Sesuai Prosedur Operasional Standar (POS) yang dikeluarkan Badan Standar Nasional Pendidikan, UN jenjang SMA tahun 2019 Â secara nasional akan dilaksanakan pada 1-8 April mendatang. Peserta UN saat ini adalah para generasi milenial. Frase terakhir sedang populer saat ini, untuk merujuk pada anak-anak yang lahir pada tahun 2000 atau setelahnya. Kelompok anak ini lahir dan tumbuh ditengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masif. Mereka hidup di zaman di mana teknologi banyak memberi kemudahan dalam belajar. Â Â
Separuh mereka pergi ke sekolah dengan sepeda motor sendiri. Sekolah punya fasilitas memadai, perpustakaan, laboratorium, lapangan olah raga. Tenaga pengajar tersedia untuk setiap mata pelajaran. Gedung sekolah berlantai keramik dan tidak dijangkau berkilo-kilo meter. Bersekolah dengan bea siswa pemerintah.Â
Siswa-siswi sekarang bersekolah di tengah melimpahnya sumber-sumber literatur, cetak maupun on line. Penetrasi layanan internet, terutama mobile internet telah menawarkan sejuta kemudahan bagi para peserta didik untuk belajar tanpa batas. Layanan internet telah memperluas makna terminologi belajar, dari situasi kaku dalam kelas, Â berhadapan dengan buku, pengajar, menjadi pembelajaran mandiri, setiap waktu dan dimanapun sang pembelajar berada.Â
Singkatnya, generasi ini kaya aksesabilitas, dan karenanya dalam konteks evaluasi, mereka mestinya sangat siap (well prepared) untuk menghadapi test, apapun itu bentuk evaluasinya. Perubahan media ujian dari kertas pensil ke komputer juga membuat prosesnya menjadi lebih praktis.Â
Akan tetapi, di sisi lain; perubahan media itu juga menjadi tamparan bagi siswa sekolah-sekolah pelosok dan pedalaman yang minim perangkat IT. Sebagian besar siswa justru belum terampil mengoperasikan perangkat komputer. Kasus ini utamanya dialami para pelajar pedalaman dari latar belakang orang tua petani. Ketiadaan perangkat laptop/komputer di rumah membuat mereka tampak kesulitan mengoperasikannya.Â
Selain itu, sejak 2017 UN SMA hanya menguji empat  mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris dan satu mata pelajaran pilihan sesuai jurusan. Artinya, siswa yang selama ini belajar Biologi, Kimia dan Fisika di jurusan IPA hanya akan memilih salah satu dari tiga mata pelajaran tersebut, sebagai proyeksi kemampuan jurusannya secara nasional.  Pertanyaannya, apakah nilai Biologi misalnya, yang dipilih saat UN, sahih menggambarkan kemampuan anak tersebut sebagai siswa jurusan IPA, sementara dua pelajaran lain tidak diukur secara nasional?Â
UN harusnya mengukur kemampuan anak sesuai jurusan secara komprehensif, apalagi itu dijadikan sebagai patokan nasional. Anak juga perlu mengetahui daya saing individualnya secara nasional, setelah ia berproses bertahun-tahun dalam pembelajaran di kelas. Meski sebagai salah satu alat evaluasi tertua dalam sistem pendidikan Indonesia, Â UN dari tahun ke tahun masih menggunakan bentuk soal pilihan ganda (multiple choice). Format ini mendirect siswa untuk memilih, bukan menganalisa. Artinya, jenis tes ini membatasi daya nalar dan sikap kritis siswa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H