Mohon tunggu...
Made Virgie
Made Virgie Mohon Tunggu... Penulis - mahasiswa

Suka review film

Selanjutnya

Tutup

Film

Film Yuni, Bicara Belenggu Wanita dan Kultur Partriarki di Daerah Pinggiran

26 Oktober 2022   00:07 Diperbarui: 26 Oktober 2022   00:28 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film pada umumnya dibangun dengan banyak tanda, sistem semiotika yang penting dalam film adalah penggunaan tanda ikonis yang mengandung makna tertentu dan menggambarkan sesuatu. Metode semiotika dapat digunakan untuk menganalisis sebuah film, karena film merupakan bidang kajian yang relevan untuk analisis tersebut.

 Film yang disutradarai oleh seorang sutradara wanita yakni Kamila Andini yang berjudul Yuni, membawa banyak isu-isu wanita di dalamnya. Mengisahkan seorang wanita muda yang cukup pandai di sekolahnya yang mencoba membangun masa depannya dengan tangguh, namun ia mendapati tetangganya yang terpikat dengannya dan malah melamarnya. 

Lamaran pertama ia tolak, dan terjadi lagi lamaran ketiga dari pria yang berbeda dan ia tolak lagi, namun ketika lamaran ketiga terjadi, terdapat sebuah mitos dimana ketika seorang perawan menolak lamaran ketiga kali maka hidupnya akan tidak beruntung dikemudian hari. 

Lalu disana lah pergejolakan tokoh Yuni mulai terjadi dimana kultur di daerahnya seakan memaksanya untuk patuh terhadap norma-norma yang ada. Film Yuni ini, juga terinspirasi dari kisah nyata asisten rumah tangga Kamila yang sudah punya cucu di usianya yang masih muda. Yuni jelas menampilkan premis yang mengangkat isu tentang pernikahan di bawah umur yang masih dianggap lumrah sebagian besar masyarakat Indonesia.

Keperawanan sebagai Nilai Jual

Film ini menangkap isu keperawanan yang juga menjadi "nilai jual" perempuan di masyarakat. Dimana diawal film diperlihatkan seorang remaja wanita mengetes keperawanannya di toilet sekolah, ialah bentuk simbolis bagaimana kultur maupun norma yang ada di daerah sangat menjunjung tinggi keperawanan seorang wanita ketika sampai di lamar dan ke pelaminan.

Di akhir-akhir film tersebut juga terlihat bagaimana akhirnya Yuni menerima lamaran ke tiga dan dia diketahui tidak perawan dan pernikahannya pun dibatalkan, ini menggambarkan sebuah kesinambungan simbol dan pertanda bahwa Kamila sebagai director memang konsisten sekali untuk memperkuat isu ini hingga diakhir film ditampilkan kembali. 

Selain symbol yang dihadirkan melalui adegan serta suatu objek barang (testpack), Film Yuni juga menampilkan simbol melalui tokoh tokoh yang hadir.

 Tokoh Suci Cute yang hadir dalam film Yuni menjadi suatu bentuk penolakan akan kultur partriarki yang terjadi, dimana jargon yang sering ia ucapkan yakni "Freedom abiss!" menjadi identitas tokoh tersebut yang menyadari Yuni bahwa wanita zaman sekarang juga punya pilihan atas hidupnya yang tidak perlu dikekang oleh apapun dan siapapun. 

Selain itu juga, terdapat tokoh Sarah, teman SMA Yuni yang terpaksa menikah di usia yang cukup dini sebab kehamilan diluar nikah, hal ini juga dapat menjadi gambaran bagaimana edukasi seksual di negara kita masih terbilang cukuo tabu dan minim.

Memikul Beban Kultur Partriarki 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun