Mohon tunggu...
madedarmiyanti
madedarmiyanti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya seorang Bidan dan juga seorang dosen di prodi kebidanan, hobi : nonton dan kuliner, Saat ini sedang studi di Prodi Pasca Sarjana S3 UNDIKSHA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah dan Kekuasaan; Siapa yang Mendikte Masa Depan??

30 November 2024   18:30 Diperbarui: 26 November 2024   11:39 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Institusi pendidikan sering dipandang sebagai arena netral untuk membentuk generasi muda, namun sebenarnya tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan. Secara eksplisit maupun implisit, institusi pendidikan memengaruhi pembentukan masa depan masyarakat, sering kali dengan pola yang mempertahankan hierarki sosial. Interaksi antara institusi pendidikan dan kekuasaan merupakan isu krusial dalam menganalisis pengaruh pendidikan terhadap struktur sosial dan perkembangan masyarakat. Institusi pendidikan sering dianggap sebagai sarana pembentukan masa depan, namun kekuasaan yang mengatur lembaga ini dapat menentukan apakah ia berfungsi sebagai ruang pemberdayaan atau kontrol.

Pierre Bourdieu menegaskan bahwa sekolah memainkan peran penting dalam melestarikan kekuasaan simbolik melalui mekanisme reproduksi sosial. Sistem pendidikan cenderung memperkuat dominasi kelas dengan memberikan keuntungan kepada siswa yang memiliki modal budaya yang lebih tinggi, seperti kemampuan bahasa atau akses ke sumber daya. Sekolah secara implisit mendukung status quo yang ada dengan mendidik siswa agar selaras dengan kebutuhan pasar atau masyarakat yang ditentukan oleh mereka yang berkuasa.

Isi kurikulum sering kali disusun oleh kelompok berkuasa untuk mencerminkan ideologi mereka. Dalam konteks politik, ini melibatkan pengendalian narasi sejarah, nilai-nilai moral, atau norma yang diajarkan. Institusi pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk membentuk individu yang taat, sejalan dengan kepentingan penguasa. Kurikulum sekolah bukan hanya sekumpulan materi pelajaran, melainkan juga cerminan kekuasaan yang menentukan apa yang dianggap penting. Dalam beberapa situasi, kurikulum disusun untuk mempertahankan ideologi tertentu. Contohnya, narasi sejarah sering disusun untuk menonjolkan individu atau kelompok tertentu sesuai dengan kepentingan politik penguasa.

Di Indonesia, kurikulum sering mencerminkan tarik-menarik kepentingan politik, seperti penghapusan atau penambahan konten sejarah yang mendukung narasi ideologis tertentu. Dalam konteks ini, sekolah berperan sebagai ekstensi kekuasaan negara, membentuk pola pikir siswa.

Ketidaksetaraan dalam akses pendidikan berkualitas memperburuk ketidaksetaraan sosial. Institusi pendidikan di kawasan perkotaan umumnya memiliki fasilitas yang lebih unggul dibandingkan dengan daerah terpencil, menciptakan ketidaksetaraan kesempatan bagi siswa. Ketimpangan pendidikan di Indonesia adalah bukti nyata pengaruh kekuasaan terhadap masa depan. Data menunjukkan bahwa siswa di daerah terpencil atau dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki akses terbatas terhadap fasilitas, pengajar berkualitas, dan materi pendidikan modern. Akibatnya, mereka teralienasi dalam kompetisi ekonomi dan sosial.

Perbedaan dalam pendidikan berdampak negatif pada mobilitas sosial, di mana individu dari kelas bawah mengalami kesulitan dalam mengubah situasi ekonomi mereka. Ini memperkuat hierarki sosial yang menguntungkan kelompok yang berkuasa.

Institusi pendidikan memiliki potensi substansial untuk berperan sebagai ruang pembebasan. Teori Paulo Freire menekankan pendidikan dialogis yang memungkinkan siswa untuk berpikir kritis terhadap sistem yang ada, sehingga mereka dapat menantang kekuasaan yang tidak adil dan membentuk masa depan yang lebih inklusif. Dalam praktiknya, masa depan masyarakat sering ditentukan oleh individu yang memiliki akses ke pusat kekuasaan. Perubahan memerlukan reformasi pendidikan yang menekankan keadilan sosial dan partisipasi semua pihak. Institusi pendidikan bukan hanya lokasi untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga medan pertempuran ideologi dan kepentingan. Apakah ia berfungsi sebagai alat pelestarian kekuasaan atau pembebasan tergantung pada pihak yang mengendalikan dan cara sistem pendidikan tersebut dirancang. Pertanyaan "siapa yang menentukan masa depan?" merujuk pada mereka yang memiliki wewenang untuk mengarahkan arah pendidikan. Saat ini, kekuasaan ini sering kali berada di tangan elit ekonomi dan politik. Namun, inisiatif berbasis komunitas, seperti pendidikan alternatif dan sekolah rakyat, mulai muncul sebagai usaha untuk merebut kembali kendali atas pendidikan.

"Pendidikan adalah kekuatan terbesar untuk mengubah dunia. Pastikan sekolah menjadi ruang pembebasan, bukan alat penindasan."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun