Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Keren, Kebun Jagung Swalayan dengan Konsumen Milenial di Adonara NTT

9 Januari 2019   11:54 Diperbarui: 11 Januari 2019   12:47 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi masyarakat urban, berbelanja di mal atau swalayan memberikan kebebasan memilah, memilih dan membawa sendiri barang yang ingin dibeli, sebelum membayarnya di kasir. 

Konsep ini sekarang sedang coba diterapkan di kebun jagung milik seorang petani di pelosok pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur-NTT. 

Di kebun ini, jagung dipanen ketika bulirnya masih muda. Untuk itu, varian yang dikembangkan adalah jenis Pulut Ketan, Pulut Kuning dan Jagung Manis karena enak dan legit rasa bulir mudanya. 

Dengan jarak tanam 15cm, hamparan tanaman jagung yang kini berusia kurang lebih 50 hari setelah tanam (HST) itu tampak subur dengan daun berwarna hijau tua dan batang yang kokoh.

Musim panen diperkirakan akan jatuh pada awal Februari ini. Saat ini tahapan promosi dan marketing sedang digalakan, termasuk secara online melalui media sosial. Ini keren sekali. 

Pada saatnya nanti, ketika panen, kebun dibuka secara umum untuk konsumen. Para konsumen akan datang ke kebun memilih dan memotong sendiri jagung dari pohonnya, lalu membawanya dengan gerobak  ke pondok (counter) untuk melakukan pembayaran di sana. 

Semua dilakukan secara mandiri oleh konsumen, pemilik hanya duduk menunggu pembayaran di pondok kebunnya.   

Selain melayani pembelian secara langsung di kebun, sang petani juga menerima pesanan secara online, jagungnya disiapkan oleh petani, dan pemilik tinggal bayar dan mengambil jagung pesanannya. Harganya bervariasi, tergantung ukuran besar kecil jagung. 

Ini adalah tahun kedua pemilik kebun menggunakan sistem pemasaran buy in field setelah sukses besar pada 2018 lalu. Segmen pasarnya justru kalangan anak muda. 

Bisa jadi ini bukti, betapa efektifnya pola online marketing. Kita tahu, penetrasi smartphone di kalangan generasi milenial sangat masif, dan uniknya mereka tertarik membeli jagung di kebun dengan metode pilih sendiri itu. Jadi, ada semacam trend di sana,  musim jagung muda, ingatan mereka jatuh pada kebun jagung sistem swalayan itu. 

Jagung Pulut Ketan setelah 43 hari tanam. Foto: Kamilus TJ
Jagung Pulut Ketan setelah 43 hari tanam. Foto: Kamilus TJ
Era disrupsi mengubah banyak hal sedemikian rupa, termasuk di bidang ekonomi dan pemasaran, sehingga cara-cara bisnis lama tergerus oleh pola baru yang disesuaikan dengan preferensi konsumen. 

Terobosan petani ini jelas melawan pola pemasaran selama ini, misalnya jagung dipanen oleh buruh lalu diangkut dengan kendaraan ke pasar untuk dijual. Dengan menjualnya di kebun swalayan, ada pemangkasan biaya untuk upah buruh dan transportasi.

Berikut, pola marketing yang dijalankan pemilik kebun juga mampu menarik konsumen ekslusif, menjadi inklusif. 

Contoh nyatanya, banyak anak muda yang menjadi pelanggan tetap di kebun jagung model swalayan itu. Sulit membayangkan pembeli milenial dengan belanjaan jagung muda, tapi itu terjadi di Adonara. 

Rupanya, selain gencarnya online marketing, sang petani juga benar-benar paham prinsip bisnis "lokasi sangat menentukan usaha anda". 

Selain pemasarannya yang unik, letak kebun ini juga persis sejalur dengan satu destinasi wisata pantai di pesisir utara Adonara. Namanya pantai Lagaloe, sangat ramai pengunjung pada hari libur. Para pengunjung pantai wisata inilah separuh dari pelanggan kebun jagung swalayan itu. 

 Ini sungguh paket yang smart. Kebun sebagai tempat usaha, jagung produknya dan pemasaran sebagai policy dikemas menarik dan sukses mendatangkan banyak pembeli. 

Bagi saya ini adalah pelajaran berharga tentang reformasi usaha pertanian yang wajib ditularkan kepada banyak petani kita. Inovasi seperti ini perlu diterapkan oleh lebih banyak petani di NTT pada hasil-hasil pertanian lain.

Selain itu, pelajaran lain dari model bertani seperti di atas dari perspektif usaha adalah kemampuan pemilik kebun mengintegrasikan beberapa kompetensi wirausaha seperti memilih bahan baku (bibit jagung), mengerjakan proses produksi (menanam, penyiangan, pemupukan) sekaligus memikirkan strategi pemasaran. Semua ia lakukan sendiri, menjadi wirausaha terpadu. 

Hamparan tanaman jagung di Bayolewun. Foto:Kamilus TJ.
Hamparan tanaman jagung di Bayolewun. Foto:Kamilus TJ.
Di tengah upaya menggalakan semangat wirausaha kepada masyarakat, sistem yang dibangun dengan kebun jagung swalayan ini sangat inspiratif. 

Tipikal model marketing yang sangat kekinian, meski produknya "hanya" sekelas jagung dengan tempat usaha bernama kebun. Saya kira, yang harus dicontoh adalah ide dasar dari sang petani di kebun jagung swalayan ini.

Terobosan ini juga bisa menjadi pemantik bagi para mahasiswa  dan sarjana pertanian yang enggan menatap lahan/kebun sebagai tempat membangun usaha. 

Bukankah potensi tanaman pertanian dan perkebunan tidak hanya tentang jagung? Model yang dikembangkan pada kebun jagung ini bisa menjadi pintu masuk bagi hasil-hasil pertanian lain di NTT. 

Dengan begitu, para pelaku usaha yang terlibat memiliki kesempatan membangun brand milik sendiri, dengan sektor pertanian sebagai basisnya. 

Petani kreatif dibalik ide kebun jagung swalayan itu adalah Kamilus Tupen Jumat. Seorang mantan pekerja migran di Kota Kinabalu Sabah Malaysia pada rentang 1990-2001.

 Sebelum merantau ke Malaysia, Om Kamilus, panggilan akrabnya sempat menjadi guru SMP dan SMA di Witihama. Sepulang dari Malaysia, Ia memilih menjadi petani. 

Selaku ketua Kelompok Tani Lewowerang (KTL), beliau tidak hanya menjadi rekan tetapi juga motivator bagi sesama anggotanya. 

Di KTL inilah, Om Kamilus mengekspresikan gagasan-gagasan kewirausahaan sosial dan pertanian sebagai upaya mengatasi kemiskinan di kampung halamannya. Ia mengembangkan prinsip gemohing (gotong royong/kerja sama) bagi para anggota KTL, dengan brand ekonomi solidaritas. 

Sebagai ketua kelompok tani, Om Kamilus sadar, ia harus menjadi model bagi para anggota. Dan karena itu, inovasi kebun jagung swalayan merupakan persembahan contoh modelling itu. 

Kebun jagung swalayan itu untuk sementara dikembangkan dikebun miliknya sendiri di kawasan Bayolewun, sambil berupaya memperluasnya pada kebun-kebun milik petani yang lain di Honihama Desa Tuwagoetobi, Kecamatan Witihama, Flores Timur-NTT.  

Semangat enterpreneur seperti inilah yang sedang dibutuhkan banyak anak muda, di tengah minimnya lapangan kerja di NTT. 

Lahan kebun tersedia, ilmu bisa dipelajari, bibit gampang diperoleh, teknologi digital memberi kemudahan dalam pemasaran produk, yang berat biasanya niat dan kemauan untuk memulai usaha jenis ini. Itulah kelemahan umum yang justru menenggelamkan kita di dasar kemiskinan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun