Mohon tunggu...
Muhammad Maddah Fahmy
Muhammad Maddah Fahmy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogjakarta- Santri Ndableg- senang berteman,suka ngopi, suka ngobrol- fb: Muhammad Maddah Fahmy,

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mari Kita Dukung KPK! (Ini Bukan Kampanye Lho...)

24 September 2012   18:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena maraknya kasus korupsi di negeri ini seolah tiada henti.Dari hari ke hari,tahun ke tahun,kasus korupsi tidak semakin berkurang tapi justru semakinbertambah.Bahkan tidak jarang pula kasus korupsi yang hingga detik ini belum juga terselesaikan.Mengapa bisa demikian? Apa yang salah? Dan apa yang seharusnya dibenahi? Pertanyaan ini seharusnya menjadi renungan kita bersama.

Banyak pihak menilai salah satu faktor yang menjadi “pupuk” yang membuat ladang korupsi di negeri ini dari hari ke hari menjadi semakin subur adalah tidak efektifnya aturan atau hukuman bagi para koruptor.Mereka mendapatkan hukuman yang sangat ringan yang sama sekali tidak menimbulkan efek jera,padahal tindakan pidana yang mereka lakukan disebut-sebut sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa).Akan tetapi hukuman yang diberikan sama sekali tidak imbang dengan apa yang telah mereka perbuat, bahkan yang ada justru mereka malah semakin ketagihan untuk melakukan tindak korupsi,mengingat hukumannya yang tidak terlalu berat.Ditambah lagi,adanya kenyataan keterlibatan oknum pengadilan dalam penyelesaian kasus korupsi, ini juga bisa menjadi sebab berlarut-larutnya penyelesaian kasus korupsi bahkan bisa lebih parah lagi.

Korupsi bukanlah tindak pidana yang sederhana (extraordinary crime).Mereka memiliki strategi, jaringan, planing, dan sebagainya, oleh karena itu,tidak cukup jika kita mengatasinya dengan cara-cara yang sederhana,kita juga perlu extraordinary punishment,maka harus ada gebrakan-gebrakan baru yang sekiranya bisa menimbulkan efek jera bagi para koruptor.Bahkan,tidak sedikit masyarakat yang menyuarakan hukuman mati bagi para koruptor sebagaimana yang dimuat dalam media massa (baca : http://www.tempo.co/read/news/2012/09/16/078429825/NU-Bolehkan-Hukum-Mati-Koruptor).Atau misalnya seperti beberapa waktu lalu yaitu diberlakukannya wacana pemberian seragam khusus untuk para tersangka (tahanan) korupsi, ini juga perlu diapresiasi.Bukankah tidak jarang kita melihat para tersangka korupsi yang dengan pedenya “menebar senyum” dimuka media masa? Seolah mereka sedang diantar masuk surga. Nah, sekarang pertanyaannya masihkah mereka percaya diri menebar senyum dengan seragam yang seperti itu? Ini hanya salah satu contoh saja, semoga nanti akan ada usulan-usulan dan wacana lain yang berkaitan hukuman bagi para koruptor.

Terungkapnya kasus-kasus besar korupsi di negeri ini bagi saya sudah cukup menjadi bukti keseriusan KPK dalam memerangi korupsi,sebut saja kasus Gayus,Hambalang,kasus simulator,dan lain sebagainya.Namun,sayang sekali rasanya ketika usaha KPK tersebut mendapatkan berbagai macam kendala.Beberapa waktu lalu misalnya,Porli mengirimkan surat resmi yang isinya tentang penarikan 20 penyidiknya di KPK,padahal mereka masih dibutuhkan dalam penyelidikan kasus simulator. Tak heran, penarikan ini mendapat banyak kritikan dan ada dugaan bahwa ini ada kaitannya dengan kasus simulator yang sedang diusut oleh KPK.Meskipun demikian,KPK telah berusaha untuk melakukan negosiasi agar 20 penyidik tersebut mendapat perpanjangan masa aktif.Akan tetapi,Porli lebih memilih untuk melakukan penarikan dan menyatakan siap untuk mengganti mereka dengan penyidik yang baru yang katanya lebih berkualitas.Namun,yang perlu kita sayangkan disini adalah dalam hal efektivitas waktu,karena ini bisa saja menjadi pemicu semakin berlarut-larutnya kasus simulator ini,meskipun kenyataannya mereka lebih berkualitas dari pada penyidik sebelumnya.

Tak lama setelah penarikan tersebut,kini lagi-lagi KPK mendapat “cobaan” yaitu berupa wacana revisi UU No 30 Tahun 2002 oleh komisi III DPR RI, yang berencana akan mencabut wewenang penuntutan dan penyesuaian wewenang penyadapan KPK melalui UU yang direvisi tersebut.Dengan alasan untuk melindungi hak privat warga negara dari kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang penyadapan.Kontan hal ini juga menuai banyak protes, termasuk dari pihak DPR sendiri. Diantaranya ada yang menyatakan bahwa tak sedikit politisi senayan yang khawatir dengan kinerja KPK yang semakin gencar memerangi korupsi. Meskipun ini baru sekedar wacana,hal ini juga perlu kita tanggapi,karena sudah semestinya kita tidak hanya tinggal diam disaat institusi yang memperjuangkan nasib kita di medan perang melawan korupsi ini mendapat rintangan yang bertubi-tubi,kali ini kita harus menanggapinya dengan skeptis.Jangan sampai kedepannya KPK selalu mendapatkan rintangan yang seperti ini terus-menerus.

Kini,semua ini kembali kepada diri kita sendiri,kita bisa melihat realitas yang terjadi disekitar kita,kita mampu merasakannya,dan memikirkannya,kemudian kita diberi pilihan,untuk diam atau meresponnya.Mari kita dukung KPK yang hingga saat ini berusaha memperjuangkan nasib kita,karena memang korupsi bukanlah musuh KPK semata tapi korupsi adalah musuh kita bersama.Mendukung KPK berarti mendukung Indonesia bebas korupsi! Salam...


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun