Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Hari Anak Nasional: Learning Poverty dan Tahun Pelajaran Baru

23 Juli 2020   09:09 Diperbarui: 23 Juli 2020   13:07 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak dari keluarga yang miskin secara ekonomi, tidak boleh terseret jauh ke dalam ketidakberdayaan pada akses belajar (learning poverty). Ini adalah pelajaran berharga dalam upaya akselerasi pemerataan kualitas pendidikan, dengan perangkat teknologi sebagai salah satu instrumen pentingnya.

Dari perspektif pendidikan berbasis hak anak, metode belajar secara daring selama ini tetap menyimpan kekurangan untuk diperbaiki. Riset yang dilakukan Inovasi Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) pada April 2020 dengan mensurvei 300 orangtua siswa SD di NTT, NTB, Kalimantan Utara dan Jawa Timur menunjukan hanya sekitar 28% responden yang menyatakan anak mereka belajar dengan media daring (theconversation.com, 2/5/2020).

Kedua, menyoal kesiapan langkah pencegahan dan sistem deteksi virus corona, terhadap warga sekolah pada tahun pelajaran baru yang telah dimulai 13 Juli lalu. Sekolah merupakan komunitas dengan populasi yang padat. 

Di sana, terdapat guru dan peserta didik baik remaja maupun anak-anak kecil. Peserta didik adalah kelompok anak yang memiliki keterbatasan baik secara fisik maupun psikis, dan karenanya mereka termasuk kelompok yang sangat rentan terhadap potensi bahaya bencana.

Membiarkan peserta didik, guru dan pegawai kembali berinteraksi di sekolah tanpa screening disaat jumlah pasien yang terpapar meningkat tajam secara umum di Indonesia, bukan sebuah pilihan yang masuk akal.

Meski belum ada kegiatan pembelajaran tatap muka, namun menyaksikan keceriaan dan kerumunan  siswa  di beberapa sekolah pada tanggal 13 Juli lalu, itu pemandangan mengerikan. 

Protokol kesehatan yang longgar di tengah kerumunan, benar-benar ancaman bagi anak-anak. Rasanya kita butuh SOP dengan bahasa program yang taktis dan imperatif, wajib dilaksanakan ketika aktivitas di sekolah kembali mulai dilakukan. Jika perlu, pelibatan pihak keamanan dalam screening kesiapan fasilitas sekolah menyambut era kenormalan baru penting didorong.

Sebagai contoh, harusnya pada pada tanggal 13 Juli 2020 itu, sebagai hari pertama masuk sekolah, semua sekolah wajib melakukan penyemprotan cairan disinfektan pada sarana pembelajaran dan setiap warga sekolah wajib diukur suhu tubuhnya. 

Manajemen sekolah perlu menyediakan  formulir riwayat bepergian guru dan siswa selama masa belajar di rumah. Data itu mencakup riwayat bepergian siswa, guru, anggota keluarga atau tetangga rumah para siswa dan guru. Informasi ini akan sangat membantu proses penelusuran tatkala ada warga sekolah yang terpapar Covid.

Pemerintah (dinas pendidikan, dinas kesehatan) wajib memastikan manajemen sekolah membuat langkah pencegahan ini sebagai sistem perlindungan, sayang faktanya tidak semua sekolah melakukannya. 

Sekolah sebenarnya memiliki sumber daya (bujet), melalui dana BOS untuk  mendukung pengadaan kelengkapan kesehatan, tetapi itu harus didukung oleh kapasitas mitigasi yang baik. Itulah mengapa, sekolah tidak bisa berjalan sendiri dalam upaya pencegahan, tetapi butuh kolaborasi dengan otoritas pemerintah terkait lainnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun