Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Karang Dempel, Lokalisasi Terbesar di NTT Kini Tinggal Nama

7 Januari 2019   16:37 Diperbarui: 7 Januari 2019   21:09 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut lokalisasi KD. Foto:pos-kupang.com

 Usai sudah kisah perjuangan ratusan Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk mempertahankan "lapak", tempat mereka mengais rezeki berpuluh-puluh tahun dari upaya penutupan. Demo ke otoritas Kota, kantor Walikota, kantor DPRD Kota dan DPRD Provinsi NTT telah mereka lakukan, tapi nihil. 

Nama tempatnya Karang Dempel (KD), lokalisasi resmi  terbesar di Kupang, terletak di Kecamatan Alak Kota Kupang-NTT. Persis seperti namanya, lokalisasi ini berdiri di atas hamparan batu karang kawasan Tenau. Tempatnya strategis, dekat kawasan industri Bolok, pelabuhan peti kemas dan dermaga penumpang Tenau serta PT. Semen Kupang. 

Ada 400 kamar yang tersedia di KD dengan jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) yang terdata sebelum wacana penutupan kurang lebih 378 orang. Jumlah itu menurun menjadi 140an orang selama proses penutupan oleh pemerintah Kota Kupang. Tarif sekali kencan per PSK rata-rata dipatok Rp. 50.000. Konon, karena tarif murahnya, KD sangat padat pengunjung.  

Papan pengumuman penutupan KD. Foto pos-kupang.com
Papan pengumuman penutupan KD. Foto pos-kupang.com
Akan tetapi, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2019, Pemerintah Kota Kupang resmi menutup lokalisasi KD Kecamatan Alak Kota Kupang. Perihal penutupan termuat dalam Keputusan Wali Kota Kupang Nomor: 176/KEP/HK/2018 tentang penutupan lokalisasi Karang Dempel.

Sebuah plang besar bertulis "Lokalisasi KD dituutp mulai tanggal 1 Januari 2019" terpampang dilokasi. Sebelum benar-benar dinyatakan tutup, proses sosialisasi dan negosiasi panjang melibatkan Dinas Sosial Pemkot Kupang, para PSK dan para aktivis peduli AIDS sejak akhir 2018. 

Langkah penutupan ini dilakukan pemkot dengan alasan membebaskan warga kota dari praktik prostitusi dan merupakan Program Nasional Departemen Sosial. Kedua alasan ini jamak, dan karenanya upaya pemkot mendapat penolakan dari para PSK maupun aktivis peduli HIV AIDS. Bagi PSK, KD merupakan sumber hidup mereka, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi keluarga, anak, suami dan lain-lain.


Iya, mayoritas penghuni KD adalah perantau dari Jawa, Sulawesi dan beberapa wilayah di luar NTT, sisanya bebrapa orang lokal dalam jumlah yang kecil. Kisah hidup mereka bak drama, karena sesungguhnya keluarga mereka di kampung halaman sama sekali tidak tahu profesi yang digeluti perempuan-perempuan ini di Kupang.

Para PSK rutin mengirimi keluarga uang, dari hasil kencan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka. Pengakuan sejumlah PSK kepada media lokal, umumnya anak-anak mereka sedang berada di bangku SMA dan perguruan tinggi. 

Para PSK KD saat berdemo di DPRD Provinsi NTT. Foto:Antara NTT.
Para PSK KD saat berdemo di DPRD Provinsi NTT. Foto:Antara NTT.
Kondisi itu yang membuat  mereka galau dan memohon kepada pemkot agar penutupan ditunda minimal sampai lebaran 2019. Sangat wajar para PSK bersiap resistensi terhadap keputusan pemkot, apalagi dengan alasan penutupan sesederhana yang disodorkan pemerintah.

Mestinya, keputusan besar pemkot itu didasari pada kajian atau riset, misalnya pertama, bagaimana dampak keberadaan KD bagi perkembangan psikologis anak-anak di sekitar lokalisasi.

Kedua, riset juga bisa untuk melihat berapa banyak jumlah pengunjung usia sekolah yang datang ke KD. Ketiga, kajian juga bisa dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebaran penyakit PMS yang bersumber dari para PSK di KD. 

Jika riset itu dilakukan dan hasilnya dipaparkan kepada khalayak, maka menurut saya dukungan justru akan datang dari berbagai kalangan untuk menutup KD. Apalagi jika pemkot juga mempresentasikan plan action mereka tentang metode pencegahan dan kontrol yang akan dilakukan utamanya pada penyebaran HIV AIDS yang sudah mencapai 5.773 penderita di NTT per Juni 2018. Pemkot tidak bisa mengandalkan uang santunan Rp 5 juta per PSK sebagai imbalan penutupan itu. 

Saat ini pemkot boleh merasa lega dengan keberhasilan menutup KD, tetapi kerja besar di jalan pencegahan penyebaran virus HIV AIDS dan PMS lain menjadi lebih rumit. Bagaimanapun, lebih mudah mengerahkan sumber daya untuk memantau banyak PSK di satu lokasi ketimbang memantau banyak PSK yang tersebar di banyak tempat, apa lagi terselubung. 

Oleh karena itu pasca  penutupan, pemkot harus sudah mulai memikirkan hal-hal terkait, seperti sulitnya melakukan kontrol terhadap potensi maupun penyebaran penyakit menular seksual (PMS) warga kota. Manfaat positif keberadaan lokalisasi salah satunya untuk melokalisir penyebaran penyakit.

Di lokalisasi, PSK diperiksa dan diedukasi secara berkala oleh Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulanagan AIDS Daerah (KPAD). Pemeriksaan itu merupakan sistem deteksi dini peluang munculnya kasus PMS baik yang ringan maupun berat, HIV AIDS misalnya. 

Jika sistem ini tak lagi bekerja, maka Pemkot Kupang harus  punya skema model pencegahan lain, dan tool control penyebaran serta penularan PMS sebagai bentuk proteksi terhadap warganya. Jika tidak, penutupan ini hanya akan melahirkan masalah sosial baru, dengan meningkatnya jumlah penderita PMS, juga maraknya praktik prostitusi terselubung di tengah masyarakat. Tempat-tempat seperti kost-kostan, panti-panti pijat, penginapan sangat berpotensi menjadi pelabuhan baru para PSK.  

Selain itu, jangan lupa, KD tidak berdiri sendiri sebagai sebuah bisnis. Ada ratusan orang lainnya yang juga menggantungkan hidup dari keberadaan KD. Ada pemilik kios di kompleks KD, para tukang ojek, pemilik warung makan, sampai tukang parkir. Semuanya dapat duit dari situ. Advokasi bagi mereka juga perlu dilakukan, misalnya mendapat insentif sebagai imbalan dari dampak penutupan. 

Dampak lain yang perlu dicemaskan adalah potensi perilaku pelecehan seksual, atau bahkan pemerkosaan. Oleh karena itu, penutupan KD bisa menjadi  pekerjaan rumah bagi para orang tua untuk meningkatkan  perhatian dan kewaspadaan kepada anak-anak kita. Untuk ini, pemkot dan pihak keamanan kota terkait juga tidak boleh tutup  mata.  Ini potensi bahaya yang akan mengaintai dari ketiadaan tempat lokalisasi. 

Dan terakhir, sebagai pihak yang paling terkena dampak penutupan, maka untuk alasan kemanusiaan, pemkot bisa mempercepat pembayaran uang santunan, hak para PSK, jika memang mereka mau menerima uang itu.

Kita hanya berharap, penutupan ini bisa membawa dampak perubahan dalam hati dan bathin mereka untuk mencari rezeki secara halal. Biarlah Karang Dempel cukup menjadi sejarah untuk anak-anak Kupang dan generasi NTT di masa mendatang.

Sumber:

  1. www.pos-kupang.com
  2. www.victorynews.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun