Mohon tunggu...
little fufu
little fufu Mohon Tunggu... Jurnalis - Pembelajar aktif

manusia freedom yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Inklusif: 4 Alasan Mengapa Pendidikan Harus Inklusif?

23 Oktober 2020   06:00 Diperbarui: 23 Oktober 2020   06:43 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
docallisme.blogspot.com

"Inklusif itu tentang keberagaman"

Lalu, mengapa mengapa peserta didik merupakan bagian dari keberagaman? Setidaknya terdapat 7 alasan yang akan saya paparkan menurut salah satu seminar yang pernah saya ikut, yaitu: peserta didik itu beragam, kelas merupakan bentuk kecil dari keberagaman yang ada di dalam masyarakat, masyarakat beragam karena setiap individu yang ada di dalamnya juga beragam, pada hakekatnya kita terbiasa dengan keberagaman, sejak usia dini, kita telah disuguhkan dengan keberagaman di sekeliling kita, semesta ini diciptakan dengan keberagaman, dan keberagaman sesuatu yang normal.

Keberagaman disini bentuknya berupa bisa seperti latar belakang orang tua, kemampuan fisik, mental dan emosi, kemudian harapan atau keinginan setiap individu, gender, agama atau keyakinan dan lain-lain. 

Sedangkan keberagaman kemampuan dalam diri setiap individu, yaitu: Linguistik, eksistensial, logika-matematika, interpersonal, naturalis, intrapersonal, kinestetik, music, dan visual-spasial. Itulah mengapa keberagaman selalu ada disekitar kita, bahkan kelebihan dan kekurangan setiap individu berbeda. So, jika menemukan keberagaman, kita harus bisa saling menghormati, tetap saling menyayangi dan merangkul bersama.

Pendidikan adalah suatu proses dimana setiap individu untuk berkembang dengan optimal. Hal itu dapat terwujudkan apabila layanan pendidikannya benar-benar sesuai dengan needs dan kebutuhan setiap anak. Itulah gambaran sederhana mengenai mengenai pendidikan inklusif. 

Ketika kita hendak menbahas pendidikan inklusif lebih jauh, sebenarnya hal tersebut bukanlah hal yang baru. Mengapa demikian? Karena pendidikan inklusif sudah dilaksanakan sejak lama. Jika kita merujuk pada pendapat yang disampaikan oleh Tony Both, maka pendidikan inklusif terdiri dari 3 dimensi yang merupakan landasan dasar dari pendidikan tersebut, dua diantaranya adalah:

1. Dimensi basic, yaitu culture dan budaya. 

Dimensi ini menjelaskan bahwa setiap individu berangkat dari budaya masing-masing. Entah itu budaya dari diri sendiri atau budaya dari lingkungan atau keluarga. Hal tersebut sudah cukup mencerminkan satu proses yang disebut inklusif. Bisa dikatakan bahwa budaya benar-benar menjadi dasar yang dapat mendukung keberadaan manusia. 

Jika kita mencoba masuk ke dalam suatu dimensi pendidikan, maka akan ditemukan sebuah fakta bahwa pendidikan itu dilaksanakan tidak hanya di sekolah, melainkan juga di rumah dan di lingkungan masyarakat. Melihat fakta tersebut, sudah selayaknya mencerminkan keramahan serta tidak adanya diskriminasi dalam pelaksanaan proses pendidikan tersebut.   

2. Dimensi regulasi atau aturan. 

Perlu adanya regulasi berupa memberikan rasa nyaman, saling memberikan support satu sama lain, untuk mengembangkan semua potensi anak yang harus dihadapi dalam setting pendidikan inklusif. 

Kesimpulannya yang ditinjau dari filosofi inklusif adalah seharusnya pendidikan inklusif harus memberikan keramahan, memberikan kenyamanan dan merasa bahwa lingkungan dia adalah lingkungan yang memang berbudaya dan berpendidikan, dan dilandasi oleh regulasi.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah salah satu keberagaman yang ada di dalam hidup. Sesuai penjelasan datas, kita hendaknya merangkul, memberikan support, memberikan rasa aman dan lain-lain. Itulah mengapa, pendidikan yang diberikan kepada mereka adalah pendidikan inklusif. Setidaknya terdapat 4 aspek yang menjadi landasan dasar mengapa pendidikan untuk ABK adalah pendidikan inklusif, sebagaimana berikut:

1. Hak

Meskipun memiliki hambatan, semua anak mempunyai hak untuk belajar bersama. Yang menjadi penekanan disini adalah tidak ada alasan yang sah untuk memisahkan pendidikan bagi penyandang disabilitas.

2. Diskriminasi

Anak-anak tidak harus diperlakukan diskriminatif meskipun mereka menyandang disabilitas. Mereka layaknya manusia pada umumnya, hanya saja mereka memiliki hambatan yang tentu saja dapat diatasi dengan cara tertentu.

3. Segretatif

Para penyandang disabilitas menuntut segera diakhirinya sistem segregatif atau sistem yang memisahkan suatu kelompok secara paksa.

4. Fakta

Prestasi akademik dan social penyandang disabiltas di sekolah umum lebih baik daripada berada di sekolah khusus.

Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa para penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan, entah itu sekolah di negeri ataupun swasta, entah itu sekolah reguler atau sekolah khusus. Mereka memiliki hak untuk memilih layaknya kita yang dapat memilih. 

Kiranya, pendalaman filosofi tentang inklusif perlu disebarluaskan, agar terciptanya sebenar-benarnya tiga semboyan yang diusungkan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu: "Ing ngarsa sung tuladha", "Ing madya mangun karsa", dan "Tut wuri handayani". Kiranya seperti itu, semoga bermanfaat. Kurang lebihnya mohon maaf. Mari kita berdiskusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun