Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

FAN, Fima, dan Dedikasi Sains Melawan Covid-19 di Nusa Tenggara Timur

23 Juni 2020   21:57 Diperbarui: 24 Juni 2020   04:12 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi Covid-19 hampir melumpuhkan dunia. Virus tidak hanya menyerang bidang kesehatan, sektor penting lain yang tampak akan ambruk adalah ekonomi. Periode Maret hingga Mei 2020 adalah masa yang berat bagi para pelaku usaha. Ketahanan negara diuji, terutama secara ekonomi. Terbukti, pelambatan ekonomi dalam tiga bulan itu menentukan sejumlah keputusan penting pemerintah.

Cukup tiga bulan dunia usaha menderita. Kira-kira begitu asumsi pemerintah. Kampanye fase kehidupan normal baru (new normal) terdengar seperti lelucon, di tengah tren jumlah kasus positif yang tetap tinggi secara nasional. Sekali lagi, prioritas ekonomi nasional adalah justifikasi yang relevan  di balik gaung new normal . Kesehatan penting, tetapi ekonomi yang utama. Mungkin ini prinsipnya.

Di Jakarta, Gubernur Anies Baswedan berpidato optimis pada peringatan HUT Kota Jakarta, Senin 22 Juni 2020. Menurutnya, penyebaran Covid-19 di DKI sudah terkendali, meski faktanya jumlah kasus positif Covid-19 di Jakarta sejak 1-21 Juni bertambah 2.558 kasus. (www.cnnindonesia.com, 22/06/2020). 

Di Kupang pada hari Sabtu, 20 Juni 2020, dalam perang melawan Covid-19, sekelompok anak muda NTT baru saja berjuang merampungkan sebuah pelatihan berdurasi enam hari. Ini adalah pelatihan yang penuh perjuangan. 

Pelatihan yang digagas dengan modal mimpi dan ilmu. Mimpi untuk mewujudkan kehadiran Laboratorium Biomolekuler Quantitative Polymerase Chain Reaction (qPCR) untuk tes massal dan murah di NTT. Kehadiran laboratorium ini memanfaatkan patungan ilmu sejumlah anak muda. Ada ahli biomolekuler, insinyiur teknik, sosiolog, aktivis kemanusiaan, dosen, praktisi komunikasi dan lainnya.

Sekali lagi, ini adalah pelatihan penuh perjuangan. Berjuang mencari biaya untuk membeli makan siang peserta, usaha meminjam-minjam peralatan lab dan tempat pelatihan, hingga upaya meyakinkan otoritas birokorasi tentang fungsionalitas laboratorium. 

Satu atau dua hari menjelang pelatihan, para penggagas kesulitan pembiayaan. Aksi fund raising di dunia maya lalu mengubah segalanya. Rp. 51 juta uang sumbangan dalam kisaran kurang lebih 50 jam datang dari ketulusan para donatur. Ada dokter, guru, aktivis, dosen, macam-macamlah profesi yang bersimpati.  

Hal baik akan menyertai mereka yang memiliki niat baik. Ungkapan ini layak diterima Tim Pool Test Massal Covid-19, Forum Academia NTT (FAN), serta sejumlah individu yang berada di balik pelatihan dan mimpi kehadiran Lab qPCR di NTT. Sabtu, 21 Juni lalu, 20-an laboran selesai dilatih dan siap mendukung operasional laboratorium bertekanan negatif, salah satunya  di Klinik Pratama Universitas Nusa Cendana Kupang.

Tentu saja ini kabar gembira untuk 5,4 juta warga NTT. Dalam hitungan Tim Pool Test, jika NTT mampu mengoperasikan tiga lab qPCR, kapasitas pemeriksaan spesimen bisa mencapai 900 Swab per hari. Dan yang terpenting, biaya Swab bisa ditekan hingga hanya Rp 30 ribu, dari harga selama ini di kisaran Rp 1,5-Rp 2,6 juta. (www.timexkupang.com, 9/06/2020).

Dedikasi Sains
Pihak yang berperan besar di balik ide menghadirkan lab qPCR di NTT adalah Forum Academia NTT (FAN). Di FAN, berkumpul banyak anak NTT lintas profesi yang rutin berdiskusi, sharing gagasan, ilmu dan pengalaman sebagai bentuk kontribusi dalam pembangunan di NTT. 

Selama masa work from home akibat pandemi, hampir setiap minggu FAN memfasilitasi panel online dengan banyak narasumber, untuk mengkaji penyebaran covid-19 dan dampaknya dari berbagai perspektif.

Beberapa anggota FAN adalah para peneliti dengan banyak riset tentang pembangunan di NTT. Satu di antaranya adalah Dominggus Elcid Li, moderator FAN. Melalui lembaga think tank, Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) yang dikelolanya, banyak riset telah dihasilkan Elcid dan rekan-rekan. 

Satu lagi sosok penting inisiator laboratorium qPCR di NTT, perempuan--namanya Fima Inabuy. Ia asli Kupang, belajar di Institut Teknologi Bandung, lalu meraih PhD bidang biomolekuler di Washington State University, USA. Fima memimpin Tim Pool Test dengan 12 orang sejawat. Mereka berasal dari ragam profesi dan dispilin ilmu. Semuanya bekerja secara voluntary dengan penuh keterbatasan. 

Dua mesin qPCR dipinjam dari dua lembaga berbeda masing-masing satu dari Universitas Nusa Cendana Kupang dan satunya milik Rumah Sakit WZ. Johannes Kupang. Sementara peralatan pendukung lainnya adalah support dari beberapa instansi seperti  UPT Veterinarian dan Kampus Politani Negeri Kupang.

Dalam dunia ilmu pengetahuan (science), kolaborasi seperti ini merupakan sebuah kekuatan dasyat. Artikel Dicky Pelupessy di theconversation.com pada 14/09/2017 menulis urgensi kolaborasi pengetahuan menghadapi abad 21. Menurutnya, dunia ilmu abad 21 adalah era untuk bekerja dengan peneliti lain dari disiplin yang berbeda, bahkan dengan pemangku kepentingan publik lain. Kaitannya dengan upaya penanganan penyebaran Covid-19, pendekatan kolaboratif seperti ini adalah modal penting, karena mustahil membebankan semuanya kepada para ahli dan praktisi kesehatan.  

Bekerja dalam kolaborasi lintas dispilin ilmu, melibatkan lembaga perguruan tinggi dan instansi relevan lain, Fima dan timnya telah mengangkat moral warga NTT untuk menghadapi gelombang penyebaran baru, seiring kampanye new normal yang mulai menurunkan tingkat kewaspadaan masyarakat. Proses transfer pengetahuan melalui pelatihan para laboran berakhir sukses. 

NTT punya armada baru dalam wujud 20an tenaga laboran plus satu laboratorium qPCR di Klinik Pratama Undana yang sedang dalam proses pengerjaan, tiga lainnya dalam rencana masing-masing di Pulau Flores dan Sumba sebagaimana janji Gubernur, dan satunya akan dibangun di Kota Kupang sesuai janji Walikota.

Sebagai guru pelosok, mengikuti tahap demi tahap upaya yang dikerjakan FAN dan para inisiator Pool Test qPCR, saya menemukan keluhuran nilai ilmu pengetahuan, saat ia didedikasikan untuk kepentingan jutaan manusia, tanpa pamrih. Inilah perspektif pendidikan yang penting untuk ditanamkan dalam benak siswa-siswi Indonesia, sejak dini. 

Sains memang belum mampu menghentikan dengan sempurna laju  Covid-19, tetapi darinya manusia juga belajar bagaimana bertahan dari serangan sang virus, dengan upaya bersama-gotong royong. 

Saya tidak sabar untuk menceritakan perjuangan FAN, Fima dan tim Pool Test qPCR kepada murid-murid saya, saat bertemu pertama kali nanti di ruang kelas. Di pelosok, inspirasi semacam ini adalah vitamin, untuk membakar semangat dan kecintaan anak-anak pada ilmu pengetahuan serta manfaatnya untuk kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun