Mohon tunggu...
MAD KHATULISTIWA
MAD KHATULISTIWA Mohon Tunggu... Nelayan - muhammad al dilwan

pelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inovasi Model Pembelajaran Berpengaruh terhadap Hasil Belajar

9 Februari 2018   10:08 Diperbarui: 9 Februari 2018   12:48 2390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apa yang paling mempengaruhi hasil belajar siswa?" tanya saya kepada dua orang kawan, "(a) model pembelajaran yang diterapkan guru, (b) kondisi siswa, atau (c) kualitas bahan ajar."

Ahmad Taher, kawan se-kelas, memberikan jawaban di luar dari tiga pilihan yang saya ajukan. Menurut pemuda asal Sumenep ini, yang paling mempengaruhi hasil belajar adalah lama belajar. Semakin lama waktu yang digunakan untuk belajar, semakin banyak pengetahuan yang diproduksi. Peluang memperoleh hasil belajar yang tinggi semakin menganga. Tampaknya, ia setuju dengan penerapan full day school.

Lama belajar yang diharapkan Taher mirip yang diimplementasikan Korea Selatan, salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik dunia. Tingkat literasi Korsel mencapai 100 persen. Tes analisa dan berpikir kritis apa lagi, Korsel selalu menempati urutan teratas. Waktu belajarnya di sekolah berlangsung dari pagi sampai malam. 

Dilansir dari ruangguru.com, lama belajar siswa SMA di negeri sejuta wanita cantik ini adalah 14 jam. Persaingan ketat dan keinginan agar lolos di perguruan tinggi membuat motivasi mereka menggunung. Meskipun pembelajaran dimulai sejak pukul 8 pagi hingga pukul 22 malam. Saking tekad yang begitu mengkristal, siswa Korsel masih doyan mengikuti les tambahan hingga malam semakin larut.

Taher pasti senang kalau sistem Korsel diterapkan di Indonesia. Mutu pendidikan akan meningkat. Terlebih bila mengingat waktu belajar di sekolah kita yang cuman sebentar saja. Itu pun, siswa masih banyak mengeluh.

Sistem pendidikan Korsel memang semerbak di kancah global, namun pada saat yang sama kita tidak bisa menutup mata atas maraknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh siswa-siswinya. Tekanan yang begitu tinggi kerap membuat kebulatan hati mereka menyusut dan memilih terjun bebas dari jembatan sebagai solusinya.

Statistik mengakhiri hidup di negara yang acap kali berseteru dengan Korea Utara tersebut cukup menakutkan. Dikutip dari bbc.com, 139 siswa pada tahun 2012 dinyatakan bunuh diri, antara lain karena disebabkan tekanan ujian sekolah. Lebih lanjut BBC memberitakan tingkat rata-rata bunuh diri secara umum di Korea Selatan mencapai 33,5 orang untuk setiap 100.000 jiwa.

Alasan bunuh diri pelajar Korsel berbeda dengan Indonesia. Putus cinta adalah salah satu dalih terkuat siswa di negara kita menghilangkan nyawanya. Tepuk tangan!

Berlainan dengan Taher, seorang mahasiswi dari kelas yang sama berpendapat hasil belajar sangat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Sekeras apapun materi yang akan dikonsumsi, dengan model pembelajaran, siswa akan lebih mudah mengunyahnya.

Ada banyak model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar, di antaranya adalah Think Talk Write (TTW). Ellysa Putri membuktikan hal ini. Penelitian tesisnya di MAN Banda Aceh, tahun ajaran 2014/2015, menunjukkan bahwa model TTW yang ia terapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas X IPS. Putri tidak sendiri. Selain dia, ribuan peneliti lain sudah membuktikan keampuhan model-model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar. Cari saja di scholar.google.co.id.

Berbicara mengenai hasil belajar, secara umum ada dua faktor yang dapat memengaruhinya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor Internal adalah pengaruh yang berasal dari individu si siswa, di antaranya adalah intelegensi, minat, bakat, motif, dan kematangan. Faktor eksternal antara lain, yaitu: kondisi keluarga, lingkungan masyarakat, dan sekolah. Faktor sekolah dapat dipilah, termasuk model-model pembelajaran yang diterapkan guru.

Lalu bagaimana dengan bahan ajar, apakah mampu meningkatkan hasil belajar siswa?

Penghujung malam bulan Januari, saya berdiskusi cukup lama dengan seorang guru SMA. Ia adalah pengajar di salah satu sekolah di Nusa Tenggara Timur. Saat ini, beliau tercatat sebagai mahasiswa aktif di program Pascasarjana Universitas Negeri Malang (UM). Salah satu tema yang kami percakapkan adalah pengaruh bahan ajar terhadap kualitas pendidikan.

Rabu pagi sebelumnya, seorang dosen mengatakan bahwa bahan ajar berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Bahan ajar adalah sejumput materi yang dipelajari oleh siswa, salah satu bentuknya adalah buku. Setelah mendengar uraian dosen, saya berkesimpulan bahan ajar yang berkualitas berbanding lurus dengan mutu pendidikan. Cara sederhana untuk mengetahuinya lihat saja hasil belajarnya.

Dari kuliah tersebut, kami diberi tugas untuk mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam bahan ajar. Persoalan terbesar berasal dari penilaian subjektif para siswa dan guru. Kalau mereka mengatakan kalimat dalam buku sulit dimengerti, gambarnya kurang banyak, atau tidak menyukai gambar hitam-putih, berarti itu termasuk masalah.

Masalah yang teridentifikasi ini akan dibenahi oleh peneliti. Selanjutnya, hasil pembenahan peneliti divalidasi oleh para ahli. Setelah bahan ajar tervalidasi, hasil tersebut kita bawa lagi ke sekolah untuk mendapatkan penilaian subjektif para siswa. Bila siswa menyukai bahan ajar yang telah dikembangkan, penelitian dinyatakan sukses.

Identifikasi masalah bahan ajar termasuk dalam jenis "Penelitian dan Pengembangan". Istilah Inggrisnya Research and Development (R&D). Asumsi dasar penelitian ini adalah tidak ada manusia yang sempurna. Sekalipun buku ajar di sekolah (mungkin) sudah melalui inflitrasi yan cukup ketat seperti uji konsep, tata bahasa, dan tata letak gambar, kami dituntut untuk menelaah kemungkinan adanya hal-hal yang dianggap kurang berkenan.

Saya dan beberapa kawan se kelas mendapat jatah penelitian di MAN 1 Malang. Kawan lainnya tersebar di Madrasah yang berbeda. Offering kami bukan sok agamis, kelas lain sudah kebagian sekolah umum lebih dulu. Hal ini sengaja dilakukan, sekalian untuk melihat adakah perbedaan di antara dua jenis sekolah tersebut.

Diskusi malam itu, membuat saya termenung. Pemikiran saya berlabuh pada suatu kesimpulan: tidak ada pengaruh signifikan bahan ajar terhadap hasil belajar.

Landasan berpikirnya begini. Bila memperhatikan penelitian ekperimen mengenai penerapan model-model pembelajaran, akan ditemukan sederet fakta bahwa hasil belajar selalu meningkat. Namun, bahan ajar yang digunakan guru dan siswa tidak terlalu dipersoalkan. Yang terpenting adalah bagaimana model itu diimplementasikan.

Salah satu karakteristik pembelajaran masa kini yaitu dengan menggunakan pendekatan saintifik. Guru bertindak sebagai fasilitator yang menyodorkan beberapa proyek yang harus diselesaikan oleh siswa dengan mengikuti jalan yang telah dibentangkan oleh guru. 

Salah satu tahapannya adalah siswa mencari solusi diberbagai sumber informasi, baik bahan ajar yang terverifikasi maupun tidak. Bila dalam prosesnya ada kendala, pendampingan guru sangat diperlukan. Setelah siswa menemukan solusi atas persoalan, dilanjutkan lagi dengan mengomunikasikan (diskusi) hasil temuan.

Begitulah gambaran kecil mengenai proses belajar di sekolah, mendorong siswa mengontruksi pemahamannya sendiri. Guru tidak lagi menyuapi; guru tidak bertindak lagi sebagai penuang teh ke dalam cangkir otak para siswa. Apa yang dilaksanakan sebetulnya adalah penerapan paradigma pendidikan masa kini. Bukan lagi bertumpu pada pengajaran, tetapi pembelajaran. Bukan lagi teacher oriented melainkan student centered.

Bila kembali memperhatikan penelitian ekperimen mengenai penerapan model-model pembelajaran,  yang tervalidasi oleh ahli hanyalah butir soal, dan menitikberatkan pada singkronisasi model dan indikator pencapaian kompetensi, bukan bahan ajar. Fokus secara penuh terhadap bahan ajar akan dilakukan bila penelitiannya menggunakan model Research and Development. 

"Kalau penelitan eksperimen juga memperhatikan bahan ajar, penelitian akan berlangsung semakin lama," celetuk Wahyudi ketika kuliah pagi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun