Mohon tunggu...
Made Ari Yuliati
Made Ari Yuliati Mohon Tunggu... Guru dan Penulis -

Seorang penulis yang selalu belajar menulis, sedang menggandrungi tegur-sapa, tulis-menulis di dunia maya. Sudilah bertandang ke blog saya www.madesandat.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

'Slentingan-slentingan' kurang sedap tentang Indonesia

18 Agustus 2015   10:09 Diperbarui: 19 Agustus 2015   10:12 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

70 tahun Indonesia merdeka bukanlah usia yang dewasa tapi sudah lanjut usia jika disejajarkan dengan tahap perkembangan manusia. Sampai kini, di usianya yang telah lanjut, Indonesia telah memberi banyak kepada saya (dan juga kepadamu, saya yakin itu). Sebuah pertanyaan terbesit dan mengisi seluruh alam pikir saya untuk mencari jawabannya melalui sebuah perenungan: Apa yang sudah saya berikan untuk Indonesia?

Sebelum saya menjawab pertanyaan ini, pikiran saya melayang kepada orang-orang Indonesia yang seringkali melayangkan slentingan-slentingan yang bermaksud berkomentar tetapi lebih terdengar sebagai keluhan (tentang Indonesia) yang tak berujung pada solusi. Hanya sebatas keluhan semata. Iya, saya sadari kalau mengeluh itu memang lebih enak, cepat, praktis dan tak usah menguras pikiran daripada mencari solusi atau strategi untuk mengatasi sebuah permasalahan. Yang simpel memang lebih digandrungi, yang ribet say goodbye aja!

Orang-orang yang berkomentar (hanya sekedar omongan tanpa praktek) kurang baik tentang negaranya dan orang-orang sebangsanya, saya ibaratkan seperti penghuni sebuah rumah yang terus menerus mengeluhkan rumah dengan atap yang bocor atau hal-hal lain berkaitan dengan rumah yang tak sesuai dengan idamannya. Keluhannya akan memuncak saat hujan tiba karena air hujan masuk rumah.

“Ah, sial banget nih rumah bocor terus!” komentar si penghuni.

Setelah hujan reda, tidak pernah sekalipun ia berniat untuk mencari sumber kebocoran dan memperbaikinya. Rumah yang telah ia tempati selama bertahun-tahun melindunginya dari gigitan angin malam, sengatan terik mentari siang dan melelapkan tidurnya yang panjang. Tak pernah ia pikirkan apa yang sudah rumah itu berikan untuknya. Namun ia tetap menuntun kenyamanan dan kebahagiaan dari rumah itu.

Saran saya, jika memang tidak suka tinggal di rumah itu, pindah rumah saja, gampang kan?

Jika penghuni rumah adalah tipe orang yang tak pernah berpikir “apa yang sudah saya berikan?” namun lebih sering menuntut “apa yang sudah saya terima?”, rumah mewah dengan harga milyaran pun takkan memuaskan si penghuni.

Berikut slentingan-slentingan yang sering orang-orang (Indonesia) keluhkan tentang negaranya.

1. Karya Indonesia ndak se-wow negara tetangga/lainnya

Ketika ada film kartun hasil karya anak bangsa (yang memang saya akui belum semutakhir film-film karya Walt Disney) sering kali mengundang kecaman dari penontonnya.

“Hahahahha….gini nih kalau buatan Indonesia. Ndak natural!”

Trus, so what gitu loh? Emangnya loe bisa bikin yang lebih baik? Ya buktiin donk, jangan ngomong doank!

Jika memang kita memiliki skill yang mumpuni untuk membuat sebuah karya yang lebih baik, kenapa tidak berkontribusi? Ya, paling tidak kita memberikan sesuatu untuk negeri ini, tanah air tercinta.

2. Indonesia dan jam karet

“Yah, begini nih Indonesia, memang terkenal dengan jam karetnya,” gerutu salah seorang anggota meeting yang sedang menunggu anggota lainnya. Jadwal meeting kala itu jam 3 sore, sementara jam 3.20 hanya segelintir anggota yang baru memasuki ruangan meeting.

Fenomena jam karet memang demikian terkenalnya sampai-sampai orang di kampung pun sering memakai istilah ini. Bukannya dijadikan sebagai bahan untuk memperbaiki diri, tapi hal ini bahkan menjadi sebuah guyonan. Bahkan orang yang dikatakan punya ‘jam karet’ alias selalu datang telat/tidak tepat waktu seolah bangga menyandang predikat ini. Ia merasa menjadi orang yang paling penting sedunia karena kehadirannya selalu ditunggu-tunggu.

Jika memang tidak ingin menunggu ya jangan membuat orang menunggu. Namun karena sering menerima perlakuan “harus menunggu” beberapa orang yang saya kenal disiplin waktu pun ikut-ikutan membudidayakan jam karet. Ketika saya tanya alasan mereka,

“Ah, aku capek menunggu terus, ya sekali-sekali boleh dong ditunggu.”

Memang tidak bisa menyalahkan pemikiran demikian karena pengalaman menghadiri acara dengan jam karet seringkali ia alami. Namun, jika tidak dimulai dari diri sendiri, dari siapa lagi? Saya sama sekali tidak mendukung budaya jam karet ini apalagi kalau jam karet ini dilekatkan dengan Indonesia. Oh, big NO!

Janganlah hanya mengeluhkan jam karet, tapi bertindaklah.

3. Indonesia kaya akan sumber daya alam tetapi miskin sumber daya manusia!

Jika ada yang mengeluhkan tentang sumber daya manusia, kita harus melihat diri kita sendiri dulu. Refleksi dulu. Kita ini adalah salah satu dari sekian ratus juta jiwa sumber daya manusia di Indonesia. Kita adalah bagian dari sumber daya manusia itu. Ketika kita mengatakan Indonesia miskin sumber daya manusia, ya kita termasuk yang menyebabkannya. Daripada kita sibuk mencari siapa saja yang termasuk manusia Indonesia yang memiskinkan negara, daripada sibuk mengeluh tentang sumber daya alam yang tak dikelola dengan baik karena keterbatasan sumber daya manusia, lebih baik berkontribusi, memberikan ide dan pemikiran untuk memberdayakan sumber alam untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

4. Namanya juga Indonesia, birokrasinya njelimet

Keluhan terhadap sistem administrasi atau birokrasi yang terlalu panjang dan berbelit-belit sering kali terdengar bahkan disiarkan dalam media massa. Memang tidak langsung menyalahkan sistem administrasi atau birokrasi ini, tapi permasalahan yang dikupas secara tidak langsung menyalahkan sistem birokrasi yang ada.

Telah saya sampaikan sebelumnya, bahwa kita cenderung sangat suka dengan hal yang simpel, praktis dan tidak bertele-tele. Saya pun menyukai hal ini. Bukan tidak pernah saya mengeluh tentang birokrasi yang njelimet, pun saya pernah mengeluhkannya apabila merasa dipersulit dalam sebuah proses administrasi.

Birokrasi sejatinya mengarah kepada sebuah sistem. Sistem, yang mana orang yang tidak terlibat dalam pembuatan/pengerjaan sistem itu, tidak akan mengerti dengan baik mengapa sistem itu ada.

Selain itu, sebuah sistem ada, tentunya bertujuan untuk sebuah keteraturan. Bayangkan saja jika di dalam tubuh kita tidak ada sistem-sistem yang mengatur tubuh untuk bekerja secara teratur, apakah kita bisa bertahan hidup sampai puluhan tahun?

Memang terkadang ada birokrasi atau sistem administrasi yang memang kurang sesuai jaman, seperti masih ada form tulis tangan sementara negara lainnya sudah komputerisasi. Nah, trus kita bisa apa? Mengeluh dan memaki? Apakah keluhan dan makian akan mengubah dunia? Pikirkanlah itu.

5. Kalo di Indonesia mah barang bajakan itu biasa, apalagi barang dari KW Super sampe KW bernomer pun laris manis

Ini adalah hal yang sering dikeluhkan oleh orang-orang Indonesia kelas atas yang mampu membeli produk asli, atau si pencipta produk. Apakah termasuk kamu?

Let say, kamu adalah orang yang menjunjung tinggi barang-barang asli dan mengharamkan barang KW. Nah, suatu hari kamu ketemu satu tempat penjualan barang-barang bajakan alias KW, contohnya CD. Barang-barang ini laris manis.

Apa yang akan kamu lakukan?

Menegur si pembeli, “Mbak-mbak jangan beli barang bajakan donk!”

Trus, si mbak-mbak nyeletuk, “Kalau gitu kasi kita-kita uang donk untuk beli barang yg asli. Kami kan butuh hiburan juga.”

Apa kamu akan kasi uangmu untuk mereka? Dilema kan?

Jika kamu tipe orang yang sangat anti dengan barang-barang KW atau bajakan, kamu akan menggerutu dan berdoa dalam hati, semoga saja ada razia barang-barang palsu dari pihak yang berwenang trus orang yang memalsukan plus yang membeli barang palsu akan ditangkap. Biar mereka tahu rasa!

Kalau gitu banyak donk yang tertangkap dan mereka mau diapain dan kemanain?

Daripada mengeluh dan menyerahkan semua urusan ke pihak yang berwenang, yuk kita pikirkan solusi yang bisa kita lakukan untuk menyentuh kesadaran orang-orang untuk membeli barang-barang yang asli. Atau jika kamu punya banyak barang-barang asli yang tak terpakai, namun masih bagus, kamu bisa adakan bazaar menjual barang asli dengan harga miring.

 

Pikiran saya kembali melayang ke renungan awal: Apa yang sudah saya berikan untuk Indonesia? Saya penulis, yang sedang belajar menulis. Semoga tulisan kecil ini menjadi hal yang bisa saya kontribusikan untuk tanah air tercinta.

Dirgahayu Indonesiaku!

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun