Mohon tunggu...
Machmud Yunus
Machmud Yunus Mohon Tunggu... lainnya -

Suka menulis fiksi (novel dan cerpen), dan non fiksi. Sarjana Biologi lulusan FMIPA Universitas Brawijaya ini memiliki ketertarikan lebih pada bidang kesehatan, flora-fauna, iptek, wirausaha dan keuangan. Mudah dihubungi di www.facebook.com/yunusmachmud

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Serakah (Leo Tolstoy 1828-1910)

20 Februari 2013   09:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:00 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Paholk, seorang petani Rusia―mendengar kabar bahwa Bangsa Bashkir tidak menghargai tanah. Ia ingin mencoba peruntungan disana. Setelah berminggu-mingu berjalan. Sampailah ia di tengah perkampungan bangsa itu. Lalu berkata pada kepala suku, seorang yang gemuk sekali, lucu dan masih biadab.

“Pilihlah tanda yang kau sukai,” kata kepala suku itu. Acuh tak acuh. “Harganya hanya 1000 rubel.”

“Berapa luas tanahnya?” tanya Paholk.

“Luas atau tidak, harganya sama.”

Akhirnya, tercapai persetujuan. Luas tanah itu harus dapat dikelilingi Paholk dalam satu hari. Mulai matahari terbit hingga matahari terbenam. Pada jarak tertentu―ia harus membuat lubang dengan sekop―sebagai tanda. Sedangkan orang Bashkir akan mengikutinya dengan bajak―agar batas itu jelas.

Namun, kepala suku itu memperingatkan, “Kamu harus sampai kembali di tempat ini―jika tidak―uang dan tanahmu akan dirampas.”

Paholk setuju. Paginya, ia berangkat. Dilepas oleh Bangsa Bashkir. Dihadiri kepala suku. Mereka bersorak saat Paholk berangkat. Udara dingin. Namun, Paholk yang semalam tidur nyenyak bergerak cepat. Ia tak berhenti sampai jarak yang dicapainya tiga mil. Pada saat ini matahari telah tinggi―hingga punggungnya panas. Diminumnya air persediannya―lalu meneruskan perjalanan.

Tengah hari―ia berhasrat pulang. Lingkaran tak mungkin lebih besar lagi. Namun, makin jauh ia berjalan―tanah semakin subur. Terdapat pula sungai kecil―jernih― yang diinginkannya. Ada pula lembah yang subur―cocok untuk menanam kapas.

Pada suatu tempat. Saat sinar matahari bertambah panas dan persediaan air menipis. Ia ingin balik ke kelompok bangsa Bashkir―yang masih menunggunya di atas sebuah bukit. Namun, tanah itu tentu tak akan membentuk sebuah lingkaran. Tidak, aku harus memiliki tanah itu. Berbentuk sebuah lingkaran. Ia akan kaya melebihi cita-citanya.

Akhirnya, ia berbalik pulang. Tapi jalan pulang sangat sulit ditempuh. Nafasnya terengah-engah. Ia hampir tak kuat lagi menggali lubang tanda. Jantungnya berdetak kencang. Lidahnya melekat ke langit-langit mulutnya. Tulang-tulangnya sakit―karena lelah.

Namun, ia tak berani istirahat. Dikerahkan seluruh tenaga untuk terus bekerja. Sekarang ia dapat melihat kelompok Bangsa Bashkir itu. Mereka bersorak-sorak―memberi semangat.  Namun, matahari telah merendah di ufuk barat. Merendah dengan cepatnya. Dikumpulkannya seluruh tenaga yang tersisa. Berlari sejauh ratusan meter―lalu jatuh―tidak bergerak.

Ia telah memakai semua sisa tenaganya. Terpikir olehnya andaikata ia tidak melingkari lembah subur itu―semak subur itu―dan memotong pulang dari lembah itu. Sekarang, ia telah kehilangan uang dan tanahnya.

Dengan susah payah ia berdiri kembali dan meneruskan perjalannya. Peluh membutakan matanya. Hari mulai gelap. Ia jatuh lagi. Merangkak ke depan dengan susah payah. Bangsa Bashkir hanya tinggal beberapa meter lagi. Ia dapat mendengar teriakan mereka―memberi semangat. Ia sudah dapat melihat wajah-wajah mereka.

Terlambat. Matahari telah terbenam. Ia kalah. Namun, mengapa bangsa Bashkir masih melambai-lambaikan tangan dan bersorak-sorak? Tahulah ia sekarang. Ia berada di tempat yang rendah. Mereka di atas bukit―masih melihat matahari. Waktu masih ada.

Ia berlari secepat-cepatnya―terjatuh di tengah-tengah bangsa Bashkir dengan muka mencium tanah.

“Aa,” kata kepala suku kagum. “Ia kuat dan berhati teguh. Telah luas tanah yang dimilikinya.”

Namun, Paholk tidak bangkit. Mereka menengadahkan tubuh Paholk. Matanya terbuka dan menatap ke depan. Ia telah mati. Bangsa Bashkir membunyikan terompet dan genderang―tanda berduka cita.  Mereka menggali lubang kuburan Paholk sepanjang enam kaki. Bukankah hanya sekian tanah yang dibutuhkan oleh seseorang?

*

Conat Leo Tolstoy adalah seorang bangsawan Rusia. Mempunyai latar belakang kebudayaan yang baik. Pendidikannya cukup tinggi dan kaya raya. Namun, jemu dengan kehidupannya. Pada tahun 1880 ia memutuskan menjadi pekerja kasar. Dia serahkan istana kepada istrinya tahun 1888, dan memilih hidup dalam kesengsaraan. Sejalan dengan kehidupan yang dijalaninya, dia membenci orang-orang kaya. Salah satu cerpen di atas menggambarkan sikap diri, dan filsafatnya tentang kehidupan. Novelnya yang sangat terkenal adalah:

1. Perang dan Damai

2. Anna Karenina

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun