Mohon tunggu...
Made DevinaFebryanti
Made DevinaFebryanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

BAIK

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antisipasi Indonesia dalam Menghadapi Lonjakan Kasus Ancaman Pneumonia

31 Desember 2023   17:40 Diperbarui: 31 Desember 2023   17:46 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak Desember 2019, munculnya serangkaian kasus pneumonia dengan penyebab tidak diketahui di Wuhan City, Hubei Province, China, telah menjadi sorotan dunia. Meskipun awalnya dianggap sebagai penyakit ringan dengan prognosis baik, perhatian global segera teralihkan ketika gejala yang lebih serius mulai muncul. Gejala ini mirip dengan sindrom pernapasan akut berat (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS), yang sebelumnya disebabkan oleh coronavirus. Kedua sindrom tersebut telah meninggalkan jejak krisis kesehatan yang mendalam di masa lalu, dan munculnya varian baru dari coronavirus ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait dampak global yang mungkin dihasilkan (Chinese Medical Association, 2020).

Pada 3 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi virus baru yang bertanggung jawab atas pneumonia misterius ini sebagai coronavirus baru dan memberinya nama COVID-19. Meskipun spekulasi awal menunjukkan keterkaitan dengan zoonosis dan paparan lingkungan di pasar seafood di Wuhan, penyebaran cepat penyakit ini kemudian dikaitkan dengan transmisi manusia ke manusia, memunculkan tantangan serius bagi upaya penanggulangan global (Chen et al., 2020). 

Hingga 16 Februari 2020, pemerintah China telah melaporkan lebih dari 68,000 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan 1,666 kematian, terutama di Provinsi Hubei dan khususnya di Kota Wuhan. Meskipun data ini mencerminkan situasi di pusat asal wabah, informasi terkait epidemiologi dan karakteristik klinis kasus di luar Hubei masih terbatas, menggarisbawahi kebutuhan akan penelitian yang lebih mendalam untuk memahami dampak global penyakit misterius ini (Chan et al., 2020).

Pada tanggal 16 Februari 2020, pemerintah China melaporkan lebih dari 68,000 kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan 1,666 kematian, terutama terpusat di Provinsi Hubei dan khususnya di Kota Wuhan. Meskipun angka ini memberikan gambaran situasi di pusat asal wabah, kekurangan informasi terkait epidemiologi dan karakteristik klinis di luar Hubei Province menyoroti kebutuhan mendesak akan penelitian yang lebih luas dan mendalam terkait penyakit ini (Li et al., 2020). 

Dalam konteks ini, tulisan secara khusus bertujuan untuk mengisi celah pengetahuan tersebut dengan menyelidiki epidemiologi dan manifestasi klinis pada 40 pasien COVID-19 (Lu et al, 2020). Studi ini dilakukan di Xianyang Central Hospital, Shaanxi Province, dan Liaocheng Infectious Disease Hospital, Shandong Province, antara 21 Januari 2020 hingga 16 Februari 2020. Dengan mengarahkan fokusnya pada kasus di luar pusat asalnya, penelitian ini diharapkan memberikan wawasan yang lebih mendalam terkait perkembangan dan dampak pneumonia misterius ini di wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya dijelajahi oleh laporan sebelumnya (Zhu et al., 2020).

Pneumonia adalah penyakit pernapasan serius yang dapat menyerang siapa saja, termasuk masyarakat di China. Beberapa tahun terakhir, kasus pneumonia telah menjadi perhatian khusus di China, terutama setelah terjadi lonjakan kasus yang menyerang anak-anak. 

Pada tanggal 13 November 2023, Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan peningkatan penyakit pernapasan pada anak-anak di China Utara. Lonjakan kasus ini telah membuat rumah sakit kewalahan karena banyak bangsal yang penuh, seperti Rumah Sakit Anak Beijing telah menerima 9.378 pasien setiap harinya, menyebabkan kapasitas penuh selama dua bulan terakhir. Klinik rawat jalan, klinik anak, dan departemen pernapasan di beberapa rumah sakit di Beijing juga telah dipesan selama tujuh hari (Lu et al., 2020).

Kondisi ini tidak hanya merupakan ancaman kesehatan bagi masyarakat lokal tetapi juga memiliki dampak global yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Awalnya, penyebab peningkatan kasus pneumonia di China masih misterius. Akan tetapi pada 28 November 2023, pemerintah China telah melaporkan bahwa sebagian besar kasus pneumonia berasal dari infeksi mycoplasma pneumoniae. Penyebab merebaknya kasus pada anak dipicu oleh keberadaan saluran pernapasan anak yang lebih pendek dibandingkan orang dewasa, memudahkan infeksi masuk dan menimbulkan pneumonia (Lu et al., 2020). 

Hingga saat ini, WHO belum menyatakan kasus pneumonia sebagai kedaruratan, tetapi menghimbau untuk terus waspada. WHO telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi, dan pemerintah China telah melaksanakan berbagai rekomendasi tersebut, termasuk melakukan vaksinasi, tes dan perawatan medis sesuai kebutuhan. Pemerintah juga mengampanyekan pada masyarakat untuk menjaga jarak, tinggal di rumah saat sakit, memakai masker, memastikan ventilasi udara yang baik, serta mencuci tangan secara benar dan teratur (Zhu et al., 2020).

Di Indonesia, belum terjadi lonjakan kasus akibat pneumonia. Meski begitu, Ketua MPR RI telah meminta Kementerian Kesehatan (Kemkes) berkoordinasi dengan WHO untuk meng-update dan memantau perkembangan kasus di China dan negara terjangkit lainnya. Hal ini sebagai upaya preventif, guna mencegah penyebaran penyakit yang sama di Indonesia. Kemkes juga diminta melakukan penanganan dini dengan memastikan kesiapan fasilitas kesehatan di Indonesia dalam menangani penyakit pneumonia.

PEMBAHASAN 

Pada awalnya, munculnya penyakit pneumonia yang misterius di China, terutama menargetkan anak-anak, menciptakan gelombang kekhawatiran di seluruh masyarakat (Yin 2018). Komisi Kesehatan Nasional China pertama kali melaporkan kasus ini pada 13 November 2023, mengindikasikan peningkatan yang signifikan dalam penyakit pernapasan, terutama di wilayah-wilayah seperti Beijing dan Liaoning. Lonjakan kasus ini menempatkan rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Anak Beijing, dalam kondisi kelebihan kapasitas, menciptakan tekanan berat dalam penanganan pasien.

Situasi ini tidak hanya menjadi ancaman lokal, tetapi juga menimbulkan potensi dampak global, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Pada tanggal 28 November 2023, pemerintah China secara resmi mengonfirmasi bahwa sebagian besar kasus pneumonia berasal dari infeksi mycoplasma pneumoniae. Penyebab lonjakan kasus pada anak-anak dijelaskan oleh karakteristik anatomi saluran pernapasan mereka yang lebih pendek, memudahkan masuknya infeksi dan mengakibatkan pneumonia (Chinese Medical Association, 2020). 

WHO telah mengimbau kewaspadaan global, dan pemerintah Indonesia juga telah mengambil tindakan preventif, meninjau WHO dalam pemantauan perkembangan kasus di China dan negara-negara terjangkit serta mempersiapkan fasilitas kesehatan untuk menghadapi potensi penyebaran penyakit tersebut. Meskipun situasinya masih mengingatkan pada wabah SARS pada 2020-2023, analisis lebih lanjut diperlukan untuk menentukan asal-usul virus dan mengembangkan strategi pencegahan yang efektif. Keputusan China untuk menutup sementara pasar hewan di Wuhan menyoroti pentingnya tindakan epidemiologi dalam mengungkap asal-usul dan menanggapi penyakit ini (Zhu et al., 2020).

Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum menyatakan kasus pneumonia ini sebagai keadaan darurat, mereka mendorong kewaspadaan global. Langkah-langkah preventif tengah diimplementasikan, termasuk vaksinasi, tes, dan perawatan medis, dengan penekanan pada praktik kesehatan masyarakat seperti menjaga jarak, menggunakan masker, dan mencuci tangan secara benar (Chan et al., 2020). Meskipun Indonesia belum mengalami lonjakan kasus pneumonia serupa, pemerintah telah mengambil tindakan preventif yang serius. Ketua MPR RI menegaskan pentingnya koordinasi dengan WHO untuk memantau perkembangan kasus di China dan negara terjangkit lainnya, sementara fasilitas kesehatan di Indonesia diminta untuk mempersiapkan diri menghadapi potensi penyebaran penyakit tersebut.

Dalam konteks ini, meskipun informasi awal menunjukkan kemiripan epidemiologis dengan wabah SARS pada 2020-2023, asal-usul novel coronavirus masih belum dapat dipastikan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan inang asli virus dan mengembangkan strategi pencegahan yang efektif. Teknologi deteksi penyakit memainkan peran kunci dalam menghadapi tantangan ini. Penggunaan perangkat klinis seperti tes nukleat asam dan peralatan deteksi, yang diakui oleh Clinical Laboratory Improvement Amendments (CLIA) of 1988, menjadi sarana penting dalam mendukung upaya deteksi dini dan identifikasi cepat. Keputusan untuk menutup sementara pasar ikan dan hewan di Wuhan tidak hanya mencerminkan kebijakan lokal, tetapi juga strategi global dalam mengidentifikasi inang asli virus, menjadi langkah penting dalam memahami, mengisolasi, dan memecahkan misteri di balik penyakit pneumonia yang baru muncul ini.

Direktur pencegahan dan pengendalian penyakit menular Kemkes melalui Surat Edaran Nomor PM.03.01/C/4/4732/2023 telah memberikan instruksi tegas untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kejadian Mycoplasma Pneumonia di Indonesia. Instruksi ini mengharuskan kepala dinas kesehatan di provinsi serta kabupaten/kota, rumah sakit, kantor kesehatan pelabuhan, laboratorium, dan puskesmas untuk meningkatkan pengawasan di setiap pintu masuk negara, terutama yang berasal dari negara terjangkit. Langkah ini sangat penting sebagai respons preventif yang terorganisir dan bersifat lintas sektor untuk mencegah penyebaran penyakit yang misterius ini.

Mengambil pelajaran dari pengalaman China, langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan oleh Komisi IX DPR RI muncul sebagai strategi proaktif. Pertama, meninjau dan mengidentifikasi kondisi fasilitas kesehatan yang memerlukan perbaikan atau peningkatan menjadi kunci dalam memastikan kesiapan sistem kesehatan nasional. Penguatan pada rumah sakit dan puskesmas menjadi fokus, dan dorongan kepada pemerintah untuk segera melakukan tindakan ini memperlihatkan tanggung jawab legislatif terhadap kesejahteraan masyarakat. Kedua, memastikan ketersediaan tenaga kesehatan berkualitas melalui pelatihan yang memadai dan peningkatan jumlah tenaga kesehatan menjadi langkah krusial untuk memastikan penanganan efektif terhadap kasus-kasus yang mungkin muncul (Lestari, 2018).

Selanjutnya, dalam upaya mendukung pemerintah, Komisi IX DPR RI juga diimbau untuk mendorong penguatan sistem pemantauan epidemiologi yang efisien. Pemanfaatan teknologi digital, analisis data real-time, dan kerja sama dengan lembaga internasional dianggap esensial dalam deteksi dini gejala penyakit. Selain itu, kampanye edukasi kesehatan melalui berbagai media, termasuk media sosial, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan gejala pneumonia, langkah-langkah pencegahan, dan pentingnya segera mencari bantuan medis. Dengan demikian, tindakan lintas sektor dalam pengembangan dan penerapan kebijakan kesehatan yang proaktif menjadi kunci dalam menanggapi potensi penyebaran penyakit menular.

PENUTUP 

Penyakit pneumonia misterius yang muncul di China, terutama menyerang anak-anak, telah menimbulkan kekhawatiran serius di tingkat global. Lonjakan kasus, terutama di Beijing dan Liaoning, telah menempatkan rumah sakit dalam keadaan kelebihan kapasitas, menciptakan tekanan berat dalam penanganan pasien. Meskipun penyebabnya awalnya diidentifikasi sebagai mycoplasma pneumoniae, pemerintah China kemudian mengonfirmasi bahwa sebagian besar kasus berasal dari infeksi tersebut. Ini menyoroti urgensi tindakan global dalam menanggapi penyakit ini, dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah preventif. 

Meskipun belum diumumkan sebagai keadaan darurat oleh WHO, langkah-langkah pencegahan telah diimplementasikan, termasuk vaksinasi dan praktik kesehatan masyarakat. Selain itu, Indonesia secara aktif mempersiapkan diri dengan meningkatkan pengawasan dan koordinasi lintas sektor. Tindakan konkret juga diambil oleh Komisi IX DPR RI, fokus pada penguatan fasilitas kesehatan dan sistem pemantauan epidemiologi. Kesimpulannya, penanganan dan pencegahan penyakit ini memerlukan respons global yang terkoordinasi, melibatkan kerja sama internasional dan tindakan lintas sektor untuk menghadapi potensi penyebaran penyakit menular yang misterius ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun