Mohon tunggu...
I Made Andi Arsana
I Made Andi Arsana Mohon Tunggu... Dosen UGM -

Dosen UGM | Blogger | Kepala Kantor Urusan Internasional UGM | Alumni UNSW | Alumni University of Wollongong | Ayah | Suami | Penulis Buku | Pembicara Publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wyncent Halim: Teladan Gadjah Mada dari Pematangsiantar

19 Juli 2017   21:00 Diperbarui: 21 Juli 2017   09:35 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana jika tidak ada dukungan dari kampus atau sponsor?" Wyncent beruntung karena kerap dukungan itu datang dari orang tuanya. Tidak jarang, orang tua Wyncent bersedia membelikan tiket untuknya bisa lomba di luar kota atau bahkan luar negeri. Dukungan orang tua Wyncent memang total, meskipun dia kadang merasa tidak enak karena itu membebani orang tuanya. "Jika terlalu mahal, mereka pun tidak akan mampu, Pak. Jadi saya harus mempertimbangkan dengan matang sebelum meminta dukungan orang tua," katanya bijaksana.

Dari Hubungan Internasional ke Jurusan Hukum
Ditanya soal pendidikan, Wyncent punya cerita sendiri. Dia ternyata bersekolah di sekolah nasional dari TK hingga SMA di Pematangsiantar. Dengan kiprahnya di berbagai lomba dan ketertarikannya dengan Bahasa Internasional, Wyncent mantap untuk masuk Departemen Hubungan Internasional UGM. Kala itu, tahun 2013, dia masuk International Undergraduate Program untuk International Relation. Menjadi diplomat adalah sesuatu yang diimpikannya dan dia merasa itu profesi yang keren. Sayang sekali, Wyncent rupanya tidak menemukan apa yang dia imajinasikan sebelumnya. Ada hal yang sepertinya dia tidak antisipasi sehingga merasa kurang cocok. Di tahun berikutnya, dia pindah ke Fakultas Hukum, juga program internasional. Ketika ditanya soal respon orang tuanya, Wyncent menegaskan bahwa dia diminta untuk memikirkan ulang dan memutuskan dengan hati-hati. Setelah mengikuti nasihat orang tuanya, toh akhirnya Wyncent mengambil keputusan untuk pindah.

Menurut Wyncent, pindah ke Fakultas Hukum UGM adalah salah satu keputusan terbaik yang dilakukannya. Dia merasa menikmati dan menemukan passion-nya di sana. Meski demikian, secara bijaksana dia juga menegaskan bahwa dia tidak menganggap Fakutas Hukum lebih baik dari HI. Dia merasa itu soal passion pribadi. "Jika kita melakukan sesuatu dengan passion, usaha keraspun tidak terasa berat dan hasilnya tentu lebih baik," tegasnya mantap. Mungkin karena penjiwaannya belajar di fakultas hukum, kerja cerdas dan kerasnya selalu menghasilkan nilai baik. Indeks prestasi akumulatifnya tercatat 3,92, sebuah angka fantastis di sebuah fakultas bergengsi di UGM.

Wyncent senang berbagi. Itu juga yang mempertemukan kami untuk pertama kalinya di Prodi Teknik Industri Fakultas Teknik UGM ketika sama-sama jadi pembicara. Ketika ditanya oleh Asti soal perasaannya ketika berbagi, Wyncent menceritakan perasaan yang lega luar biasa ketika dia melihat wajah-wajah yang senang, apalagi tercerahkan setelah medengar pemaparannya.

"Saya sering tegang ketika diminta berbagi karena saya biasanya menargetkan agar orang yang mendengar saya itu bisa paham dan jika perlu, tercerahkan. Saya paling tidak nyaman dan merasa gagal kalau melihat pendengar saya tidak antusias, apalagi sibuk bermain gadget sendiri saat saya bicara." Seperti juga pembicara publik lainnya, Wyncent merasa mendapatkan energi dari pendengarnya. Hal ini juga yang membuatnya selalu bersiap dengan serius setiap kali diminta presentasi. "Saya mending tidak datang jika saya rasa audiens tidak akan mendapatkan apa-apa dari saya," katanya reflektif.

Saat saya tanya soal karir dan cita-cita, Wyncent ingin memulai karirnya di sebuah perusahaan swasta. "Kemungkinan besar saya mau kerja di Law Firm, Pak," katanya serius. "Saya akan mendapatkan banyak pengalaman tetapi tetap fleksibel untuk bisa memilih karir yang lain di masa depan. Saya juga tertarik untuk sekolah lagi setelah itu dan kemudian masuk ke institusi pemerintahan. Mungkin Bank Indonesia." Tampaknya Wyncent tahu benar apa yang diimpikannya dan dia mengusahakan itu dengan sungguh-sungguh. "Tertarik jadi dosen?" tanya saya. "Belum Pak," katanya sambil tertawa. "Tapi saya suka berbagi dan saya rasa saya tetap bisa melakukan itu tanpa harus menjadi dosen secara formal," katanya buru-buru menyempurnakan jawabannya.

Percakapan kami berjalan cukup lama ternyata, meskipun tidak terasa. Dari pukul 18.00 kami ngobrol di taman dan berpindah ke ruang makan sampai pukul 21.30. Banyak hal yang saya pelajari dan sebagian saya simpan, mungkin untuk diceritakan di kesempatan lain. Bapak mertua saya yang alumni Teknik Sipil UGM juga sempat bercakap-cakap dengan Wyncent. "Anaknya cepat tanggap. Dia bisa bercerita cukup panjang saat dipancing dengan pertanyaan singkat," kata Bapak memuji setelah Wyncent pergi. Mengetahui sifat Bapak mertua saya yang kritis kepada anak muda, pujian itu sangat bermakna.

Saya mengingat lagi kelakar saya di awal percakapan kami yang 'menuduh' Wyncent tidak kelihatan seperti anak UGM. Tentu saja saya hanya bercanda. Wyncent mungkin memang tidak terlihat ndeso, dekil, kucel, dan kumal seperti layaknya saya dan teman-teman yang saya bayangkan 20 tahun lalu. Namun setelah bercakap-cakap lama dan menyelami kepribadiannya, ada nilai-nilai yang saya kenal baik pada dirinya. Kebaikan hati, kepedulian, kecintaan pada tanah air, ketekunan dalam berusaha, perjuangan dalam kondisi yang kadang terbatas, semua itu tentu saja melekat arat pada jiwa Padepokan Gadjah Mada. Melihat dan mengenalnya, saya teryakinkan, Wyncent memang layak menjadi Teladan Gadjah Mada dari Pematangsiantar.

I Made Andi Arsana, Ph.D

Dosen Teknik Geodesi, Kepala Kantor Urusan Internasional UGM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun