Bagi mahasiswa yang bisa menulis artikel di Pos Kupang atau Timex, kepadanya digaransikan mendapat nilai A. Saya tersenyum, karena sudah punya 1 stok tulisan, tinggal saya bawa dan tunjukan kepada sang dosen. Dan benar, mata kuliah writing bagi saya benar-benar enteng. Sejak saat itu, semangat menulis sungguh berlipat ganda.Â
Singkat cerita kebiasaan menulis opini di koran akhirnya seperti menjadi  hobi, sejak kuliah hingga bekerja. Selama menjadi guru aktifitas menulis memang berkurang, tetapi tetap saya geluti. Menulis sebagai proses kreatif, kerja kognisi, perpaduan emosi dan perasaan, terlanjur saya suka.Â
Secara kuantitas jumlah tulisan juga baru 20an opini di dua harian, Timor Express dan Pos Kupang. Â Pada 2017, beberapa opini diikutkan dalam lomba menulis artikel pendidikan di Kemendikbud. Tak disangka, satu opini sukses menjadi pemenang ke-3 dari 300an artikel guru se Indonesia.Â
Di tahun yang sama, satu opini lain di Pos Kupang mengantar saya menjadi pembicara seminar nasional memperingati HUT Provinsi NTT bersama seorang dosen dari Charles Darwin University Australia, satu lagi dari Australian National University Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Ketua Sinode GMIT NTT dan Kepala Dinas Pendidikan NTT. Pada 2018, tulisan lain juga menjadi nomine lomba jurnalistik pendidikan keluarga Kemendikbud dari 130an tulisan yang dinilai.Â
Sampai di sini saya akhirnya menyadari, menulis ternyata mendatangkan banyak berkah tidak hanya finansial tetapi berkah sosial, mengenal banyak orang, membangun jejaring dengan banyak kalangan, belajar banyak hal dari orang lain dan tentu saja jalan-jalan gratis ke Jakarta. Hobby can make money. Hal yang tidak saya duga sejak awal menulis.Â
Orientasi, semangat dan motivasi menulis tiba-tiba berubah di penghujung 2018, ketika secara tidak sengaja saya mulai berkenalan dengan medan menulis baru, platform digital bernama blog. Iya, ibarat atlet, penulis juga perlu sparring partner, juga turnament untuk menguji kemampuan saat latihan.Â
Menulis opini di koran memang bergengsi, tetapi sangat kompetitif, wajib aktual, dan karenanya semua yang ditulis belum tentu diterbitkan. Jika diterbitkan pun, sebagai penulis, anda tidak pernah tahu berapa banyak orang yang membaca tulisan anda. Kepuasan terbesar seorang penulis adalah ketika tulisannya dibaca oleh banyak orang.Â
Berbeda dengan koran, platform blog memungkinkan penulis mengekspresikan ide-ide tulisan sebebas-bebasnya, bisa dipertanggungjawabkan, kapanpun dan dari manapun ia ingin tulisannya ditayang, selama ada koneksi internet.Â
Penulis juga bisa tahu berapa banyak orang yang membaca tulisannya, siapa yang mengomentari tulisannya, dan yang unik penulis mendapat kredit point.
Artikel anda bisa menjadi headline atau artikel pilihan setelah dimoderasi oleh redaksi. Sesuatu yang boleh jadi mengindikasikan kualitas tulisan. Sensasinya sungguh berbeda dengan menulis di koran.Â