Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Keren, Kebun Jagung Swalayan dengan Konsumen Milenial di Adonara NTT

9 Januari 2019   11:54 Diperbarui: 11 Januari 2019   12:47 1320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jagung Pulut Ketan setelah 43 hari tanam. Foto: Kamilus TJ

Dengan begitu, para pelaku usaha yang terlibat memiliki kesempatan membangun brand milik sendiri, dengan sektor pertanian sebagai basisnya. 

Petani kreatif dibalik ide kebun jagung swalayan itu adalah Kamilus Tupen Jumat. Seorang mantan pekerja migran di Kota Kinabalu Sabah Malaysia pada rentang 1990-2001.

 Sebelum merantau ke Malaysia, Om Kamilus, panggilan akrabnya sempat menjadi guru SMP dan SMA di Witihama. Sepulang dari Malaysia, Ia memilih menjadi petani. 

Selaku ketua Kelompok Tani Lewowerang (KTL), beliau tidak hanya menjadi rekan tetapi juga motivator bagi sesama anggotanya. 

Di KTL inilah, Om Kamilus mengekspresikan gagasan-gagasan kewirausahaan sosial dan pertanian sebagai upaya mengatasi kemiskinan di kampung halamannya. Ia mengembangkan prinsip gemohing (gotong royong/kerja sama) bagi para anggota KTL, dengan brand ekonomi solidaritas. 

Sebagai ketua kelompok tani, Om Kamilus sadar, ia harus menjadi model bagi para anggota. Dan karena itu, inovasi kebun jagung swalayan merupakan persembahan contoh modelling itu. 

Kebun jagung swalayan itu untuk sementara dikembangkan dikebun miliknya sendiri di kawasan Bayolewun, sambil berupaya memperluasnya pada kebun-kebun milik petani yang lain di Honihama Desa Tuwagoetobi, Kecamatan Witihama, Flores Timur-NTT.  

Semangat enterpreneur seperti inilah yang sedang dibutuhkan banyak anak muda, di tengah minimnya lapangan kerja di NTT. 

Lahan kebun tersedia, ilmu bisa dipelajari, bibit gampang diperoleh, teknologi digital memberi kemudahan dalam pemasaran produk, yang berat biasanya niat dan kemauan untuk memulai usaha jenis ini. Itulah kelemahan umum yang justru menenggelamkan kita di dasar kemiskinan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun