Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Namkak", Pedasnya Narasi Gubernur NTT

29 Januari 2019   20:15 Diperbarui: 29 Januari 2019   20:21 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto www.indonesiasatu.com

Ketiga, dampak elektoral. Sebagai seorang politisi yang lama makan asam garam di senayan, VBL tahu arti penting elektabilitas. Di Jakarta, VBL berbicara dengan gaya apapun, itu tidak banyak memiliki dampak turunan pada masyarakat NTT di Timor, Flores, Sumba, Alor, Rote, Sabu dan lainnya. Tapi Ia kini sehari-hari berada di NTT, sepak terjangnya langsung diamati dan dialami publik dari kota hingga pelosok.

Dengan begitu, setiap orang punya "portofolio" masing-masing tentang sosok VBL. Harapannya tentu portofolio itu terisi dengan record yang positif, tetapi jika sebaliknya, maka di sinilah letak kerentanan elektabilitas VBL. Jika demikian, gaya komunikasinya dalam kapasitas sebagai gubernur boleh jadi merupakan bom waktu bagi dirinya sendiri.

Keempat dampak di bidang pendidikan. Sebagai pendidik, cara berkomunikasi VBL bagi saya kurang berkenan dari perspektif pembelajaran dan teladan seorang pemimpin kepada rakyatnya. Di era internet ini, semua orang terhubung dengan banyak media online, juga saling berinteraksi  dengan orang lain di media sosial.

Itu termasuk kalangan anak-anak sekolah yang akrab dengan gawai. Maka dengan pola komunikasi seperti yang dilakukan VBL, pembelajaran apa yang bisa dipetik para pelajar kita dari seorang pemimpin? Bukankah pemimpin juga memiliki dimensi pembelajaran yang bisa diambil para peserta didik? 

Presiden Soekarno dan Barack Obama adalah dua pemimpin yang banyak digandrungi para anak muda, mahasiswa dan pelajar karena gaya retorika mereka. Dampaknya, itu memantik semangat para mahasiswa dan pelajar untuk terjun dalam kelompok-kelompok debat di kampus dan sekolah.

Itulah inspirasi dengan pemimpin sebagai modelnya. Oleh karena itu rasanya kontraproduktif jika kita sedang giat melawan hate speech dan disaat bersamaan tumbuh subur unproductive speech  di ruang publik, itu patut disayangkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun