang Indonesia yang istilahnya "Belum makan, kalau belum makan nasi."

Nasi instan diolah dengan teknologi sehingga beras dibuat memiliki pori-pori besar. Beras juga dimasak dengan suhu dan tekanan tinggi, lalu dikeringkan. Beras instan yang siap pakai, cukup ditambah air mendidih dan didiamkan selama 5 menit lalu siap dikonsumsi.

Hal ini diharapkan dapat menjadi pemecahan masalah akan tingginya konsumsi beras sebagai sumber karbohidrat utama, apalagi nasi instan memiliki nilai energi dan protein yang sama dengan nasi yang dimasak dari beras biasa. Meskipun dalam pengolahannya nanti, nasi instan juga harus dilengkapi dengan lauk dan sayur untuk memenuhi kebutuhan energi dalam sehari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun