Â
Debat perdana piplres 2019 usai dengan tidak terlalu mengesankan. Performa kedua pasangan relatif biasa. Konten pembicaraan mereka cenderung normatif, minim inovasi dan tawaran solusi kreatif. Demikian kesan banyak netizen setelah menyaksikan rangkaian debat.
Hemat saya, ada dua faktor yang memicu munculnya kesan di atas. Pertama, ini adalah debat pertama. Kedua pasangan masih berhati-hati dalam mengeluarkan setiap pernyataan agar tidak menjadi blunder. Kedua format dan alokasi waktu berbicara para calon memang tidak memungkinkan mereka mengelaborasi gagasan secara detil. Â
Secara team, porsi berbicara masih didominasi calon presiden, belum ada keseimbangan pembagian peran dengan calon wakil. Pada hal publik juga ingin mendapatkan sesuatu dalam diri para cawapres.Â
Dari segi konten, kedua capres juga berupaya membangun narasi dengan isu-isu selama kampanye. Pada isu HAM misalnya, Prabowo ketika bertanya tanggapan Jokowi tentang kasus seorang kepala desa pendukungnya yang di tangkap di Jawa Timur.Â
Jokowi merespon dengan mendorong Prabowo agar jika punya bukti yang kuat, mesti melaporkan kepada penegak hukum sambil menyentil perilaku mantan anggota team kampanye Prabowo yang menyebar kebohongan seolah-olah dianiaya, faktanya ia menjalani operasi plastik.Â
Tentang isu rekrutmen pejabat publik, gagasan berbeda dilontarkan Jokowi dan Prabowo. Jokowi menekankan pentingnya kompetensi sebagai basis, serta usulan low cost rekrutmen calon pemimpin di tingkat partai politik agar tidak membebani para gubuernur/Bupati terpilih.Â
Prabowo di sisi lain menyatakan fokusnya untuk memperbaiki penghasilan para pejabat publik agar tidak tergiur pada perilaku korupsi. Hal yang sama diulangi Prabowo untuk isu korupsi di kalangan birokrat.Â
Isu peningkatan anggaran juga digunakan Prabowo dalam mengatasi terorisme untuk memperkuat angkatan perang, kepolisian dan intelijen, berbeda dengan Jokowi yang menekankan aspek pencegahan dan penindakan seperti deradikalisasi.Â
Berikut, debat terlihat lebih menarik pada segmen tanya jawab antar pasangan. Di sini, ada dua pertanyaan menarik Jokowi untuk pasangan 02. Pertama, tentang isu perempuan, Prabowo dalam banyak kesempatan menyatakan concernnya pada kaum perempuan, tetapi dalam struktur kepengurusan partainya tidak banyak perempuan di posisi strategis.Â
Dalam jawabannya, Prabowo mengakui sebagai partai baru memang masih kekurangan figur perempuan. Â Pertanyaan kedua tentang isu korupsi, pasangan 01 juga bertanya, sesuai data ICW, Gerindra mencalonkan 6 caleg bekas nara pidana korupsi, bagaimana sebagai ketua umum Prabowo bisa menanda tangani pendalonan itu. Â Â
Respon Prabowo  mengejutkan, karena Ia mengatakan tidak yakin dengan data ICW itu, dan menyatakan sepanjang rakyat masih menginginkan dan sesuai hukum, tidak masalah, apa lagi korupsinya tidak seberapa jumlahnya.
Sebaliknya, ketika mendapat giliran, pasangan Prabowo menanyakan respon Jokowi atas perbedaan pendapat para menteri dalam mengimport beras, jawaban Jokowi juga mengejutkan.Â
Ia mengatakan bagus jika para menteri berbeda pendapat, karena itu mencerminkan adanya kontrol lintas kementrian. Pertanyaan berikut soal pengangkatan pejabat publik yang berafiliasi dengan parpol, Jokowi sekali lagi tidak mempermasalahkan jika memang berkompeten dan transparan.Â
Keseruan memang cukup terlihat pada segmen tanya jawab ini, sayangnya secara kuantitas jumlah pertanyaan dan tanggapan juga terbatas. Secara umum, jalannya debat belum terlalu memuaskan masyarakat Indonesia.Â
Pada debat kedua, Â waktu berbicara sepertinya mesti diperpanjang, agar para pasangan bisa mengelaborasi sedetail mungkin visi misi, program dan ide-ide mereka untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan.Â
Bukan tidak mungkin, banyak pemilih menjadikan momentum debat sebagai wahana menentukan pilihan, jika demikian maka mestinya debat menyajikan pikiran-pikiran bernas para calon, tidak sekedar ungkapan-ungkapan normatif, apa lagi sekedar saling membuka kelemahan masing-masing.Â
Pada debat kedua nanti, jika prosesnya masih sama seperti debat semalam, maka Fahri Hamzah mungkin benar. Debat berjalan seperti cerdas cermat tingkat SMP/SMA. KPU bersama team kampanye kedua pasangan bisa belajar dari debat pertama, untuk itu agar debat berikut lebih menarik dan brekelas, maka format debat bisa saja berubah.Â
Alokasi waktu berbicara, larangan membawa note atau perangkat komunikasi digital sampai kemungkinan saling menyela antar pasangan selama debat adalah beberapa point yang bisa membuat debat berikut lebih menarik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H