Tulisan ini terinspirasi oleh kiprah bupati Nagekeo, Propinsi NTT. Namanya Elias Djo. Ia dulunya pejabat di Kabupaten Ngada, kemudian terpilih menjadi Bupati di Kabupaten Nagekeo yang merupakan pemekaran dari Ngada. Di penghujung masa baktinya sebagai bupati periode 2013-2018, ia memilih mempersembahkan pemikiran dan karya pembangunan selama memimpin dalam bentuk sebuah buku biografi.
Intisari utama buku ini merefleksikan  dua bagian penting, yakni pertama, jalan panjang  perjalanan karir sebagai birokrat. Perjuangan membangun karir di kabupaten Ngada yang dirintis dari bawah, sejak menjadi Kepala Seksi tahun 1977, menjadi Camat di beberapa tempat, promosi Kepala Bagian, kemudian menjadi Kepala Dinas, lalu Asisten , dan berakhir sebagai orang nomor satu di Kabupaten Nagekeo.  Juga,  keseharian figur sang bupati yang penuh keteladanan  dalam memimpin kabupaten Nagekeo. Kedua,  buku ini diperkaya dengan testimoni  dari kalangan akademisi, mitra kerja,  birokrat dan perwakilan masyarakat Nagekeo.Â
Sosok kepemimpinannya yang merakyat, kemudian dilukiskan menjadi judul buku ini yakni "Pemimpin Humanis, Bupati Nagekeo 2013-2018". Â Buku ini tidak hanya spesial bagi Elias Djo, tetapi juga masyarakat Nagekeo, karena dirilis bertepatan dengan ulang tahun Kabupaten Nagekeo ke-12 tahun ini. Â
Sebagai sebuah biografi, buku ini obyektif. Menulis tentang figur penting di Kabupaten Nagekeo, tetapi penulisnya bukan orang Nagekeo. Dia adalah Yahya Ado, seorang aktivis kemanusiaan dan penulis muda NTT. Ini adalah buku keduanya yang launching tahun 2018 ini. Sebelumnya, pada awal 2018, Yahya merilis buku karya pertamanya berjudul "Wasiat Jalan, Menemukan Makna Hidup, Karya dan Cinta".Â
"Saya menulis buku ini sebagai ungkapan rasa hormat dan terimakasih saya kepada Pak Elias sebagai salah satu Bupati yang saya kenal sangat rendah hati dan sederhana. Maka saya menulisnya sebagai sosok pemimpin humanis. Ini juga sebagai kado istimewa saya untuk ulang tahun Nagekeo ke-12 tahun ini", demikian Yahya menulis testimoni tentang biografi yang ditulisnya.  Narasi Yahya ini seperti menggambarkan kedekatan emosional antara penulis dan tokoh yang ditulisnya. Mereka adalah rekan dan mitra kerja, semasa Yahya berkiprah sebagai manajer disebuah NGO pemberdayaan  masyarakat yang bekerja di Nagekeo.Â
Pada kesempatan launching buku biografi dirinya di Mbay, 21 Desember 2018, Bupati Elias menyampaikan terimakasih dan rasa kagumnya atas lahirnya karya ini diakhir masa kerjanya. Dia menuturkan, niat menerbitkan buku bahkan sudah ada sejak dirinya masih mengabdi di Kabupaten Ngada. "Saya punya niat sederhana, semoga apa yang saya lakukan bisa menjadi contoh untuk generasi ke depan, atau paling tidak untuk kedua putra saya. Jika suatu saat mereka ingin menjadi pemimpin, mereka bisa membaca dari pengalaman-pengalaman saya yang ditulis dalam buku ini. Ini juga sekaligus mengajak generasi kita untuk cinta membaca. Karena tidak membaca itu tanda sebuah kehancuran akan datang" kata Elias.Â
Sebagai pemimpin publik, Elias Djo memberikan pelajaran berharga kepada rakyat yang memilihnya. Selain mewariskan karya pembangunan SDM dan infrastruktur daerahnya, ia juga tak lupa meninggalkan suri teladan dan benih-benih pemikirannya dalam bentuk sebuah buku. Dengan begitu, meski ia tak lagi memimpin, tapi pikirannya abadi dalam setiap gerak pembangunan di kabupaten Nagekeo, kini dan di masa mendatang. Â Buku sebagai kado di ujung bakti seorang bupati memang inspiratif, dan karenanya tidak salah, hal serupa bisa dipraktekan oleh banyak pemimpin di NTT. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H