Mohon tunggu...
Marta Cintia
Marta Cintia Mohon Tunggu... -

cogito ergo sum :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Roro Jongrang

7 Desember 2013   22:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:12 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu kala disebuah kerajaan bernama Pengging hiduplah seorang raja yang sakti mandraguna serta berharta melimpah. Tentu saja seperti dikisahkan dalam dongeng lainnya, raja ini mempunyai seorang putra yang tak hanya tampan tetapi juga berilmu tinggi baik akal maupun fisiknya. Namanya Joko, Joko Bandung. Sebagai putra satu satunya, pewaris tunggal, sejak dalam kandungan bahkan si Raja telah menyiapkan pendidikan yang baik. Mungkin raja menyadari anak adalah investasi. Ia mendatangkan berbagai guru sakti untuk mengajari calon penerusnya itu. Sejak putra mahkota kecil ia telah diijinkan merantau melanglang buana, demi satu hal, agar putranya tak kekurangan ilmu. Tak khayal putra mahkota kini menjelma menjadi seorang pangeran yang menguasai berbagai ilmu dan juga tampan. Merantau terus ndak mungkin kan? Singkat cerita tiba saatnya dimana sang putra harus kembali ke kerajaannya, karena memang sudah waktunya untuk meneruskan kerajaan Pengging. Sebagaimana undang-undang kerajaan yang mensyaratkan bahwa sebelum naik tahta seorang calon raja harus mempunyai permaisuri ini pun berlaku bagi Joko bandung.

“Joko anakku, kini usiaku sudah udzur, tiba saatnya kau menggantikanku untuk memimpin kerajaan ini” “Tapi Yanda, ananda masih muda masih banyak yang ingin ananda capai” “Apa yang kau tunggu lagi, segeralah bawa calon permaisuri dan segeralah naik tahta” “Sungguh dari dulu Ananda berkeinginan untuk memperluas kerajaan ini, segala bangsa telah Pengging kuasai tapi tidak dengan prambanan. Ijinkan ananda membuat bangga yanda terlebih dahulu dan melayakan diri untuk memimpin kerajaan ini Yanda.”

Raja pun mengirim prajurit – prajurit terbaiknya dan para jendral terbaiknya untuk menaklukan Prambanan. Rasanya mustahil mengalahkan kesaktian raja Prambanan, Raja Boko, yang jauh lebih sakti mandraguna. Raja Boko adalah seorang raja yang berperawakan seperti rasaksa. Akan tetapi, sekalipun ia seorang rasaksa ia pemipin yang dicintai rakyatnya, selalu menegakkan kebenaran, setia mengamalkan dasa darma kerajaan, benar – benar raja yang baik hati. Memang benar “dont judge a person just by its cover” berlaku dikerajaan ini. Apa yang telah dimiliki oleh Raja Boko memang sangatlah banyak bahkan berlimpah. Akan tetapi semenjak kepergian permaisurinya dari sekian banyak harta berlimpah itu hanya satu yang sangat ia banggakan, ia jaga dan ia lindungi dari apapun. Ia begitu mamanjakan dan bahkan memberikan apa yang diinginkan putrinya. Anak cantiknya. Seorang gadis bernama Roro Jongrang. Bagaimana bisa seorang rasaksa memiliki putri kerajaan secantik Roro Jonggrang? Emh, mungkin Roro adalah keturunan ibunya, gen dominan dalam tubuhnya adalah gen permaisuri Boko. Kulit kuning langsat tanpa cacat tanpa cela, rambut panjang menjuntai, mata bening, halus dalam perkataan dan benar-benar mencerminkan seorang putri. Ia tentu juga berpendidikan. Cerdas karna dibekali oleh guru-guru kerajaan yang ahli dibidangnya. Tak hanya sekedar ketrampilan menjadi wanita yang ia kuasai tetapi pemikirannya sungguh cerdas! Wawasan kebangsaan kerajaan, sejarah kerajaan, puisi, prosa ia kuasai dengan apik.

“My Sweet Dear, Roro Jongrang” “ia pap Boko” “Kamu sudah dewasa sekarang, bukankah sebaiknya sekarang kau memilih seorang pendamping. Lihat apa kau mau membuat yandamu semakin merasa bersalah dengan terus menolak pangeran pangeran yang mengiginkanmu?” “My Love, Yanda. Tentu putrimu tidak mengingnkan membuat yanda merasa bersalah. Sebelum itu saya bermimpi yanda menggabungkan kerajaan Pengging dan Prambanan ini” “baiklah nak, kalau itu maumu, kita akan mengirim pasukan-pasukan terbaik untuk menaklukan Pengging” “Terimakasih Yanda” “Kau tahu nak, kau itu berharga, lebih berharga dari apa yang kumiliki. Lebih berharga dari kerajaan yang berhasil ku taklukan. Lebih berharga dari segala hal yang ku kuasai” “Terimakasih Yanda”

Entah kebetulan tau tidak, ketika prajurit pengging menyerang. Prajurit terbaik prambanan yang juga tengah bersiap menyerang sudah siap dengan segala peralatannya. Terjadilah pertempuran hebat. Panah, tombak, garda, kapak merah, palu serta martil turut menyebabkan darah darah tercecer. Raja Boko yang memang hobi berperang pun turut serta. Dengan sekali tebas gerakan tangannya mampu melumpuhkan puluhan prajurit Pengging. Dalam setengah jam prajurit yang gagah perkasa itu telah berjatuhan. Kekalahan. Kekalahan bagi Pengging. Satu, dua orang prajurit yang masih selamat pun melapor ke raja Pengging. Tentu ada perasaan kecewa dan marah yang menggebu di dada raja ini. Begitu pula dengan Joko. Joko yang baru pulang dari berguru dan melanglang buana ingin segera membalas kekalahan. Dengan berat hati raja pun mengijinkan anaknya turut berperang dengan sisa pasukan yang ada. Ia terus memacu kudanya, melaju dengan tanpa menoleh sedikitpun. Tanpa istirahat tanpa makan dan minum. Ia juga melintasi hutan terlarang, hutan dimana tak seorang pun prajurit Pengging berani melaluinya karna rasaksa yang kejam haus akan darah yang merajai tempat itu. Bernama Bondowoso.

“Hey, berani pulak kau lintas ditempat ini bah!” “ya, ini jalan layak kulintasi untuk mempersingkat waktu” “itu sama saja kau serahkan nyawa untukku! Tak kau tanya orang-orang bah, tak ada yang selamat melintas ditempat ini!” “Aku hanya ingin melintas” “Hiiaaaat!! Kau terima ini sudah!! Hjiaaaaaat!“ *&(&^(^(“ “&()&(^(“ “&%^&*%”

(perkelahian sengit yang tak mungkin digambarkan dengan kata-kata) Rasaksa itu terlalau naif terlalu sombong dengan kekuatannya. Namun akhirnya tetap sang raja berhasil melumpuhkannya. Sang rasaksa yang adalah penguasa jin dan mahluk halus di hutan itu pun tekut lulut dan berjanji setia mengabdi pada Joko Bandung. Sejak saat itu pula raksaksa dengan kekuatan super juga diam ditubuhnya. Sejak saat itu pula Joko Bandung menjadi Bandung Bondowoso. Di tempat lain, kerajaan Prambanan kini sedang berlangsung pesta. Pesta merayakan kemenangan prajurit prambanan atas Pengging. Para gadis termasuk roro Jongrang menari dan bersuka. Gambang dimainkan suling didendangkan. Semua orang bersuka cita kecuali tentu saja raja. Sebagai seorang raja semeriah pesta rakyat apapun, ia tetap merasa khawatir. Mungkin hanya kemabukan atau mungkin alprazolam tablet 0.5 mg yang bisa membebaskan kuatirnya. Tanggung jawab yang berat sebagai seorang pemimpin untuk menjaga keutuhan kerajaaannya dan juga tanggung jawab yang berat seorang Ayah untuk menjaga keutuhan putrinya. Ia tertidur tapi tetap terjaga. Ia berjaga juga tetap waspada. Brak brak braaaaak. Suasana pesta berganti kelam. Orang berlari, menjerit dan ketakutan. Bandung Bondowoso telah meluluhlantahkan prajurit yang tak siap berjaga itu. Sekejap mata kerajaan itu telah porak poranda. Raja Boko geram. Sangat geram dengan ulah pemuda itu. Ia turun tangan. Ia kini terlihat sangat emosional, tak mirip seorang raja yang ada hanya seorang rasaksa. Hendak menyerang dan mengalahkan Bandung Bondowoso. Sang raja yang kini emosional itu tentu bukan lawan yang imbang bagi bandung Bondowoso yang kekuatannya telah berlipat ganda karna bantuan raksasa hutan. Darah darah sang raja tercurah. Darah sang raja telah dikorbankan untuk putrinya untuk rakyatnya. Dibalik tembok kerajaan Roro hanya bisa menangis.

“mbok, Yanda mbok, lihat mbok, ia itu telah membunuh Yandaku” “Sabar putri, yanda telah mengorbankan dirinya” “mbok, suatu saat nanti aku akan membalas apa yang telah ia perbuat”

*** Bandung Bondowoso pulang dengan kemenangan kini Prambanan resmi menjadi daerah kekuasaannya setelah ia berhasil menaklukan raja. Saat ia tengah berkeliling menyusuri daerah itu ia melihat seorang gadis yang memukau matanya. Mungkin kalau sekarang itu bisa disebut “love at the first sight”. Cantik. Benar –benar cantik.

Adik manis siapa namamu? Hmmm?? Adik manis siapa namamu? Eh, SKSD banget sih! Roro, aku roro! Boleh minta pin BB?

Eiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit kok ngawur. Back to the story!

“Dinda siapakah engkau?”

Dengan sekejap tentu siapa yang tak tersepona dengan Bandung Bondowoso. Paras tampan rupawan, ter ganteng dijamannya. Kuda putih dan mahkota di kepalanya. Tapi tentu Roro tak kan lupa siapa pria yang telah membunuh yandanya. Bagaimanapun walau pun itu cinta pada pandangan pertama juga dirasakan roro tapi cintanya pada yandanya lebih besar.

Dengan lantang “Roro Jongrang putri......” Segera Bandung Bondowoso memotong pembicaraannya. “Saya tak perlu nama ayahmu, saya hanya perlu namamu. Bagaimanakah aku bisa mendapatkanmu?” “Seribu candi dalam satu malam, besok sebelum matahari terbit dan ayam berkokok harus ada seribu candi ditempat ini” “baiklah”

Ini roro jongrang yang naif atau apa ya. Apa yang dikatakan sungguh bukan dirinya. Tentu ia telah mempertimbangkan dan memperhitungkan bahwa itu hal yang mustahil. Membuat candi dalam satu malam. Bandung Bondowoso, lelaki yang kejam tapi juga penuh perjuangan, selalu optimis ya dan Amen hehe. Dengan meminta bala bantuan pasukan bondowoso. Candi itu dibangun satu demi satu. Tak ada arsitek tapi candi itu tetep indah. Tak ada lem susunan batu itu tetap merekat erat. Jam demi jam berlalu ia semakin optimis disisi lain Roro jongrang semakin ketakutan apa yang ditakutkan benar terjadi ratusa candi itu telah berdiri tegap dan kini hanya tinggal beberapa saja. Apa yang harus ia lakukan?

“mbok, bagaimana ini mbok. Sebentar lagi ia akan berhasil mendirikan seribu candi itu. Tentu bagaimana pu aku takkan mau hidup dengannya.” “tenang, kita harus tenang putri. Pasti ada jalan” “mbok tapi bagaimana inikah karma yang harus ku tanggung?” “kita bisa meminta gadis gadis didesa untuk memukul lesungnya dan para pemuda untuk menyalakan perapian” “lalu apa hubungannya itu dengan membuat pagi datang lebih cepat mbok? Ah ini sudah tamat. Aku tamat.” “memang tak ada, kita tak bisa menghentikan matahari, atau membuatnya datang lebih cepat. Tapi kita bisa membuat ayam berkokok lebih cepat seolah – olah pagi juga datang lebih cepat. Kita tak kan kuasa untuk memindahkan matahari tapi kita berkuasa untuk membuat waktu berlalu lebih cepat. Ingatlah putri selalu ada jalan.”

Benar pula apa yang dikatakan mbok mban, dengan segera ia menyuruh prajurit tersisa untuk menyebarkan perintah kepada setiap gadis dan pemuda untuk melaukan apa yang dikatakan mbok mbak. Lesung dipukul, kentongan dibunyikan, perapian sudah menyala. Ayam jantan berkokok dengan nyaring seoalh menandakan pagi datang lebih cepat.

“Maaf raja kami harus segera kembali ke negeri kami, ke alam kami. Pagi sudah datang” “Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa pagi datang lebih cepat. Padahal hanya tersisa satu candi. Tinggalah barang sejenak hanya tersisa satu candi!” sahut bandung Bondowoso. “maaf raja kami tidak bisa melakukannya, kami harus segera kembali” Ribuan pasukan dari alam lain itu pun sirna dalam sekejap yang tinggal hanya bandung dalam kebingungan yang mendalam. Ia marah, kecewa, tetapi juga penasaran. Ia mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi hingga akhirnya seorang pemuda berkata bahwa ia telah diperintahkan untuk menyalakan perapian oleh mbok mbak Roro Jonggrang. Tak terima dengan kecurangan roro Jongrang ia segera menghampiri Roro yang selalu bersama mbok mbannya itu “Aku seorang ksatria tentu aku akan menerima kekalahan jika aku memang benar kalah dan menuntut hadiah jika aku memanangkan sayembara. Tapi aku takan menyukai kecurangan” “Apa maksudmu, ayam sudah berkokok dan kau belum menyelesaikan candimu. Itu berarti aku tak harus diperistri olehmu” balas Roro Jonggrang. “Tapi membuat pagi datang lebih awal adalah kecurangan! Untuk memenuhinya menjadi seribu kaulah yang akan membuatnya menjadi genap!

Patung. Ia telah mematung. Geram  itu menjelma mantra yang membuat tubuh itu membatu dengan segera. Roro kembali menangis karna Mbok Mbannya kini sudah mematung, berkorban demi dirinya saat mantra itu dilayangkan dan kekuatan gaib yang awalnya itu tertuju pada dirinya kini telah memantrai mbok Mban. The end. “Hehe lagi kisah yang ngawur. tulisan abstrak susah dimengerti bahasa belibet. hehehe. nggak papa yang penting ngantuk! Ada banyak orang yang telah berkorban demi saya: ibu, bapak, mas, mbak, teman-teman dan tentu saja kamu. Terimakasih telah menggandengku, menopangku, dan mengangkatku. Terimakasih pula untuk cinta, waktu, kesabaran dan setiap pengorbanan. Terimakasih turut beserta dalam perjalanan ini, kisah ini.” Menjelang wisuda, 29 agustus 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun