Mengikuti kasus yang menimpa tokoh Spiritual Anand Krishna, membuat saya banyak berpikir dan merenung. Masih adakah keadilan di Indonesia ini? Dari fakta-fakta persidangan yg sudah terungkap, rasanya sudah bisa disimpulkan ke arah mana kasus ini akan dibawa. Saya meragukan ada keadilan di Indonesia ini. Hukum telah menjadi milik sekelompok orang yang dengan bebas bisa menentukan nasib orang lain. Keadilan telah berpihak pada kepentingan golongan. Terus terang saya merasa pesimis melihat kondisi ini. Semoga pesimisme saya salah. Saya selalu berdoa semoga masih ada anak-anak bangsa yang mempunyai hati nurani, menyelamatkan Kapal Indonesia ini tenggelam oleh gelombang ketidaksadaran.
Dari kasus ini pula, banyak pertanyaan muncul menyikapi sikap Pak Anand melakukan mogok makan dalam melawan ketidakadilan yang diterimanya selama proses persidangan. Pertanyaan yang muncul biasanya kenapa harus mogok makan? Tidak adakah cara lain? Terlebih lagi, kenapa harus menyakiti diri sendiri/tubuh? Saya bukanlah juru bicara Pak Anand. Saya juga bukan mencoba untuk membela apa yang Pak Anand lakukan. Saya hanya mencoba untuk memahami apa yang Pak Anand lakukan sebatas pemahaman dan kesadaran saya saat ini.
Ketika sebuah sistem menjadi sedemikian korup dan orang-orang di dalam sistem yang korup tersebut menjadi begitu arogan, maka satu-satunya cara untuk melawan untuk mengubah sistem seperti ini adalah lewat perjuangan diri sendiri. Apa lagi yang bisa dilakukan? Kemana lagi harus mengadu ketika semua ‘tempat pengaduan’ menjadi bagian dari sistem yang korup ini. Sehingga apa yang dilakukan Pak Anand menjadi relevan dalam hal ini. Satu-satunya jalan yang tersisa, dengan kasih tanpa menyakiti siapapun, mengorbankan diri sendiri untuk suatu tujuan yang lebih mulia, untuk reformasi hukum dan tegaknya keadilan di Indonesia. Sebuah tujuan yang semata-mata untuk kebaikan umat manusia sendiri. Love is the only Solution seperti yang Pak Anand yakini selama ini menjadi sebuah motto yang relevan untuk dijalani sebagai satu-satunya solusi.
Metoda mogok makan menjadi the last resort - jalan terakhir untuk menuntut keadilan tanpa harus menyakiti siapa pun, tanpa harus mengorbankan orang lain. Tubuh sendiri menjadi media perlawanan dengan penuh kesadaran dan kasih. Karena cara lain, media yang lain sudah tidak mampu melawan sistem yang sudah sedemikian berkarat. Dan yang terpenting juga bahwa cara yang ditempuh Pak Anand atas pilihan sendiri dengan penuh kesadaran dan cinta kasih.
Ahimsa yang saya pahami selama ini bukanlah ahimsa yang pasif menerima keadaan apa pun yang kita terima in the name of non-violence. Mengatasnamakan tanpa kekerasan, tapi sesungguhnya menyembunyikan kelemahan-kelemahan kita, ketidakberdayaan kita, ketakutan kita. Ahimsa atau non-violence harus diterjemahkan menjadi Ahimsa yang dinamis. Ketika Mahatma Gandhi mendapati sekumpulan monyet mengganggu kebun di Ashram dia, maka Beliau pun mengatakan bahwa pertama-tama saya akan mengusir monyet-monyet itu. Kemudian jika diperlukan, maka saya pun akan membunuh monyet-monyet itu untuk menyelamatkan tanaman di kebun. Martin Luther King pun turun ke jalan melakukan aksi damai untuk menuntut reformasi, menyuarakan apa yang menjadi protes dia kepada sistem yang berlaku pada saat itu dengan resiko apapun. Bukan duduk diam, mengharap akan ada keajaiban dari langit. Untuk membasmi para Kurawa yang telah melakukan kezaliman di dunia, Sri Krishna pun memilih jalan perang ketika negosiasi telah buntu.
Jalan tanpa kekerasan yang saya pamahi bukanlah jalan yang pasif. Tapi jalan yang dinamis, full of power sekaligus penuh kelembutan dan kasih. Seorang penganut Ahimsa sejati adalah seorang yang mempunyai kekuatan dan keberanian luar biasa sekaligus kasih yang sedemikian luas. Kekuatan dan keberanian yang dia peroleh dari keyakinan yang teguh akan jalan kebenaran. Kasih yang tumbuh dari niat yang kuat untuk kemanusiaan, for the sake of humanity. Apa yang Pak Anand lakukan (mogok makan)adalah bagi saya sebagai sebuah bentuk Ahimsa yang dinamis untuk melawan ketidakadilan yang terjadi.
Selamat Berjuang Pak Anand. Apa yang kau lakukan saat ini barangkali tidak dipahami banyak orang. Tapi saya meyakini apa yang Pak Anand lakukan adalah untuk tujuan yang mulia. Untuk kemanusiaan kita semua yang sudah mulai redup, tenggelam oleh hiruk pikuk kebinatangan dalam diri.
Satyam Eva Jayate, Kebenaran pasti selalu Jaya!
Made Edy Suparyasa - wiraswasta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H