Bayi-bayi telah memperlihatkan emosi mereka secara berbeda. Ada yang selalu ceria dan ada pula bayi yang cenderung sering menangis. Kondisi tersebut mencerminkan temperamen atau gaya perilaku dan cara berespons yang sifatnya individual.
John W. Santrock (2011), di dalam bukunya juga menjelaskan bahwa psikiater Alexander Chess dan Stella Thomas (Chess & Thomas, 1997; Thomas & Chess, 1991) mengidentifikasikan tiga tipe dasar dari temperamen:
1.Anak bertemperamen mudah (easy child), yang pada umumnya memiliki suasana hati yang positif, cepat membangun rutinitas, pada masa bayi, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman-pengalaman baru.
2.Anak bertemperamen sulit (difficult child), bereaksi secara negatif dan sering menangis, melibatkan diri dalam hal-hal rutin sehari-hari secara tidk teratur, dan lambat menerima pengalaman-pengalaman baru.
3.Anak bertemperamen lambat (slow-to-warm-up child), memiliki tingkay aktivitas rendah, agak negatif, dan memperlihatkan suasana hati yang intensif rendah.
Bentuk-bentuk emosi yang terjadi pada anak begitu beragam, seperti khawatir, murung, kurang percaya diri, dan lain sebagainya. Hal itu tentu saja membutukan bimbingan yang tepat terlebih dari orang tua tentang bagaimana agar anak tidak terlibat dalam kondisi tersebut.
Dalam pengembangan emosi dan temperamen sendiri, terdapat banyak faktor, diantaranya seperti faktor keturunan, faktor lingkungan, dan keadaan anak.
Selain itu, tetap saja bahwa orang tua juga turut andil dalam faktor pengembangan emosi dan temperamen anak dengan cara memberikan perhatian terhadap anak serta pengenalan emosi pada anak beserta dengan cara mengelolanya.
Sumber bacaan:
Concordia Universty-Portland. (2018). Why We really Need SEL (Social-Emotional Learning) Now. Diakses tanggal 13 Februari, dari education.cu-portland.edu
Santrock, John W. 2011. Life-Span Development; Perkembangan Masa-Hidup Ed.13. Jakarta: Erlangga.